Irish kembali, membawa dua anak kembar dan luka lama yang telah berubah menjadi kekuatan. Ethan, pria yang dulu mengabaikannya tanpa rasa, kini tak bisa mengalihkan pandangan. Ada yang berbeda dari Irish, keteguhan hatinya, tatapannya, dan terutama... anak-anak itu. Nalurinya berkata mereka adalah anaknya. Tapi setelah semua yang ia lakukan, pantaskah Ethan berharap diberi kesempatan kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 35
Carisa sempat tampak ragu, tapi melihat sorot tajam Zayn, ia akhirnya mengangguk perlahan dan mundur.
“Baiklah,” gumamnya, sembari berdiri di samping pintu, menanti dengan hati gelisah yang tidak bisa ia kendalikan.
Carisa, akhirnya menurut. Ia berjalan pelan mendekati pintu bangsal Ethan, memastikan tak ada orang lain yang memperhatikan, lalu menempel di dekat celah pintu yang tidak tertutup rapat.
Zayn maju beberapa langkah ke depan, mengamati sekeliling untuk berjaga-jaga, kalau-kalau ada orang yang tiba-tiba mendekat. Ia menoleh pada Carisa, memberi isyarat agar tetap waspada.
Dari celah pintu, Carisa bisa melihat jelas Ethan yang duduk bersandar di ranjang, tubuhnya masih dibalut perban dan juga di kaki, bahu, dan dahinya. Wajahnya pucat, tetapi sorot matanya tetap tegas.
Begitu Irish masuk, Ethan langsung menatapnya tanpa ekspresi. Sekilas, Carisa melihat Irish tampak berantakan, rambut kusut, kulitnya memucat karena semalaman kedinginan di lorong rumah sakit, tangannya bahkan tampak ada goresan yang belum diobati.
Melihat kondisi Irish, Ethan sempat mengerutkan kening. Namun ia hanya menghela napas pendek, lalu menepuk tempat di sampingnya.
“Ke sini.”
Irish ragu beberapa detik, menunduk, lalu menjawab pelan, “Aku... sebaiknya di sini saja. Aku sedikit demam, takut menular padamu. Kamu baru saja sembuh.”
Ethan menarik kembali tangannya, wajahnya datar. “Terserah.”
Hening sesaat, lalu Irish memberanikan diri menatapnya. “Ethan, aku mau bertanya. Saat kamu menyelamatkanku kemarin... apa sebenarnya kamu hanya berniat menolong Hanna?”
Ethan membuka mulut, hendak menjawab. Namun sekilas ia melihat siluet di balik pintu, Carisa, bersembunyi, seperti mengawasinya.
Rasa dingin menusuk dadanya. Apakah Carisa selama ini juga selalu memata-matainya, bahkan di hal-hal kecil?
Seketika rasa muak merayap di hatinya. Ia menegakkan bahu, menatap Irish dengan sorot tajam yang menusuk.
“Tentu saja,” ucapnya dingin. “Aku memang berniat menolong Hanna. Kamu hanya kebetulan terdorong ke arahnya.”
Irish menatapnya dengan mata melebar, dadanya terasa kosong. Jadi... aku memang hanya kebetulan tertolong?
Ia berusaha menahan air matanya, lalu mencoba mengatur napas. “Tapi kemarin... kamu sempat menanyakan keadaanku sebelum pingsan.”
“Irish,” Ethan langsung memotong, nadanya tajam. “Aku sudah bilang aku hanya menyelamatkan orang yang salah. Jangan salah paham. Aku adalah pria berkeluarga, dan aku mencintai istriku. Aku tidak mau dia menanggung salah paham yang konyol dan membuat rumah tangga kami berantakan.”
Irish terdiam, menunduk, mencengkeram jemarinya sendiri. Di hatinya timbul rasa malu, bercampur getir. Ya, dia hanya mencintai Carisa, tidak akan pernah ada tempat untuknya...
Ia menahan isak yang hampir pecah, lalu mencoba memaksa bibirnya tersenyum. “Aku mengerti, Pak Ethan. Jangan khawatir, aku tidak akan mengungkit ini lagi. Dan terima kasih karena sudah menolongku, apa pun alasannya. Aku sangat berterima kasih padamu.”
Ethan memalingkan wajah, enggan menatap lebih jauh. “Baik.”
