NovelToon NovelToon
Istri Yang Ternistakan

Istri Yang Ternistakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Mafia / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Penyesalan Suami
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: F A N A

Menjadi istri tapi sama sekali tak di anggap? Bahkan dijual untuk mempermudah karir suaminya? Awalnya Aiza berusaha patuh, namun ketidakadilan yang ia dapatkan dari suaminya—Bachtiar membuat Aiza memutuskan kabur dari pernikahannya. Tapi sepertinya hal itu tidak mudah, Bachtiar tak semudah itu melepaskannya. Bachtiar seperti sosok yang berbeda. Perawakan lembut, santun, manis, serta penuh kasih sayang yang dulu terpancar dari wajahnya, mendadak berubah penuh kebencian. Aiza tak mengerti, namun yang pasti sikap Bachtiar membuat Aiza menyerah.

Akankah Aiza bisa lepas dari pernikahannya. Atau malah sebaliknya? Ada rahasia apa sebenarnya sehingga membuat sikap Bachtiar mendadak berubah? Penasaran? Yuk ikuti kisah selengkapnya hanya di NovelToon!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter —6

“Uhuk-uhuk!” Aiza terbatuk ketika ia baru saja terbangun dari tidurnya.

Melihat Aiza yang sudah sadar, Sukaesih yang merupakan salah satu dari asisten rumah tangga di rumah itu gegas menghampiri Aiza. “Alhamdulillah… akhirnya kamu sadar juga,” ujarnya sambil duduk di tepi dipan.

Aiza mengernyitkan keningnya. Ia memandang pada sosok yang kini ada di depannya. Pandangannya masih terasa kabur juga melayang. Namun, ia bisa menangkap sosok tersebut yang serasa pernah dilihatnya.

“Sudah empat jam kamu pingsan. Alhamdulillah… akhirnya sekarang sudah sadar,” Sukaesih berkata sembari mengusap lembut lengan Aiza.

Aiza tersenyum. “Te- terima kasih, Mbak.” Sukaesih menjawab dengan anggukan lembut. “Sama-sama.”

Kemudian ia mengambilkan obat yang memang sudah diresepkan oleh dokter kepada Aiza, agar gadis itu segera meminumnya. “Ini… diminum dulu obatnya. Kata, Dokter, ketika kamu sadar harus langsung minum obat itu untuk menetralisir rasa sakit pada perut juga pusingmu,” ujar Sukaesih menjelaskan.

Aiza mengangguk. Dengan lemah ia mengambil obat tersebut, kemudian meminumnya dibantu oleh Sukaesih. “Kamu udah makan?” Aiza menggeleng. “B-belum, Mbak,” jawabnya kemudian.

Sedari tadi pagi Aiza memang belum makan apapun. Ia sempat izin pada Kamariah untuk mengisi perutnya. Akan tetapi sang ibu mertua tidak mengizinkan sampai Aiza benar-benar menyelesaikan seluruh pekerjaannya.

Ketika Aiza sudah selesai mengerjakan apa yang Kamariah suruh. Nurma tiba-tiba saja meminta tolong untuk membersihkan sepatunya, disusul kepulangan Bachtiar yang membuat Aiza melupakan rasa laparnya, karena ingin menyambut juga memberikan perhatian khusus terhadap suaminya.

Tapi kemudian semuanya kacau karena masakan Aiza yang tak sesuai selera Bachtiar. Pria itu marah besar dan mengatai Aiza dengan banyak hal menyakitkan. Kotor, pengkhianat, tidak suka dikhianati—membuat Aiza bingung sendiri dengan apa yang diucapkan Bachtiar.

Jika Bachtiar mengatai Aiza kotor karena tadi ia kena tumpahan air pel, bukankah Aiza sudah mandi? Lalu tentang berkhianat, rasanya kalimat itu sangat ambigu jika diperuntukkan karena masakan Aiza yang dinilai asin?

Ah… entahlah… mengingat akan hal tersebut membuat kepala Aiza semakin pusing. Memilih bersandar pada headboard untuk menenangkan pikirannya sejenak dengan memejamkan mata.

