Genre: Romance, Angst.
Warning: Novel ini mengandung tema
dan muatan dewasa (21+). Juga
mengandung cerita yang
menyesakkan dada. Bagi
pembaca yang belum cukup umur
atau tidak nyaman dengan
konten tersebut,
dianjurkan tidak membacanya.
Follow ⬇️
ig : @aegiyaa5
wattp@d : @aegiyaa
***
"Bukankah ini yang kau inginkan, Yoon Ji? "
Sehun memiringkan kepala sambil menaikkan salah satu sudut bibirnya ke atas. Matanya sudah dipenuhi kabut gairah yang disertai emosi menggelora. Area sensitifnya sudah menegang hingga dia butuh pelampiasan dengan segera. Entakan keras menusuk dari daging tak bertulang yang sudah berdiri menantang sejak tadi, akhirnya menjadi wujud nyata dari semua ancaman Sehun yang tak pernah main-main pada istrinya yang kini sudah mulai kurang ajar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aegiyaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Look At Me
Yoon Ji POV
Aku berjalan sedikit lebih cepat dari biasanya mengingat hari sudah semakin sore. Agar bisa lebih cepat, aku angkat tubuh Sejun bersamaku supaya aku bisa setengah berlari dan tak membuatnya kepayahan untuk menyamakan langkahnya denganku. Jennie... pagi tadi aku sengaja main ke apartemennya bersama Sejun. Dia bilang dia ingin sekali bermain dengan Sejun, hanya saja dia sedang tidak enak badan dan butuh teman.
Dia bilang seperti itu tadi pagi di telpon. Aku sempat khawatir kalau dia sakit parah. Suaranya yang terdengar serak, menambah keyakinanku untuk menjenguknya sesegera mungkin. Tapi setelah sampai... kurasa ia tak separah yang ada dipikiranku. Yang benar saja! Karena ketika dia membuka pintu apartemennya, aku disambut dengan senyum innocent dengan masker bengkoang yang masih membalut wajahnya.
Aku bersyukur dia tampak baik-baik saja bahkan sangat baik, tapi tetap saja aku sedikit merasa jengkel. Apa sahabatku itu tidak tahu kalau dia sudah membuatku was-was? Tapi... sudahlah. Sudah biasa.
Akhirnya aku menghabiskan waktuku dengan mengobrol panjang lebar dengannya. Aku menceritakan dengan sangat detail tentang liburanku bersama suamiku tercinta ke Paris. Aku memang terbiasa menceritakan semuanya pada sahabat dekatku itu. But skip my experience with my husband in bed, tentunya.
Tentunya semua cerita yang aku sampaikan, berhasil memancing rasa iri Jennie untuk segera ikut menyambangi Paris ketika honeymoon nanti. Mengobrol dengan Jennie, sampai membuatku lupa waktu. Bahkan aku lupa kalau aku harus berbelanja, dan menyiapkan makan malam untuk suamiku. Padahal ini sudah jam setengah lima sore dan aku belum berbelanja apa pun apalagi memasak. Ya Tuhan!
Kurogoh tasku untuk mencari ponselku. Setidaknya aku harus mengabari Sehun tentang keberadaanku sekarang. Aku takut jika dia pulang lalu aku tidak ada di rumah, dia akan kalang kabut seperti waktu itu. Tak lama kemudian, panggilan teleponku pun diangkat olehnya.
"Yes, Darling."
"Sehun, aku dan Sejun sedang pergi ke Tesco Express, kau sudah pulang ke rumah?" tanya Yoon Ji.
"Aku masih di kantor, Sayang. Aku pulang agak telat hari ini."
"Begitu, ya? Sebenarnya sebelum ke Tesco, tadi aku pergi sebentar menemui Jennie bersama Sejun. Kami berdua asyik mengobrol, sampai aku sedikit lupa waktu. Aku baru ingat kalau aku harus pergi berbelanja. Aku takut kau pulang cepat sedangkan aku belum sampai di rumah."
"Tidak masalah. Kemungkinan aku baru tiba di rumah sekitar jam tujuh atau jam delapan."
"Baiklah. Aku akan sampai di rumah sesegera mungkin."
"Iya, Sayang. Hati-hati di jalan dan jangan terlalu lama di luar. Cuaca sedang dingin dinginnya," kata Sehun mewanti-wanti.
"Aku tidak akan lama, Sayang."
"Istri pintar. Kiss me, please." Suara Sehun terdengar manja.
Aku memutar mata malas tapi tersenyum juga. Suamiku itu memang seperti itu. Aku berikan kecupan dari jauh untuknya sebelum aku memutuskan telepon. Aku harus cepat.
... My Regret ...
Taehyung POV
Disinilah aku... memakai topi hitam dan masker hitam yang menutupi wajah. Membelakangi gadis yang sangat aku kenali namun tidak berani aku sapa. Aku sangat mengenalinya, tapi sayangnya dia tidak! Tidak masalah aku disebut penguntit. Karena memang... aku pun merasa seperti itu. Aku sudah gila dan aku tahu itu.
