Kaila tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis hanya dalam semalam. Seorang perempuan sederhana yang mendambakan kehidupan tenang, mendadak harus menghadapi kenyataan pahit ketika tanpa sengaja terlibat dalam sebuah insiden dengan Arya, seorang CEO sukses yang telah beristri. Demi menutupi skandal yang mengancam reputasi, mereka dipaksa untuk menjalin pernikahan kontrak—tanpa cinta, tanpa masa depan, hanya ikatan sementara.
Namun waktu perlahan mengubah segalanya. Di balik sikap dingin dan penuh perhitungan, Arya mulai menunjukkan perhatian yang tulus. Benih-benih perasaan tumbuh di antara keduanya, meski mereka sadar bahwa hubungan ini dibayangi oleh kenyataan pahit: Arya telah memiliki istri. Sang istri, yang tak rela posisinya digantikan, terus berusaha untuk menyingkirkan kaila.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini Nuraenii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 21
Pagi itu, udara di rumah terasa lebih berat dari biasanya. Arya keluar dari kamar Nayla dengan langkah yang berat, tubuhnya terasa lelah dan pikirannya kacau.
Malam yang penuh ketegangan itu meninggalkan jejak yang dalam di hatinya. Ia baru pertama kalinya tidur dengan Nayla, dan meskipun itu bukan keputusan yang ia inginkan, keadaan memaksanya.
Ketika ia melangkah melalui koridor yang sunyi, pikirannya terus berputar. Sesampainya di kamarnya, Arya menyandarkan punggungnya di pintu, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapi Kaila.
Kaila masih terbaring di tempat tidur, matanya terpejam, namun jelas sekali ekspresi cemas yang terpatri di wajahnya.
Keheningan yang mencekam menambah beratnya suasana. Arya tahu betul apa yang sedang dipikirkan Kaila kehamilannya. Sesuatu yang tak terduga, yang membuat semua hal menjadi semakin rumit.
Arya berdiri di ambang pintu, menatapnya sejenak. "Kaila..." suaranya hampir tak terdengar, tetapi cukup untuk menarik perhatian Kaila.
Kaila membuka matanya perlahan, dan saat melihat Arya, ada kekhawatiran yang semakin mendalam di matanya. "Kamu... bagaimana?" tanyanya dengan suara lirih, seolah tak sanggup untuk mengucapkan lebih banyak lagi.
Arya menghela napas, melangkah lebih dekat dan duduk di tepi tempat tidur. "Aku... Aku baru saja dari kamar Nayla," katanya, suaranya datar, tetapi ada kekhawatiran yang mendalam dalam nada tersebut.
Kaila menunduk, . "Apa yang terjadi, Arya? Aku merasa kita semakin terperangkap di sini. Aku hamil... dan aku tak tahu harus bagaimana. Semua ini begitu rumit."
Arya memandangnya dengan hati yang berat. "Aku tahu, Kaila. Aku tahu ini bukan hal yang mudah. Tapi aku harus bicara denganmu, kita harus membuat keputusan bersama."
Kaila menatapnya, matanya berkilau penuh kecemasan. "Keputusan apa? Apa yang harus kita lakukan dengan semua ini, Arya? Aku takut... takut akan masa depan anak kita. Apakah kita siap untuk itu?"
Arya menggenggam tangan Kaila dengan lembut. "Aku juga takut, Kaila. Tapi aku ingin kita menyelesaikan ini dengan cara yang benar. Aku sudah memikirkan semuanya."
Kaila menatap Arya, menunggu penjelasan lebih lanjut. "Apa maksudmu?" tanyanya pelan.
Dengan berat hati, Arya akhirnya berkata, "Kita akan menyelesaikan kontrak ini, Kaila. Tapi ada satu hal yang harus kita sepakati. Kamu akan melahirkan anak ini, dan setelah itu, kamu bisa pergi, sesuai dengan kontrak kita."
Kaila terdiam, mendengar kata-kata itu seperti tercekik. Ia tahu ini adalah keputusan besar yang harus mereka ambil, tetapi ia juga tahu bahwa kehamilannya akan mengubah segalanya.
"Jadi, kita akan menyelesaikan semuanya begitu saja?" Kaila bertanya, suaranya serak. "Aku akan melahirkan anak ini, dan setelah itu, kita berpisah?"
Arya mengangguk, wajahnya penuh penyesalan. "Aku ingin kamu tetap menjalani hidupmu, Kaila. Tanpa semua masalah ini. Aku tak ingin membebani kamu lebih lama lagi."
Kaila menatap Arya dengan tatapan kosong sejenak. Ada perasaan tak terucapkan yang muncul, tetapi ia tahu bahwa ini adalah keputusan yang paling realistis untuk mereka berdua.
"Arya... Aku tak tahu apakah ini yang terbaik untuk kita. Tapi aku juga tak bisa menolak kenyataan ini," jawabnya dengan suara pelan, mata yang mulai berkaca-kaca.
