🏆🥈Juara 2 YAAW S 10
" Aku akan melakukan apapun untukmu. Meski harus kembali menemui pria itu. Hidupmu adalah hidupku. Bunda mohon bertahanlah sayang. Hanya kamu hidup bunda nak. "
Akibat kesalahan semalam yang dia perbuat Kaluna melahirkan seorang putra yang ia beri nama Taraka. Ia membesarkan Tara seorang diri, namun hancur hati Kaluna saat dokter memvonis putra nya yang berusia 5 tahun ini dengan penyakit yang mengancam nyawa.
Kesehatan Taraka semakin memburuk. Dengan berat hati ia pun Akhirnya pergi mencari pria tersebut agar putranya bisa hidup lebih lama.
Bagaimana reaksi si pria saat tahu dia ternyata memiliki putra dari wanita yang bahkan sama sekali tidak dikenalnya itu?
Akankah hidup Taraka terselamatkan?
Folow IG author @anns_indri
Kalau suka jangan lupa tinggalkan like setelah membaca. Terimakasih. Like Anda dukungan terbesar bagi penulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JMB 21. Gagal Healing
Air mata gadis itu luruh sepanjang dia mengemudikan mobilnya. Sebenarnya dia sudah siap dengan jawaban Yasa tadi. Tapi tetap saja rasa sakit itu menggelayut dalam hatinya. Bagaimanapun Yasa sudah memiliki tempat di hatinya.
" Aku beserta ayah dan ibu akan menemui kedua orang tuamu secara resmi untuk mengatakan hal ini. Maaf Ra, aku benar-benar minta maaf. Aku tahu kamu pasti sakit hati terhadap ucapanku ini. Tapi sungguh aku tidak mau menyakitimu lebih dalam lagi."
Kata-kata Yasa masih terngiang di kepala Ciara. Gadis itu menggelengkan kepalanya cepat untuk menghapusnya. Merasa dirinya tidak fokus mengemudi, Ciara memilih menepikan mobilnya disebuah coffee shop yang ada di sebelah jalan. Ia butuh menyegarkan pikirannya saat ini.
Haaah
Gadis itu membuang nafasnya kasar. Dia menghapus air matanya terlebih dahulu sebelum keluar dari mobil.
Ceklek
Brak
Ciara sedikit keras menutup pintu mobilnya. Ia kemudian berjalan melenggang masuk ke dalam coffee shop tersebut. Namun sebuah panggilan membuat gadis itu berhenti.
" Ra, tunggu!"
" Maaf, anda memanggil saya?"
" Eeh, maaf mbak bukan. Saya memanggil teman saya yang ada di depan mbak itu. Abra! Kampret tungguin napa."
Pria yang bernama Abra di depan Ciara langsung menoleh ke belakang. Mata Ciara dan Abra saling bertemu. Ciara membulatkan matanya.
" Laah si om yang kemaren."
" Eeh bocah. Am om am om. Dibilang gue belum setua itu buat dipanggil om kecuali ma ponakan-ponakan gue."
Ciara memutar bola matanya malas mendengar celotehan Abra yang menurutnya sangat tidak jelas. Gadis itu kemudian melenggang pergi menuju ke tempat memesan kopi. Segelas americano dingin extra large ia pesan. Sungguh saat ini Ciara sedang ingin mengembalikan mood nya dengan menenggak kopi kesukaannya.
Pesanan Ciara langsung jadi, ia pun membayar dan duduk di tempat yang kosong. Ciara mulai meminum kopinya. Rasa segar merembet ke tenggorokannya. Ia melihat ke arah arloji yang melingkar di tangan kanannya.
Gadis itu bergumam pelan, " Masih ada waktu 2 jam lagi untuk bertemu dengan klien."
Di sisi lain, dua pria yang tadi Ciara temui juga langsung memesan. Mereka memilih espresso untuk mereka nikmati bersama. Kedunaya celingukan memiih tempat yang ternyata sudha penuh itu. Hanya tinggal sagu meja dimana disana ada gadis yang mereka temui tadi di pintu masuk.
" Maaf mbak boleh gabung nggak,tidak ada tempat yang kosong lagi soalnya."
" Silahkan."
Ciara tentu memberikan kedua pria itu tempat. Dilihatnya sekeliling memang sudah tidak ada lagi tempat yang kosong. Ciara benar-benar tidak merasa terganggu dengan keberadaan dua orang pria yang baru saja ia temui itu. Kecuali yang bernama Abra. Mereka tentu sudah pernah berjumpa saat di rumah sakit.
" Hei bocah, ngapain keluyuran sendiri. Awas lho dicariin emak bapak mu."
Ciara hampir saja tersedak kopi dingin yang barus saja masuk ke mulutnya. Ucapan pria yang duduk di depannya itu sungguh tiba-tiba. Ciara tidak habis pikir dengan sikap pria tersebut.
" Om, maaf ya. Saya bukan bocah. Saya kategori wanita dewasa. Saya bukan anak usia 5 atau 10 tahun."