Sudah terlanjur menguntit, ikuti saja sekalian. Aku membuntutinya dari sebuah apartemen yang aku tahu itu merupakan kediaman sahabat karibnya, Jennie. Asal kau tahu. Aku tidak sekali ini saja menjadi penguntit dadakan seorang Oh Yoon Ji.
Sebenarnya aku benci memanggilnya dengan nama Oh Yoon Ji. Mudah saja. Karena Yoon Ji tidak ingat padaku. Yang mengenaliku itu Kim Aegi sedangkan Yoon Ji... dia tidak mengenaliku sama sekali, padahal aku ini adalah sahabat baiknya sejak kecil.
Saking gilanya, aku bahkan sampai menguntit acara honeymoon-nya ke Paris. Memerhatikan dia dari jauh sementara sakit menggelayuti hatiku. Setelah aku mendengar penjelasan dari Namjoon, aku putuskan untuk mencari tahu semuanya secara detail dengan harapan, aku bisa menemukan titik terang sebelum aku kembali ke Seoul mengurus bisnisku sendiri.
Benar dia hilang ingatan. Dia sudah menikah dan memiliki anak. Yoon Ji adalah Aegi yang terus aku cari keberadaannya selama ini. Aku ingin sekali memiliki kesempatan untuk mengobrol berdua dengannya. Aku ingin mencoba mengingatkannya tentang dirinya di masa lalu yang didalamnya masih ada aku. Namun setiap kesempatan itu ada, tiba-tiba saja tubuhku terasa beku. Aku tidak bisa berkata apa pun. Ingin melangkah mendekat saja... kakiku malah seakan tertanam di tanah. Diam tak bergerak, lagi-lagi hanya bisa melihat dari jauh.
Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Apa aku memang harus muncul? Lalu untuk apa aku menceritakan tentang masa lalunya kepada Yoon Ji? Melihat caranya tersenyum saat bersama pria itu, membuatku menarik kesimpulan bahwa dia sudah hidup bahagia. Ironisnya, dia tidak membutuhkan aku untuk bahagia sedangkan aku kebalikan darinya. Pada akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa penantianku selama beberapa tahun tidaklah berarti.
Kesimpulan itu membuatku sadar. Tetap saja ada hal yang tidak bisa aku raih dalam hidupku, meski aku sangat menginginkannya. Meski aku mati-matian mengusahakannya. Keberadaanku di London sekarang... ralat! Keberadaanku yang hanya berbeda jarak beberapa meter saja dengannya karena mengikutinya diam-diam, bisa dikatakan sebuah pengkhianatan kepada diriku sendiri untuk tidak mengganggunya.
Kali ini aku mencoba memadukan akal dan hatiku. Tolong mengertilah... aku hanya ingin menjadi temannya saja meski tidak sedekat dulu. Tidak ada niatan sedikit pun untuk merebutnya kembali, karena dari awal mula dia bukanlah milikku. Tidak pernah menjadi milikku.
Aku berbalik dan mendapatinya tengah menoleh padaku. Anggaplah dia tidak sengaja melihatku. Anggaplah juga ini saatnya untuk aku memulai pembicaraan.
"Annyeong haseyo, Yoon Ji ssi... masih mengingatku? "
... My Regret ...
Taehyung membuka masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya agar lawan bicaranya bisa mengenalinya lebih jelas.
"Annyeong haseyo. Kim Taehyung ssi? Tentu aku masih ingat. Kebetulan sekali kita bertemu di sini."
Seperti biasanya, Yoon Ji tersenyum ramah. Namun hati Taehyung yang kembali tak seperti biasanya. Hanya bersama gadis ini jantungnya berdetak tak beraturan dari dulu sampai sekarang.
Ini tidak kebetulan Yoon Ji. Aku yang mengikutimu lebih tepatnya. Maaf.
"Iya. Kebetulan sekali kita bisa bertemu lagi di sini. Tadinya aku ingin berbelanja keperluan untuk beberapa hari ke depan. Aku dengar dari ramalan cuaca, kalau beberapa hari nanti akan turun badai salju," kata Taehyung, menjejalkan kedua tangannya ke dalam saku.
"Iya, aku juga. Aku ingin belanja sekaligus banyak agar nanti tidak perlu sering keluar rumah untuk berbelanja." Yoon Ji merapatkan sedikit jaketnya agar tubuhnya merasa lebih hangat.
"Bagi orang yang tidak suka musim dingin, keluar rumah membuatnya tidak nyaman. Kau tidak suka musim dingin, kan?" tanya Taehyung, yang sontak membuat Yoon Ji menatapnya secara saksama.
Bagaimana dia tahu?
"Ah! Aku hanya menebak-nebak. Maaf kalau salah. Karena aku sendiri orang yang tidak begitu tahan dengan cuaca dingin."
