Mirna gadis miskin yang dibesarkan oleh kakeknya. Dia mempunyai seorang sahabat bernama Sarah.
Kehidupan Sarah yang berbanding terbalik dengan Mirna, kadang membuat Mirna merasa iri.
Puncaknya saat anak kepala desa hendak melamar Sarah. Rasa cemburunya tidak bisa disembunyikan lagi.
Sang kakek yang mengetahui, memberi saran untuk merebut hati anak kepala desa dengan menggunakan ilmu warisan keluarganya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Yuk baca kisahnya, wajib sampai end.
29/01'25
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 21 Merasa Bersalah
🦉🦉🦉
"Itu bung...
"Ibu! Kenapa lama sekali? Dari tadi bapak nelpon, cariin ibu dan Sarah." Salman berlari menghampiri Bu ayu dan Sarah.
"Sejak tadi disini apa mereka tidak lelah? Padahal hari sudah hampir menjelang sore." Gumam Salman dalam hati.
"Ayo pulang, Bu! Nanti bapak marah-marah, aku gak tahu harus jawab apa." Ucap Salman mengajak kedua wanita itu untuk segera pulang.
"Iya, ayo Sarah!" Bu Ayu mengajak Sarah, matanya sekilas melirik bungkusan kecil yang sering dibawa Sarah kemana pun dia pergi.
Di perjalanan pulang, hati Bu Ayu semakin gelisah. Dia mengingat semua ucapan Mak Denok, tentang pelet itu, penyebabnya, bahkan sampai diminta untuk mendidik Sarah.
Iya Sarah, orang baru yang masuk ke keluarganya adalah Sarah. Karena dia yang baru saja melakukan pernikahan dengan Purnomo. Ataukah Mirna? Wanita yang baru dibawa pulang oleh suami, besan, dan anaknya.
"Hufftt!"
Mendengar ibu mertuanya menghembuskan nafas kasar, Sarah segera berbalik.
"Ibu kenapa?" Tanyanya.
"Ibu cuma capek saja. Ini jam berapa sih, kok ibu rasa lapar." Kata Bu Ayu.
"Ini sudah mau Maghrib, Bu. Aku heran sama Ibu, kalau Mak Denok gak ada di dirumah kenapa harus nunggu begitu lama. Kita bisa pulang dan besok datang kembali." Ucap Salman.
"Sudah mau Maghrib? Perasaan Ibu cuma sebentar ngobrol sama Mak Denok, kok bisa sampai sore begini." Heran Bu Wati.
"Sebentar apanya, Bu. Ibu tu dari kita datang, cuma ketuk pintu terus. Gak ada orang yang keluar." Balas Salman. Dia melihat dari kejauhan, ibu dan istri sahabatnya hanya berdiri di depan pintu hingga sore hari.
"Kalo gitu kenapa gak nyamperin ibu, Man?" Selidik Bu Ayu.
"Mau nyamperin, Bu. Tapi kata orang yang jagain pagar, gak boleh ganggu sampai ibu berada di tengah halaman rumah. Katanya nanti Mak Denok gak mau bantuin." Terang Salman.
"Mak Denok nya ada kok, Man. Kita juga dikasi tahu cara menghilangkan pelet itu." Jawab Bu Ayu.
Sedangkan Sarah dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri, mengingat ucapan Mak Denok bahkan niat busuknya bisa diketahui oleh Nenek Tua ahli sihir itu.
"Tapi tadi aku gak liat ibu sama orang lain, hanya ada Sarah disana." Ucap Salman.
"Masa sih, salah liat kamu. Iya kan, Sarah?" Bu Ayu meyakinkan Salman dengan meminta pendapat Sarah tapi tidak ada jawaban.
"Sarah kenapa, Bu?" Tanya Salman.
"Nanti saja dirumah, ibu ceritakan semuanya." Bu Ayu kembali menatap menantunya, yang sikapnya semakin aneh sejak keluar dari rumah Mak Denok.
"Apa Sarah kesambet jin dirumah Mak Denok?" Gumam Bu Ayu dalam hati.
🦉🦉🦉
Bu Ayu dan Sarah tiba saat Adzan Isya berkumandang, mereka terlambat karena Salman harus singgah sholat Maghrib dulu.
"Kalian darimana? Kenapa jam segini baru pulang? Kenapa tidak mengawasi Mirna dan Purnomo di rumah?" Pak Tejo sudah menunggu di ruang tamu. Saat melihat Bu Ayu dan Sarah masuk ke rumah, dia memberondongi keduanya dengan pertanyaan.
"Bapak ini, orang baru sampai sudah ditanyain ini itu." Ucap Bu Ayu. Dia mendudukkan dirinya di sofa, bersebelahan dengan suaminya. Sedangkan Sarah memilih duduk terpisah, di sofa yang bersebrangan dengan mertuanya.
