Dikhianati oleh pria yang ia cintai dan sahabat yang ia percaya, Adelia kabur ke Bali membawa luka yang tak bisa disembuhkan kata-kata.
Satu malam dalam pelukan pria asing bernama Reyhan memberi ketenangan ... dan sebuah keajaiban yang tak pernah ia duga: ia mengandung anak dari pria itu.
Namun segalanya berubah ketika ia tahu Reyhan bukan sekadar lelaki asing. Ia adalah kakak kandung dari Reno, mantan kekasih yang menghancurkan hidupnya.
Saat masa lalu kembali datang bersamaan dengan janji cinta yang baru, Adelia terjebak di antara dua hati—dan satu nyawa kecil yang tumbuh dalam rahimnya.
Bisakah cinta tumbuh dari luka? Atau seharusnya ia pergi … sebelum luka lama kembali merobeknya lebih dalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meldy ta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka Lama Kembali
"Loh kok perut Nona Delia kempes?" ucap Juan pelan sambil mengerutkan dahi, padahal bibirnya masih nyengir.
"Bukannya kemarin Nona Delia hamil? Apa jangan-jangan dia..."
Adelia yang tadinya ingin membuka pagar rumah langsung tertegun. Ia menoleh, tatapannya kosong seolah tidak mengenali suara itu.
"Siapa kamu?" tanyanya datar.
Juan langsung berdiri tegap, bahkan sempat merapikan rambut dengan telapak tangan. "Ehm! Perkenalkan, gue Juan, asisten pribadi sekaligus bodyguard bayangan. Suruhan orang yang peduli banget sama lo."
"Orang?" Alis Adelia mengernyit.
Juan tersenyum konyol, memperlihatkan gigi putihnya. "Ya siapa lagi kalau bukan Bos Vin? Atau biasanya lo manggil dia Vincent."
Wajah Adelia berubah. "Kamu … udah lama memata-matai aku?"
"Eh, jangan bilang mata-mata dong. Kata-katanya serem amat." Juan mengangkat tangan. "Gue lebih suka istilah ngelindungin lo secara diam-diam. Gimana? Keren kan kayak di film-film action?"
Adelia menghela napas. Tatapannya menajam, kali ini penuh ketegasan. "Kalau memang Vincent yang menyuruhmu, bilang padanya aku nggak butuh dia mengawasiku. Dia nggak harus repot-repot menyuruh orang sepertimu untuk ikut campur."
Juan terkekeh kecil, tapi matanya ikut berubah serius. "Nona, Bos Vin itu cuma khawatir. Dia bilang kalau Reyhan—"
"Cukup!" potong Adelia cepat. Suaranya meninggi, membuat Juan otomatis diam.
"Aku nggak mau dengar tentang Reyhan ataupun Vincent." Adelia menunduk, suaranya melemah. "Semua orang sepertinya sudah memutuskan siapa aku. Aku nggak butuh itu. Aku bisa menjaga diriku sendiri."
Juan gelagapan, garuk-garuk kepala yang nggak gatal. "I-iya ... gue ngerti, Nona Delia. Tapi coba deh dipikir lagi. Bos Vin tuh nggak ada maksud lain kecuali—"
"Kalau dia nggak ada maksud lain, dia pasti nggak akan memata-matai aku pakai cara konyol begini," kata Adelia datar. Ia membuka pagar dan melangkah masuk.
Sebelum pintu tertutup, Adelia menatap Juan sekali lagi. "Katakan pada bosmu. Jangan ganggu hidupku lagi. Aku sudah cukup hancur tanpa dia ikut campur."
Brak! Pintu tertutup pelan tapi terasa seperti pukulan bagi Juan.
Dia berdiri bengong di depan rumah sambil menghembuskan napas panjang. "Haduh ... cewek satu ini keras kepala juga. Gimana cara gue jelasin ke Bos Vin kalo dia nggak mau dijagain?"
Juan mengeluarkan ponsel, mengetik pesan pada Vincent.
'Bos, misi gagal. Nona Delia malah nyuruh lo jangan ikut campur urusannya. Gue takut kalo gue terus nongkrong depan rumahnya, besok-besok gue dilaporin ke satpam komplek.'
Pesan terkirim. Juan menghela napas panjang, menatap rumah Adelia sekali lagi. "Nona Delia … lo bener-bener nggak tahu ya kalo ada orang lain yang rela jungkir balik cuma buat lo aman?"
"Gue kadang suka heran sama para betina ini." Juan sampai geleng-geleng kepala.
Di kamarnya Adelia duduk di ranjang. Matanya sembab. Ia menatap uang dan kartu identitas yang diberikan Vierra.
"Apa Reyhan peduli kalau aku mati sekalipun? Aku bahkan nggak berharga untuk siapapun."
Tangannya meremas selimut. Ia menatap ponselnya. Tak ada pesan, tak ada panggilan dari Reyhan.
"Apa aku harus cari kerja lagi? Tapi, kantor mana yang akan menerimaku—di tengah gosip buruk yang pernah beredar?"
Hujan rintik-rintik membasahi kaca jendela kamar Adelia. Menatap kosong ke luar rumah. Pikirannya masih kusut. Luka di hatinya belum sembuh, dan luka di tubuhnya pun masih terasa perih.
