Ayu Lestari, seorang wanita yang harus rela pergi dari rumahnya saat warga mengetahui kehamilannya. Menghabiskan satu Malam dengan pria yang tidak di kenalnya, membawa petaka dan kemalangan pada Ayu, seorang wanita yang harus rela masa depannya terenggut.
Akankah Ayu menemukan siapa ayah bayi yang di kandungnya? bagaimana reaksinya saat mengetahui bahwa pria yang menghamilinya adalah seorang pria yang di kenal culun?
Penasaran kan? yuk ikuti terus kisahnya sampai akhir ya, jangan lupa tambahkan subscribe, like, coment dan vote nya. 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikah
"Kalau begitu, Ayu sama ayah anak haram itu harus menikah!" Seru seorang pria bertubuh hitam.
Gibran dan Ayu mematung di tempatnya, rahang keduanya terbuka lebar, sedetik kemudian mereka saling bertatap muka.
M-menikah? Batin Ayu.
A-apa!.Batin Gibran.
Tentu saja keduanya terkejut bukan main, mereka berpikir bisa mengurus Raja bersama-sama tanpa harus menikah. Toh, Raja sudah besar dan Gibran pula tidak paham betul seperti apa karakter seorang wanita. Apalagi Ayu, sebagian banyak waktunya di gunakan untuk mencari uang demi membantu perekonomian keluarganya, bahkan sekolahnya pun hanya sampai duduk di bangku sekolah menengah atas kelas 2. terbatasnya biaya membuatnya kesulitan untuk mencari pekerjaan, apalagi mencari pria ataupun memiliki pacar.
"Tenang, Ibu-ibu dan bapak-bapak semuanya. Saya selaku ketua Rw disini, akan mengurus semuanya bersama aparat Desa agar tidak memancing keributan dan mengganggu kenyamanan warga lainnya. Apapun Keputusannya, mereka berhak menentukan apa yang terbaik bagi keduanya sehingga tidak ada yang di rugikan nantinya. Sebagai warga negara yang mencintai kedamaian, lebih baik kalian pulang dan serahkan semuanya kepada kami. Sekian, dan terimakasih." Ucap Pak Rw dengan memohon kepada para tetangga yang hadir di kediaman rumah Satyo.
"Baik, secepatnya kami tunggu jawaban dari kalian. jika Ayu menolak menikah, lebih baik angkat kaki kembali dari kampung ini, jangan pernah injakkan kaki disini! Setuju, Ibu-Ibu Bapak-Bapak!" Sahut wanita berambut ikal meminta persetujuan waga lainnya.
"Kalau mereka setuju, nikahkan mereka di hadapan kami saat itu juga!" Seru perempuan gempal tak kalah nyaringnya.
"IYA BETUL!"Para tetangga sekitar pun setuju dengan pendapat permepuan berbadan gempal.
Para tetangga sekitar pun membubarkan diri, keluarga Wiratma, keluarga Satyo pun masuk bersama para Rt, Rw dan juga Aparat Desa. Mereka semua mendiskusikan apa yang telah di suarakan oleh salah satu warga, Ayu nampak memainkan jemarinya dengan kepala tertunduk dan jantung yang berdegub tak karuan. Begitu pun dengan Gibran, pria itu nampak tenang namun hatinya sedang tak baik-baik saja.
"Jadi, bagaimana dengan Ayu dan Mas Gibran? Apa kalian bersedia menikah?"Tanya salah seorang Aparat Desa.
"Aku bersedia." Tegas Gibran dengan suara lantangnya. Setelah berpikir dengan keras, tidak ada salahnya jika dia menerima kemauan tetangga Ayu. Toh, dia memang ingin membersihkan nama Ayu, lagipula Raja pasti mau memiliki keluarga yang lengkap seperti anak yang lainnya.
"Bagaimana denganmu, Nak?" Tanya Satyo dengan lembut.
Butuh pertimbangan yang cukup matang untuk memutuskan semuanya, Ayu pun cukup terkejut dengan kelantangan Gibran. Apakah memang ia di takdirkan oleh Tuhan menikah dengan pria culun, pria yang di nilai berbeda dari pria pada umumnya, kepolosannya saja bisa di jerumuskan oleh orang lain sampai akhirnya berbuntut panjang.
"B-baiklah, aku setuju."
Ayu menghela nafasnya panjang, semoga ini memang menjadi keputusannya yang benar. Memberikan keluarga lengkap untuk Raja, tidak ada salahnya jika harus berkorban sampai sejauh ini.