Apa yang Taehyung katakan seakan menjawab pertanyaan hati Yoon Ji yang tidak dia suarakan. Sebagai balasan, Yoon Ji hanya tersenyum sembari mengangguk. Tidak mengiyakan, tidak pula menyalahkan.
"Halo, siapa namamu?" sapa pria itu ketika pandangannya terpusat pada Sejun.
Taehyung membungkukkan sedikit tubuhnya, agar dia bisa melihat lebih jelas wajah anak kecil yang tak pernah lepas dari genggaman Yoon Ji.
"Ini anakku, Sejun," kata Yoon Ji.
Taehyung tersenyum manis, mengajak Sehun berkenalan. Bocah kecil itu pun menyambut uluran tangan Taehyung dengan ramah. Sebuah kemajuan karena biasanya Sejun takut dengan orang baru.
"Anak yang tampan. Senang bisa bertemu denganmu," kata Taehyung tulus.
"Paman."
"Ya?"
"Paman temannya mamaku?" tanya Sejun sembari menunjukkan wajah polosnya yang menggemaskan.
"Benar. Aku temannya." Taehyung membelai pipi Sejun gemas. "Berapa umurmu sekarang?" lanjutnya lagi.
Sejun tak langsung menjawab karena suara pengumuman dari speaker keburu menyita perhatian orang-orang yang sedang berada di swalayan itu. Di sana diberitakan bahwa di luar sedang turun badai salju. Para pengunjung diingatkan untuk lebih berhati-hati karena salju yang lebat membuat jarak pandang terganggu.
Yoon Ji menghirup napas dalam-dalam. Sudah alamat dia bakal pulang telat. Dia belum begitu mahir menyetir mobil apalagi di jalanan bersalju. Dia juga tidak mau ambil resiko dengan tetap nekat menerjang salju yang turun dengan lebatnya. Yoon ji lantas merogoh kantong mantelnya, tempat terakhir kali ia meletakkan ponsel untuk memberitahu Sehun kalau ia terpaksa pulang telat.
"Ah! Sial sekali." Yoon Ji menggerutu saat layar ponselnya mati gara-gara dia lupa tidak mengecas ponselnya sebelum pergi.
"Ada apa?" tanya Taehyung penasaran.
"Aku harus memberitahu suamiku kalau aku akan pulang terlambat. Tapi ponselku malah mati."
"Oh, aku bawa powerbank di ranselku. Kau bisa meminjamnya. Kalau kau tetap ingin menelpon suamimu, pakai ini dulu."
Taehyung menyodorkan handphone miliknya dan merogoh ranselnya mencari powerbank yang ia bawa. Awalnya Yoon Ji ragu untuk menerimanya, tapi... tak apalah. Dia merasa tidak enak hati kalau Sehun sampai rumah terlebih dahulu, tetapi tak tersedia hidangan apa pun untuknya di atas meja.
"Terima kasih. Maaf merepotkan." Yoon Ji langsung mengetikkan nomor telepon Sehun yang pastinya dia hapal di luar kepala. Sudah tiga kali ia mencoba untuk menghubungi suaminya itu tapi tetap tidak diangkat. Wanita itu menatap Taehyung yang juga tengah menatapnya dengan tatapan kecewa lalu berkata, "Suamiku tak mengangkat teleponku."
...My Regret...
Saat Sehun baru menginjakkan kakinya di rumah, bertepatan dengan pengumuman yang menyatakan turunnya badai salju di swalayan. Ponsel Sehun tertinggal di meja kantor yang menyebabkan ia tak mengangkat panggilan dari istrinya itu. Sehun mengira kalau Yoon Ji sudah pulang di rumah. Karena tadi di telepon, istrinya berkata akan pulang sebelum Sehun pulang.
Lagi pula, sudah tercium bau sedap masakan dari arah dapur yang memicu perut Sehun yang memang sedang lapar untuk berbunyi. Ini pasti Yoon Ji. Pikirnya. Sehun melongok ke arah dapur, menatap punggung seseorang yang ia kira adalah istrinya. Sehun tersenyum. Ia letakkan tas kantornya di meja terdekat dari tempatnya berdiri, membuka jas kerjanya, dan mengendurkan dasi yang ia pakai. Sehun berjalan mengendap-endap. Berdiri di belakang Sejeong yang ia kira Yoon Ji, berniat untuk mengagetkannya.
Entah apa yang terjadi, seketika lampu padam hingga semua penjuru ruangan gelap. Gadis itu menjerit kaget. Dua hal yang membuatnya memekik yaitu pertama, dia memang takut gelap. Kedua, seseorang tiba-tiba memeluknya erat dari belakang. Tak lama kemudian, lampu kembali menyala dan ruangan kembali terang memperjelas semuanya. Sehun terbelalak begitu pula dengan Sejeong.
"Se... sehun...?" Sejeong tergeragap.
"Kau?"
"Ada apa ini."
Dari ambang pintu terdengar suara yang menginterupsi mereka berdua. Menatap wajah mereka yang terlihat gugup.
. . . . .