"Harusnya dulu aku sadar diri, bahwa aku sama sekali nggak pantas untuk kamu. Dengan begitu, mungkin aku nggak akan terluka seperti sekarang ini" ~Anindhiya Salsabila
Tindakan bodoh yang Anin lakukan satu tahun yang lalu adalah menerima lamaran dari cowok populer di sekolahnya begitu saja. Padahal mereka sama sekali tidak pernah dekat, dan mungkin bisa dikatakan tidak saling mengenal.
Anin bahkan tidak memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Hingga cowok dingin itu sama sekali tidak pernah mengajak Anin berbicara setelah meminta Anin untuk menjadi istrinya. Mereka hanya seperti orang asing yang tinggal di atap yang sama.
--------------------------------------------------------------------------
Bagaimana mungkin aku hidup satu atap dengan seorang pria yang bahkan tidak pernah mengajakku berbicara? Bagaimana mungkin aku hidup dengan seorang suami yang bahkan tidak pernah menganggapku ada?
Ya, aku adalah seorang gadis yang tidak dicintai oleh suamiku. Seorang gadis yang masih berusia sembilan belas tahun. Aku bahkan tidak tau, kenapa dulu dia melamarku, menjadikan aku istrinya, kemudian mengabaikanku begitu saja.
Terkadang aku lelah, aku ingin menyerah. Tapi entah kenapa seuatu hal memaksaku untuk bertahan. Aku bahkan tidak tau, sampai kapan semua ini akan menimpaku. Aku tidak tau, sampai kapan ini semua akan berakhir.
~ Anindhiya Salsabila~
Mau tau gimana kisah Anindhiya? Yuk cuss baca.
Jangan lupa like, komen dan vote ya. Jangan lupa follow ig Author juga @Afrialusiana
Makasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afria Lusiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21
Seseorang yang sedari tadi mengintip di balik gorden yang ada di ruang tamu, menutup kembali kain gorden tersebut saat memastikan Alfi sudah pergi.
Kemudian, dia kembali berjalan menuju ruang tengah. Pria yang tidak lain adalah Stevan mengambil remot TV yang terletak di sembarang tempat kemudian menyalakan televisi tersebut sesaat setelahnya dibiarkan menyala begitu saja.
"Assalaamu'alaikum"
Anin melenggang masuk ke dalam rumah saat tidak mendapati siapa siapa di ruang tamu. Mungkin Bi Ana sedang berada di taman belakang. Fikir Anin.
Gadis itu langsung saja melanjutkan langkahnya hendak menuju lantai atas. Namun, langkah Anin terhenti saat memperhatikan Stevan. Benar, dia Stevan sedang duduk di sofa yang ada di ruang tengah.
Anin mengecek jam di pergelangan tangannya. Masih jam dua siang. Tumben, Stevan sudah pulang kuliah? biasanya pria itu tidak pernah pulang secepat ini. Fikir Anin.
Tapi, tapa ingin bertanya, Anin memutuskan untuk melanjutkan langkahnya kembali menuju tanggga.
"Enak banget pulang kuliah bisa pacaran. Naik motor berdua duaan."
Suara itu menghentikan langkah Anin, Pandangan Anin teralih ke arah belakang. Anin menatap Stevan bingung sembari mencoba mencerna ucapan suaminya itu.
"M-maksud kamu?" Tanya Anin.
Stevan berdiri dari duduknya. Kaki Stevan melangkah mendekat pada Anin dengan tangan stay di dalam saku celana rumahan yang kini ia kenakan. Hingga kini, tubuh Stevan sudah berada tepat di hadapan Anin. Mata Stevan menatap Anin datar.
Sungguh, jarak mereka begitu dekat sehingga membuat jantung Anin berpacu begitu cepat.
"Kenapa lo bisa kenal sama dia?" Tanya Stevan dingin, namun penuh penekanan.
Anin gugup. "Oo itu.."
"Sejak kapan lo kenal dan pacaran sama dia?"
Mata Anin membulat. Anin sama sekali tidak terima dengan tuduhan laki laki yang ada di depannya ini. Anin tidak pacaran, Anin bahkan tidak mengenal siapa Alfi yang mengaku sahabat Stevan itu.
"Enggak..Aku nggak pacaran sama dia" Protes Anin tidak terima.
"Terus apa namanya boncengan berduaan kaya gitu kalo bukan pacaran?"
"Aku nggak kenal dia. Tapi akhir-akhir ini di ngikutin aku terus. Dia sampe ngancem aku mau nyium aku kalo nggak mau di antar pulang. Aku takut" Adu Anin dengan suara yang berat.
Stevan terdiam menatap kosong ke sembarang arah. Detik kemudian, Stevan memilih berlalu naik ke lantai atas tanpa memperdulikan aduan Anin.
Sementara Anin, gadis itu menatap sendu punggung Stevan yang semakin lama semakin menjauh dari pandangan matanya, sebelum Anin ikut naik ke atas sana.
***
Malam hari, tidak ada lagi teriknya matahari yang menerangi bumi. Langit hanya menampakkan bulan yang kini ditemani oleh bintang bintang dengan indah di atas sana.
Anin sedang duduk di balkon yang ada di kamarnya. Pandangan gadis itu sedari tadi tak teralih dari arah langit yang malam ini begitu indah.
Fikiran Anin kini teringat akan sosok Ayah yang selama ini ia rindukan, sosok Ayah yang sudah tenang di alam sana bersama sang pencipta.
Sungguh, Anin merindukannya. Anin ingin bercerita banyak pada Ayahnya. Anin ingin menangis di pelukan Ayahnya seperti saat Ayah Anin masih ada. Anin merindukan pelukannya. Sungguh, Anin merindukan apapun itu, yang menyangkut dengan Ayahnya.
Kalau suka sama cerita ini, jangan lupa like, komen, dan vote ya. Makasih banyak :)
tinggalin saja laki kek gt, harga diri lah.. terlalu lemah
boleh tanya kah mbak gimana buat novel biar cepet dan konsisiten