Irish menarik napas panjang, menunduk hormat, lalu berbalik. “Kalau begitu, saya tidak mau mengganggu lagi. Selamat beristirahat.”
Ia berjalan ke pintu dengan langkah pelan. Namun begitu membuka daun pintu, ia langsung berhadapan dengan Carisa yang berdiri di sana, menatapnya sambil tersenyum sinis.
Irish tertegun, tapi memilih diam dan langsung berlalu tanpa sepatah kata. Carisa menatap punggungnya pergi, bibirnya mencibir dengan puas.
Begitu Irish menjauh, Carisa masuk kembali ke dalam bangsal, menata rautnya agar tetap manis. “Ethan, aku tadi khawatir, makanya balik sebentar.”
Ethan hanya menatapnya, lalu tersenyum samar. “Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja di sini, kamu tidak perlu khawatir.”
“Baiklah.” Carisa mengangguk, merasa hatinya tenang melihat Ethan benar-benar menolak Irish tanpa ragu. Ia menutup pintu perlahan, lalu berjalan meninggalkan bangsal bersama Zayn.
Saat mereka sudah agak jauh, Zayn bertanya pelan, “Bagaimana menurutmu?”
Carisa menghela napas lega. “Tidak ada masalah. Ethan masih sama seperti dulu, tidak pernah menaruh hati pada perempuan lain.”
Zayn menatapnya sejenak, sedikit prihatin. “Kalau begitu, ayo aku antar pulang. Kamu butuh istirahat.”
“Ya,” jawab Carisa mantap, lalu berjalan pergi bersamanya.
Tak lama setelah mereka meninggalkan rumah sakit, asisten Ethan datang membawa dokter pribadi dan beberapa perawat untuk memeriksa kondisinya lagi. Banyak rekan bisnis Ethan juga mengirimkan bunga dan hadiah untuk menunjukkan perhatian, meski semuanya ditolak Ethan karena ia tidak ingin kegaduhan.
Hanya beberapa orang dekat yang diperbolehkan menjenguknya. Salah satunya Dion dan Hanna, yang datang sambil membawa vitamin dan makanan tambahan.
Dion berdiri di samping ranjang, menatap Ethan dengan khawatir. “Ethan, Apa lukamu sudah membaik?”
Ethan hanya melirik dingin. “Jangan berdiri terlalu dekat. Aku baik-baik saja.”
“Baik, baik, baik, aku memang salah karena terlalu peduli padamu!” ucap Dion.
Hanna yang berdiri di samping langsung tertawa terbahak-terbahak. “Kak Ethan, aku suka sekali lihat kamu menegur Kak Dion seperti itu! Rasanya lega sekali!”
Dion melirik kesal. “Hanna, lidahmu itu benar-benar tajam. Pantas tidak ada yang mau menikahimu!”
Hanna membalas cepat, tidak mau kalah. “Ya setidaknya aku punya banyak pacar tapi hati tetap kosong!”
Dion menanggapinya santai, menahan tawa. “Lebih baik banyak pacar tetapi belum ketemu yang cocok, daripada kamu, yang secara lahir batin tidak ada yang mau!”
“Waaa! Kak!” Hanna nyaris melompat sambil mengepalkan tangan. “Sejak kecil kamu selalu bikin aku kesal! Suatu hari nanti bakal aku tendang kamu biar remuk!”
“Silakan, asal kamu menikah dulu.” Dion menatapnya sambil mengangkat bahu seolah menantang.
“Kau!” Hanna menunjuk Dion tiga kali, napasnya memburu, lalu menoleh ke Ethan sambil tersenyum manis. “Kak Ethan selalu tenang sekali, tidak seperti Kak Dion. Pantas banyak perempuan tergila-gila padamu.”
Ethan hanya merespons dengan sekilas anggukan, lalu kembali menekuni dokumen di tangannya.
Saat membalik halaman, pikirannya justru melayang ke masa lalu. Irish dulu juga cerewet seperti Hanna, selalu ramai dan bersemangat, sangat hidup. Namun sekarang, Irish berubah jauh lebih pendiam, penuh luka, dan itu membuat dadanya terasa berat.
Tatapan Ethan seketika meredup, menampakkan gurat duka yang samar.
Hanna tiba-tiba teringat sesuatu, kemudian berseru, “Oh iya, Kak Ethan, semalam Irish datang lho. Dia menunggu Kak Ethan sampai pagi, menangis terus, katanya tidak mau pulang sebelum Kak Ethan sadar. Kamu ketemu dia tidak?”