Tak lama Sukaesih kembali datang. Ia yang tadi mendengar Aiza sama sekali belum makan langsung menyiapkan makanan. Di tangannya, Sukaesih membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya. Menaruh ke atas nakas, kemudian membangunkan Aiza.

“Aiza,” panggil Sukaesih. Aiza perlahan membuka mata. “Makan dulu.” Aiza mengangguk. Lalu, dengan dibantu Sukaesih menyendokkan makanannya, Aiza mulai makan.

Akan tetapi sembari mengunyah gadis itu kembali mengingat bagaimana tadi Bachtiar memperlakukannya. Sangat kasar, bahkan bisa dikatakan sangat tidak manusiawi. Padahal jelas kesalahan Aiza tak sebesar itu, sampai Bachtiar menghukumnya seperti tadi.

Tempramen buruk yang Aiza kira hanya milik Kamariah—ternyata juga menurun pada Bachtiar. Aiza sama sekali tidak tahu, karena dulu sikap Bachtiar selalu lembut juga manis.

“Apa tadi, Mbak, yang udah nolong saya?” ucap Aiza usai ia meneguk air putih yang disodorkan oleh Sukaesih.

“Bukan saya, tapi Bang Udin,” sahut asisten rumah tangga berusia 32 tahun tersebut dengan ekspresi gugup.

Sebenarnya Sukaesih tadi sempat melihat bagaimana Bachtiar menendang perut Aiza sampai sang menantu baru itu tercebur ke kolam. Akan tetapi, bukannya khawatir dan membantu, Bachtiar malah pergi dari sana.

Sukaesih tidak tega. Apalagi saat melihat Aiza tidak bisa berenang. Ia kemudian mencari Udin untuk membantu Aiza yang hampir tenggelam, karena memang Sukaesih pun juga tidak bisa berenang.

“Kalau begitu ucapkan permintaan terima kasih saya pada, Bang Udin. Tapi saya juga berterima kasih sama, Mbak, karena sudah mau merawat saya,” ucap Aiza dengan nada bicara lembut juga lemah.

Entah bagaimana nasibnya jika tidak ada kedua orang itu. Mungkin nyawanya sudah tidak tertolong? Sementara Bachtiar yang merupakan suaminya, yang harusnya menjaga Aiza, malah membiarkan gadis itu tenggelam begitu saja.

“AIZA!”  teriakan Kamariah menggema dari pintu kamar. Aiza tersentak, pun dengan Sukaesih langsung berdiri dari duduknya.

Dengan sorot mata nyalang Kamariah tergopoh-gopoh menghampiri Aiza. Padahal ia tahu betul apa yang baru saja terjadi pada menantunya. Namun, bukannya berperikasih, sang mertua malah memasang ekspresi murka.

“Hebat… tidur terus! Kau pikir ini hotel, yang bisa kau inapi sesuka hatimu?! Ingat statusmu Aiza, kau cuma menumpang di rumah ini. Jadi jangan anggap dirimu ‘nyonya’ sampai mengabaikan pekerjaan rumah. Sekarang juga bangun, cuci semua pakaian! Jika tidak, silakan tidur di luar!”  sembur Kamariah.

Karena perbuatan Bachtiar yang hari ini menyiksa Aiza. Kamariah jadi semakin berani terhadap menantunya itu. Ia mengabaikan peringatan Nurma yang harus menjaga sikap di depan Aiza, karena menurutnya sang menantu sudah tidak dicintai lagi oleh putranya.

Bayangkan saja, mana ada seorang suami yang tega menyiksa istrinya hanya karena masakannya terlalu asin? Apalagi sampai men ce kik, menendang hingga tercebur ke dalam kolam, kemudian ditinggalkan?

Terlebih hal tersebut dilakukan saat hubungan keduanya baru saja resmi sebagai pasangan suami istri—yang harusnya masih hangat, juga mesra.

“Nyonya—” ucap Sukaesih. Namun, belum lagi ia selesai bicara, Kamariah langsung menimpali. “Apa?!”