Arya meraih tangan Kaila lebih erat, mencoba memberi kenyamanan meski dirinya sendiri masih cemas dengan keputusan ini.
"Kaila, ini tidak mudah untuk kita berdua. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak akan meninggalkanmu dalam kesulitan. Aku akan bertanggung jawab, bahkan setelah kita berpisah."
Kaila mengangguk perlahan, meskipun perasaan di dalam hatinya sangat kacau. “Kita akan lihat bagaimana semuanya berjalan, Arya.”
Keheningan kembali menyelimuti mereka, hanya suara detak jam di sudut ruangan yang terdengar jelas. Keputusan besar telah diambil, namun jalan yang mereka hadapi masih penuh ketidakpastian.
Kaila akan melahirkan anak ini, tetapi apa yang akan terjadi setelahnya, Apakah mereka benar-benar siap untuk melepaskan satu sama lain setelah semua ini selesai.
Masa depan masih kabur, namun mereka berdua tahu bahwa langkah selanjutnya hanya bisa diambil dengan hati yang tegar, meskipun penuh dengan ketakutan dan keraguan.
.....
Setelah percakapan berat itu, Arya dan Kaila sepakat untuk segera memastikan keadaan yang sebenarnya.
Mereka tahu bahwa keputusan besar menanti, namun mereka harus tahu dengan pasti tentang kehamilan Kaila sebelum melangkah lebih jauh.
Pagi itu, mereka pergi ke rumah sakit bersama. Suasana terasa canggung di antara mereka, namun mereka tidak bisa menghindari kenyataan bahwa mereka perlu melalui ini bersama.
Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ruang pemeriksaan. Arya tampak lebih tenang, namun wajah Kaila masih penuh kecemasan.
Setelah menunggu beberapa saat, seorang dokter memanggil mereka ke ruangannya. Seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun menyambut mereka dengan senyuman ramah.
"Selamat pagi, Pak Arya,Bu Kaila," kata dokter itu, mempersilakan mereka duduk. "Apa yang bisa saya bantu hari ini?"
Kaila menelan salivanya, mencoba menenangkan diri. "Saya... saya ingin memastikan apakah saya hamil, Dok," jawabnya dengan suara yang sedikit gemetar.
Dokter itu mengangguk dan memulai pemeriksaan singkat. Beberapa menit berlalu, dan akhirnya sang dokter menghadap mereka dengan senyum tipis.
"Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa bu Kaila memang hamil, meskipun masih dalam usia kehamilan yang sangat muda, sekitar satu minggu," jelasnya dengan hati-hati. "Namun, kondisi bu Kaila dan janinnya baik-baik saja. Ini adalah awal yang sangat positif."
Kaila terdiam, napasnya terasa sesak. Ia memegang tangannya di perutnya, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya.
Arya, yang semula tampak tegang, akhirnya bisa menghela napas lega meskipun wajahnya masih dipenuhi kecemasan.
"Jadi, benar dia hamil?" tanya Arya, memastikan.
"Ya, benar, Pak Arya," jawab dokter dengan tegas. "Tapi ini masih sangat awal. Jadi, Kaila harus hati-hati dan menjalani pemeriksaan rutin untuk memastikan semuanya berjalan lancar."
Kaila hanya mengangguk pelan, matanya mulai berkaca-kaca. Ia merasa perasaan campur aduk di dalam dirinya antara kebahagiaan yang tak terungkapkan dan ketakutan yang semakin membesar.
"Apa yang harus saya lakukan selanjutnya, Dok?" tanya Kaila, suaranya serak.
Dokter itu memberikan beberapa saran tentang perawatan kehamilan di awal trimester, memberi penjelasan tentang apa yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatannya. Setelah beberapa menit berbicara, mereka pun meninggalkan ruang praktek.
Di luar ruang pemeriksaan, udara terasa lebih berat, dan meskipun mereka tak mengucapkan sepatah kata pun, keduanya tahu bahwa ini adalah langkah pertama dari perjalanan panjang yang tak terduga.
Arya menatap Kaila yang tampak sangat terkejut dengan hasil itu. "Kaila, kamu baik-baik saja?" tanyanya, mencoba menggali perasaan di dalam dirinya.
Kaila hanya mengangguk perlahan. "Aku... aku masih harus mencerna semua ini, Arya. Tapi satu hal yang pasti, aku tahu hidup kita akan berubah setelah ini."
Arya mengerti, tetapi ia tahu bahwa keputusan yang diambil di ruang rumah sakit itu akan membentuk jalan hidup mereka selanjutnya.
Kehamilan ini adalah kenyataan yang tak bisa dihindari lagi. Kini, mereka harus memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini dan bagaimana masa depan mereka, dengan anak itu di tengah-tengah mereka.