Keluarga Satyo menatap Ayu dengan tatapan penuh tanda tanya, mereka hanya khawatir keputusan Ayu itu terlalu terburu-buru sampai akhirnya menyetujuinya. Sementara keluarga Wiratma senang dengan jawaban Ayu, mereka akan mengurus semuanya sampai selesi dan membawa Ayu serta Raja ke kediamannya.
"Syukurlah, dengan begitu para warga tidak akan mendemo Ayu dan memberikan berbagai hinaan pada Raja." Ucap Pak Rt.
"Kapan kalian akan melakukan ijab qobul?" Tanya Pak Rw.
"Hari ini juga." Tegas Gibran dengan wajah datarnya.
Gibran ingin segera menyelesaikan semuanya tanpa harus bertele-tele lagi, dia kasihan melihat Ayu dan anaknya harus menerima cacian yang tidak seharusnya mereka dapatkan. Wiratma diam-diam salut dengan keberanian di balik sikap polos Gibran, dia tak menyangka jika anaknya itu bisa tegas.
Keputusan akhirnya adalah, Gibran dan Ayu di nikahkan secara agama dan di saksikan oleh para tetangga yang sebelumnya berdemo. Rencananya, mereka akan menikah secara Negara satu minggu kemudian dan melangsungkan resepsi yang megah dan di hadiri oleh orang-orang tertentu saja.
"SAH!" Suara sakral menggema di rumah yang sederhana, Ayi dan Gibran kini menyandang status sepasang suami istri.
Dengan tatapan kosong Ayu memandang lurus kearah depan, di dalam benaknya begitu banyak pertanyaan. Apakah ini awal bahagianya, atau kah awal penderitaannya lagi.
Ayu menyalimi tangan Gibran, begitupun Gibran yang mengecup kening Ayu dan dari sanalah keduanya merasakan kehangatan dan juga desiran yang mengalir di sekujur tubuhnya.
Sentuhan itu? Sentuhan dimana Ayu pernah merasakannya di dalam kegelapan malam, deraian air mata dan juga permohonan agar ia bisa lepas dari cengkraman pria yang saat itu menodainya dan sekarang malah menjadi suaminya.
"Aku berjanji, akan membahagiakanmu dan Raja." Ucap Gibran menggenggam tangan Ayu.
Ayu hanya diam tak menjawan apapun ucapan Gibran, dia masih berperang dengan pikirannya yang berkelana jauh tak tahu arah. Raja membuyarkan lamunan Ayu, dia menampilkan senyum manisnya dan juga rentetan gigi putih yang berjejer rapih.
"Ibu, kata Nenek kita akan tinggal selamanya di rumah Nenek. Yeaayyy, aku bisa bermain dengan kak Tania dan juga Gabby." Raja berseru dengan wajah antusiasnya.
"Raja senang?" Tanya Gibran seraya mengelus pucuk kepala sang Putra.
"Tentu saja senang, Ayah. Aku bisa belajar taekwondo dengan kak Gabby, kak Tania mengajariku melukis dan masih banyak yang lainnya. Tapi, aku lebih senang belajar bisnis sama Kakek. Dengan berbisnis aku bisa menghasilkan banyak uang, Raja gak mau melihat Ibu bekerja lagi, kata teman Ibu kalau badan Ibu kurus karena terlalu bekerja keras." Celoteh Raja seakan tak memiliki jeda, dia berbicara dengan begitu lancarnya.
Meskipun usianya masih kecil, Raja sudah memiliki rasa tanggung jawab. Sebagian besar anak seumuran Raja hanya akan fokus dengan dunianya sendiri, tetapi Raja yang di lahirkan tanpa sosok ayah di sampingnya membuat anak itu harus mengerti dengan keadaan di sekitarnya.
"Benarkah? Kalau begitu, Ibu harus berhenti bekerja mulai sekarang. Biar Ayah saja yang bekerja, Raja fokus sekolah dan belajar dengan giat supaya kelak bisa bahagiakan Ibu seperti apa yang Raja mau." Ucap Gibran dengan penuh kelembutan.
Mata Ayu sudah berkaca-kaca, ternyata selama ini Raja begitu memperhatikannya. Dia tak kuasa menahan sesak di dadanya, di dekapnya tubuh mungil itu kedalam pelukannya, hanya sebuah sentuhan yang mampu berbicara seperti apa hatinya. Rasa bersalah karena tak memberikan Raja kehidupan yang layak, Ayu berharap Gibran memang memenuhi janjinya, terutama untuk putranya.
Minal Aidzin walfaidzin para readers semua 🙏 maafkan author jika banyak salah sama kalian 🙏😘
/Slight//Slight/