Kamariah menyoroti Sukaesih dengan tatapan tidak suka. Membuat asisten rumah tangga itu menundukkan wajah. Sukaesih tahu ia sudah lancang, jadi ia langsung keluar dari kamar itu menghindari cebikan Kamariah selanjutnya.

Sebenarnya Sukaesih sangat iba dengan keadaan Aiza. Akan tetapi, ia pun tak bisa berbuat banyak karena statusnya yang masih memakan gaji dari Kamariah. Sukaesih terpaksa meninggalkan Aiza berdua dengan Kamariah, karena ia takut Kamariah memecatnya.

Aiza berusaha bangkit dari tidurnya. Ia merasa tubuhnya masih benar-benar lemah. Tapi Aiza tidak mau terus tidur karena Kamariah pasti akan terus memarahinya. Apalagi jika sampai tidak melakukan apa yang Kamariah perintahkan, pasti sang ibu mertua akan benar-benar merealisasikan ucapannya menyuruh Aiza tidur di luar rumah.

Bagaimanapun Aiza baru saja menjadi menantu di rumah itu. Jika sampai ia tidur di luar, maka akan menjadi perbincangan orang. Meski kediaman Bachtiar terletak di perumahan mewah, tetap saja Aiza merasa harus menjaga marwahnya sebagai istri Bachtiar.

Aiza mengangkat satu keranjang penuh pakaian kotor. Kepalanya masih terasa berat, juga perutnya yang terasa keram. Aiza berusaha menguatkan diri. Aiza melihat ada mesin cuci, ia hendak memasukkan pakaian-pakaian kotor itu ke dalam mesin cuci. Akan tetapi teriakan Kamariah menghentikan pergerakannya.

“Eeehh… mau ngapain?” sergah Kamariah. Maniknya menatap nyalang pada Aiza.

“Mau masukin pakaian-pakaian ini, Ma,” sahut Aiza.

“Kau itu gadis miskin! Nggak akan bisa pakai benda mewah seperti ini. Cuci pakai tangan! Aku nggak mau barang-barang ku jadi rusak karena disentuh oleh tanganmu!” cibir Kamariah sembari berkacak pinggang menunjuk ke arah Aiza.

Sakit. Rasanya benar-benar sakit. Belum lagi pulih rasa sakitnya karena perbuatan Bachtiar. Kini Aiza kembali mendapatkan perilaku tidak menyenangkan dari sang mertua.

Hari pertama menjadi menantu. Awalnya Aiza gadang-gadang akan menjadi awal yang bahagia. Akan tetapi yang ia rasa sekarang, justru sebaliknya, malah seperti sedang dalam neraka.

Kehidupan Aiza benar-benar berubah. Dari yang semula hidup sederhana, namun memiliki harga diri tak dihina. Dalam sekejap berubah jadi dinistakan oleh ibu mertua juga suaminya.

Aiza memegang dada. Rasanya sangat sesak di sana. Namun lagi-lagi Aiza menguatkan diri untuk bersabar, berharap mimpi buruk ini segera berlalu, berganti dengan kebahagiaan.

Braaak!

Dua buah ember Kamariah lempar ke arah Aiza. Gadis itu sampai berjingkat kaget, hampir menjatuhkan keranjang pakaian kotor yang sedang ia pegang.

“Cuci pakai ini! Dan ingat, kau harus melakukannya dengan hati-hati. Asal kau tahu satu potong dari pakaian-pakaian itu harganya sangat mahal, bahkan melebihi harga dirimu!” cerca Kamariah tanpa memedulikan perasaan Aiza.

Setelah sang mertua berlalu, dengan sangat hati-hati Aiza meletakkan keranjang pakaian kotor itu. Ia kemudian memungut dua ember yang barusan dilempar Kamariah dengan mata berkaca-kaca.

Buliran cairan bening mengaliri pipinya. Aiza menangis tersedu. Siapa sangka ia akan melewati nasib yang begitu malang. Mendapatkan hinaan dari sang suami juga ibu mertua.

‘Ya-Rabb… luaskanlah sabarku, agar aku bisa melewati semua ini.’ batin Aiza.

Bersambung.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!