Abra melengos, sedangkan temannya Rey hanya terkekeh geli melihat kelakuan absurd temannya itu. Rey, dirinya padahal sudah sangat absurd tapi ternyata masih ada yang lebih darinya. Jika Rey suka ngebanyol maka Abra adalah yang paling ceplas-ceplos. Pria itu suka bicara tanpa dipikirkan dulu. Sungguh berbeda dari kedua saudara kembarnya.
Ya putra dari Juna dan Rama itu berteman dekat. Circle mereka pun tidak jauh-jauh dengan putra-putra dari Dika dan Radi juga. Yaa sudahlah, memang hanya disitu-situ saja mereka. Terlebih Rey berhasil menikahi sepupu Abra yang bernama Arumi.
Terlihat Ciara yang kesal langsung pergi ke luar sambil membawa kopinya yang masih setengah penuh. Keinginannya healing sejenak nyatanya bubar sudah karena ulah seorang pria yang tidak sengaja ia tabrak tempo hari saat berjalan keluar dari ruang perawatan Hasna.
" Kampret, haish. Mana setelah ini gue harus meeting lagi."
🍀🍀🍀
Di ruangan Yasa, Hasna dan Radi masuk setelah beberapa saat mereka tadi meninggalkan putranya dan Ciara untuk saling berbicara. Yasa meminta sang ayah untuk memintakan izin kepada om nya soal absennya dirinya kali ini.
" Ayah harus beritahu Om Andra cepat. Soalnya lusa aku kan di dapuk untuk jadi moderator seminar dari mentri kebudayaan. Nanti kalau mepet Om Andra kebingungan cari gantinya."
" Iya, aish kenapa kamu jadi cerewet begitu sih Yas. Apa karena sumsum mu di sedot sedikit lalu sikap cool mu dan datar mu juga berkurang?"
Plak
Sebuah keplakan lembut mendarat ke lengan Radi dari sang istri. Ayah dua anak itu sungguh berbeda dari saat dia muda dulu. Setelah menikah dan memiliki anak, Radi berubah menjadi lebih ramah terhadap orang lain. Tak jarang candaan absurd keluar dari bibir pria tersebut.
Radi langsung menghubungi adiknya tersebut dan mengatakan tentang izinnya Yasa. Paling tidak dua minggu Yasa akan cuti dari pekerjaannya. Andra tidak terlalu banyak bertanya, ia yakin Radi akan menjelaskannya nanti saat dia berangkat ke kampus.
" Bu ayo menjenguk Tara."
Mata Hasna memicing, jiwa isengnya mendadak keluar. Tampaknya pengaruh Andra dalam keluarga Dwilaga cukup besar. Nyatanya kini mereka suka iseng sesama anggota keluarga.
" Ayo, tapi yakin cuma mau menjenguk Tara. Nggak pengen tahu gitu kondisi bundanya seperti apa."
" Bu ... ."
Hasna terkekeh kecil diikuti Radi. Sepertinya apa yang dipikirkan benar, Yasa tertarik dengan ibu dari Tara itu. Tampaknya semuanya harus segera diselesaikan agar hubungan Yasa dan Tara juga Kaluna menjadi lebih baik.
Selain itu ada hal lain yang harus lebih dulu dipastikan, hati Kaluna. Akankah dia mau menerima Yasa? Karena terbiasa hidup sendiri akan membentuk wanita itu menjadi mandiri dan tidak bergantung pada siapapun. Dijamin hatinya pasti sedikit keras.
Dengan dibantu Radi Yasa hendak bangkit dari tempat tidurnya. Akan tetapi mereka urung memindahkan Radi ke kursi roda saat melihat siap ayang masuk ke ruang rawat Yas.
" Assalamualaikum, selamat siang Pak Yasa, Prof Radi dan Nyonya Hasna. Maaf jika kedatangan saya mengganggu."
Hasna tersenyum lebar melihat Kaluna. Ibu dari cucunya itu terlihat lebih segar dari sebelumnya. Meskipun wajahnya tirus tidak mengurangi kecantikan Kaluna.
" Waah panjang umur, mari nak sini. Baru saja kami mau ke kamar Tara. Apakah Tara sudah siuman?"
" Sudah nyonya, Alhamdulillah. Kata Dokter Nataya, Tara sudah jauh lebih baik. Akan tetapi harus diawasi lebih lanjut pasca transplantasi."
Ketiga orang yang ada di dalam ruangan tersebut bernafas lega dna mengucapkan syukur kepada Sang Maha Penyembuh.
" Oh iya Pak Yasa, nyonya, dan profesor, kedatangan saya kemari ingin menyampaikan rasa terimakasih untuk Pak Yasa dan keluarga karena telah membantu Tara. Dan ... ."
" Dan apa Kal?"
" Dan saya ingin menyampaikan bahwa setelah ini saya tidak akan lagi menganggu kehidupan Pak Yasa. Tapi Pak Yasa bebas jika ingin menemui Tara."
" Kaluna ... ."
Yasa memejamkan matanya sesaat. Sungguh ia masih tidak bisa mengerti jalan pikiran wanita yang sudah melahirkan benihnya itu. Satu usapan lembut mendarat di pundak Yasa dari sang ibu.
" Biarkan saja dulu, kita akan memikirkan cara nya nanti."
TBC