Ethan tidak menoleh, hanya menjawab pelan. “Pagi ini dia sempat masuk.”
Hanna mengerucutkan bibir. “Dia sampai memelukmu sambil menangis. Bahkan Kak Carisa marah-marah karena melihatnya begitu.”
“Carisa hanya khawatir padaku.” Ethan membalik halaman lagi dengan ekspresi tetap datar.
Hanna menghela napas. “Tapi Irish juga khawatir sekali, Kak. Dia sampai menyalahkan dirinya sendiri karena kamu terluka waktu menyelamatkan dia.”
Ethan akhirnya menatap Hanna dengan sorot mata dalam. “Aku tidak bermaksud menolong dia. Saat itu aku mencoba menolongmu, tetapi Irish tiba-tiba menahanmu, jadi akhirnya dia ikut tertimpa.”
“Apa?!” Hanna melongo, nyaris menjatuhkan tasnya. “Serius Kak?!”
“Untuk apa aku berbohong?” Ethan menunduk kembali membaca dokumen.
Hanna melirik Dion dengan wajah penuh tanda tanya, tetapi Dion hanya mengangkat bahu tidak mengerti.
Wajah Hanna memerah hebat, dan dia mendadak salah tingkah. “Ka...kak Ethan, aku…aku seperti punya urusan mendadak, aku pergi dulu ya!”
Belum sempat Dion menahan, Hanna sudah melangkah cepat ke pintu.
“Eh, mau ke mana?” Dion menahan lengannya. “Kenapa tiba-tiba pergi?”
Hanna menoleh, pipinya merah sampai telinga. “Kak Dion, jangan tahan aku! Aku benar-benar harus pergi!”
Ethan hanya menatap datar. “Kalau mau pulang, antar saja Dion."
Dion menghela napas. “Baiklah, Ethan. Kau istirahat yang banyak.”
Hanna langsung menarik Dion ke luar ruangan. Begitu di lorong rumah sakit, Dion melepaskan tangannya dengan kesal. “Hanna, kamu kenapa sih? Kelakuanmu aneh sekali!”
Hanna menunduk, menahan malu. “Kak Dion, kamu tidak lihat? Kak Ethan jelas-jelas memberikan tanda…”
“Tanda apa?” Dion semakin bingung.
Hanna menelan ludah, wajahnya memerah. “Sepertinya… Kak Ethan suka padaku.”
“Hah?!” Dion nyaris terbatuk. "Ethan? Suka padamu?!”
Hanna menatap Dion dengan wajah serius. “Iya, Kak! Dia sampai rela tertimpa lampu demi menyelamatkan aku, itu kan tidak wajar?”
Hanna menunduk lagi, suaranya mengecil. “Tapi Kak Ethan sudah punya Kak Carisa, dan aku juga tidak punya perasaan padanya, nanti aku harus menjaga jarak supaya tidak terjadi salah paham.”
Sebelum Hanna selesai bicara, Dion sudah tertawa terbahak-terbahak sampai harus berpegangan ke tembok. “Hanna! Aku kira yang paling narsis di keluarga ini aku, ternyata kau jauh lebih parah!”
Hanna menatap Dion dengan malu dan kesal. “Aku ini serius!”
“Jangan berteriak di rumah sakit!” Dion menepuk kepalanya pelan, menahan geli, lalu menuntun Hanna menjauh. “Sudahlah, Ethan tidak mungkin suka padamu!”
“Kenapa? Aku mau bilang langsung ke Kak Ethan kalau aku tidak punya perasaan apa-apa padanya!” Hanna bersikeras dengan wajah serius.
Dion menatapnya sejenak, lalu berkomentar datar. “Kalau pun Ethan mau suka sama orang lain, orang itu jelas bukan kamu.”
Hanna hendak membalas, tetapi dering ponsel Dion mendadak memotong. Dion merogoh sakunya, melihat nama penelpon, lalu memberi isyarat agar Hanna diam.
“Sayang, ada apa?” jawab Dion sambil tersenyum tipis.
walau memang pada kenyataannya, dia udah sadar istrinya itu adalah ular sihhh 😌
q tunggu kisah kai dan maya
Seneng nya semuanya bisa bahagia
happy ending 😍😍😍
ditunggu karya selanjutnya
apa mungkin akhirnya sad ending 🤔🤔🤔🤔