Hidupnya terasa hampa sejak kehilangan bayi yang ia tunggu-tunggu selama ini. Apalagi Reyhan yang sama sekali tidak memberi kabar.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Membuat Adelia tersentak. Ia menarik napas panjang sebelum melangkah pelan ke pintu.
Di depannya, berdiri seorang pria dengan jas hitam rapi dan senyum tipis di wajahnya. Senyuman yang dulu pernah menghiasi hari-harinya.
"Del."
Adelia mengerjap kaget. "Reno? Apa yang kamu lakukan di sini?"
Reno menyandarkan satu tangannya di kusen pintu, menatapnya dengan sorot mata hangat yang pernah membuat Adelia jatuh cinta bertahun-tahun lalu.
"Kamu nggak akan marah kalau aku bilang … aku cuma pengin tahu kabarmu?"
Adelia mendengus pelan. "Kabarku? Bukannya dulu kamu yang nggak peduli sama kabar kita? Aku nggak butuh simpati, Reno. Kalau nggak ada urusan penting, lebih baik pergi."
Reno terkekeh kecil, lalu melangkah masuk tanpa diundang. "Boleh nggak aku duduk sebentar? Janji, cuma sebentar."
Adelia menghela napas pasrah. "Terserah."
Di ruang tamu, Reno duduk santai di sofa. Ia menatap sekeliling rumah dengan ekspresi seolah sedang mengenang sesuatu.
"Kamu tinggal sendirian di rumah sebesar ini?" tanyanya.
"Memangnya kenapa?" Adelia balik bertanya dengan nada dingin.
Reno tersenyum tipis. "Aku cuma nggak tega. Kamu nggak capek sendiri? Kalau kamu mau … kamu bisa kerja lagi di Jonathan Group. Aku bisa pastikan posisimu tetap aman di sana. Lagipula kantor itu masih milik Reyhan, sebelum semua dialihkan ke ahli waris."
Adelia menatap Reno tajam. "Kenapa tiba-tiba kamu nawarin itu?"
"Karena aku nggak mau lihat kamu susah cari kerja di luar sana. Dan … kalau Reyhan memang peduli, dia nggak akan membiarkanmu begini, kan?"
Adelia terdiam. Hatinya berdebat sengit. Satu sisi ia ingin menolak, tapi sisi lain sadar bahwa hidupnya harus terus berjalan.
"Tunggu dulu. Ada angin apa tiba-tiba kamu peduli padaku, Ren?"
"Nggak ada, Del. Aku cuma mau main ke sini setelah sekian lama kita nggak ketemu. Terlebih ... kamu pasti kesepian karena Reyhan ke Singapura."
"Jangan cari alasan, Ren. Kamu juga ninggalin aku dalam kesepian yang sama."
"Del, aku tahu, maaf ... tapi tolong, niat baikku hanya untuk menawarkan kamu pekerjaan."
"Baiklah. Aku akan kembali ke sana. Tapi jangan pikir aku kembali karena Reyhan ataupun kamu," ujarnya akhirnya.
Reno mengangguk pelan, senyumnya sedikit mengembang. "Itu baru Adelia yang aku kenal."
Beberapa saat kemudian.
Reno masih duduk di sofa, memperhatikan Adelia yang sibuk merapikan berkas-berkas penting pekerjaan di meja. Namun pandangannya sesekali jatuh ke arah perut Adelia yang rata.
"Kamu … terlihat kurusan, Del," kata Reno tiba-tiba.
Adelia berhenti sejenak, lalu melanjutkan pekerjaannya. "Memangnya kenapa?"
"Entahlah. Aku dengar gosip dari orang kantor kalau kamu sempat hamil. Tapi sekarang … apa kamu—"
"Stop, Reno!"
Nada suara Adelia berubah tajam. Ia menatap lurus ke mata Reno. "Itu bukan urusanmu. Jangan pernah tanya soal itu lagi."
Reno terdiam. Ia bisa merasakan luka dalam di mata Adelia. Luka yang entah karena Reyhan atau karena kehilangan yang lain.
"Baiklah," jawab Reno singkat. "Tapi kalau kamu butuh seseorang untuk bicara, aku ada di sini."
Adelia tak menjawab. Ia hanya memalingkan wajah, menyembunyikan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
Di luar rumah, Juan menatap dari kejauhan dengan mata menyipit.
"Lah, itu cowok siapa lagi? Jangan-jangan … ini yang bikin Reyhan makin dingin ke Nona Delia? Waduh, gue harus lapor ke Bos Vin dulu nih," gumamnya sambil mengeluarkan ponsel.
Namun, langkahnya terhenti.
"Ah … tapi kalau gue lapor sekarang, takutnya tambah ribet. Udahlah, pantau dulu aja. Gue pengin liat endingnya kayak gimana," lanjut Juan sambil tertawa kecil.
Adelia menutup pintu setelah Reno pergi. Ia bersandar di pintu, menatap ke arah meja makan yang sunyi.
"Jonathan Group … apa aku siap kembali ke tempat itu?" bisiknya pelan.
Hatinya masih ragu, tapi ia tahu—ia harus kuat. Untuk dirinya sendiri. Bukan untuk Reyhan, bukan juga untuk Reno.