"Bagaimana gak bertanya, Bu!? Kalian pergi jam berapa, pulang jam berapa? Ada tidak kalian izin sama bapak, paling tidak kirim pesan." Kesal Pak Tejo.
"Iya, Maafin ibu, pak! Ini salah ibu, asal pergi-pergi saja." Bu Ayu menyadari kesalahannya, dan segera meminta maaf. Harusnya sebagai istri yang baik, kemanapun dia pergi, apapun yang dilakukan, semua harus diketahui oleh suaminya.
Sarah pun merasa bersalah, karena desakannya sang ibu mertua akhirnya pergi tanpa berpamitan.
"Aku memang selalu memaksakan kehendak ku. Aku yang salah!" Gumam Sarah dalam hati. Wajahnya berubah sendu.
Bu Ayu memperbaiki suasana yang tegang dengan menanyakan hasil dari mencari orang yang bisa mengobati putranya.
"Bapak sudah ketemu ustadz yang bisa bantuin Purnomo?" Tanya Bu Ayu.
"Belum, Bu. Ustadz Syarif sedang keluar kota, belum pasti kapan pulangnya." Jawab Pak Tejo penuh dengan kecemasan, yang terlihat jelas di raut wajahnya.
"Pak, Ibu sudah tau gimana cara nyembuh-in Purnomo." Sontak Pak Tejo menoleh pada istrinya.
"Yang benar, Bu. Ibu tau darimana?" Tanyanya antusias.
"Mak Denok, orang pintar yang tinggal di ujung kampung sebelah. Tadi aku dari sana bareng Sarah dan Salman." Bu Ayu melihat ke arah menantunya.
Tapi Bu Ayu melihat gelagat yang tidak seperti biasanya. Menantunya terlihat tidak suka, kala dia membahas tentang Mak Denok.
"Ada apa, Neng?" Akhirnya Bu Ayu melontarkan tanya pada Sarah.
"Tidak apa-apa, Bu!" Balas Sarah sembari menggeleng cepat.
"Ibu kira kamu kecape-an karena sudah pulang pergi ke kampung sebelah." Kata Bu Ayu, pandangan matanya selalu mengarah kebungkusan yang selalu dijaga baik-baik oleh Sarah.
"Kalau kamu cape mending istirahat saja dulu, Sarah. Biar ibu yang menceritakan semuanya ke Bapak." Ucap Pak Tejo.
"Gak kok, Pak. Aku juga mau tau pendapat bapak setelahnya, jadi biarkan aku disini." Balas Sarah.
Bu Ayu menceritakan semuanya pada Pak Tejo dari awal hingga akhir. Membuat Pak Tejo tersenyum, akhirnya ada jalan untuk mengobati putranya.
"Selama ini kita tidak tahu kalau Purnomo mempunyai kekasih, besok bapak akan minta orang untuk mencari wanita itu." Pak Tejo terlihat bersemangat.
"Tapi pak, apa tidak sebaiknya memakai cara lain. Belum tentu wanita itu mau datang, apalagi kalau mengetahui Purnomo sudah menikah." Api cemburu semakin berkobar di hati Sarah, dia tidak mau wanita itu menjadi penolong Purnomo.
"Tidak ada salahnya mencoba, Sarah. Semua ini demi kebaikan Purnomo juga, kalau memang ada alternatif lain, kita juga akan mencobanya." Ucap Pak Tejo bijak.
Sarah semakin cemas, dia takut kalau kekasih Purnomo ditemukan, maka pasti dia akan tersingkir. Makanya dia berusaha untuk tidak mengikuti saran dari Mak Denok.
"Pak-Bu! Semisalnya kekasih kang Purnomo ditemukan, apakah pernikahan kami tetap akan berlanjut?" Tanya Sarah. Dia sudah membulatkan hatinya, untuk mendengar langsung jawaban mertuanya.
"Jangan pikirkan kesitu dulu, Neng. Biarkan itu menjadi urusan belakang. Fokus kita cuma kesembuhan Purnomo dan menemukan kekasih hatinya di kota." Ucap Ibu mertuanya.
Sarah dalam dilema, suaminya kini dikuasai Mirna, wanita pujaan suaminya akan segera datang, lalu apa yang dia miliki? Hanya air mata dan kehancuran.
"Ini salahku, semua salah ku. Aku memaksa untuk bisa memiliki kang Purnomo seutuhnya, walau tahu dia tidak menyukai ku. Segala cara kutempuh, bahkan sampai menggali kuburan yang sudah ditutup tanah." Gumam Sarah dalam hati.
Sarah melangkahkan kakinya dengan gontai, menuju ke kamar tamu. Apa ini balasan untuknya, yang selama ini selalu bersikap egois?