Adisti sudah mengabdikan hidupnya pada sang suami. Namun, ternyata semua sia-sia. Kesetiaan yang selalu dia pegang teguh akhirnya dikhianati. Janji yang terucap begitu manis dari bibir Bryan—suaminya, ternyata hanya kepalsuan.
Yang lebih membuatnya terluka, orang-orang yang selama ini dia sayangi justru ikut dalam kebohongan sang suami.
Mampukah Adisti menjalani kehidupan rumah tangganya yang sudah tidak sehat dan penuh kepalsuan?
Ataukah memilih berpisah dan memulai hidupnya yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Karena Adisti
"Maaf, Pak. Saya ingin menanyakan mengenai surat pemecatan yang Anda berikan kepada saya," tanya Bryan pada seorang pria yang ada di depannya saat ini, yang tidak lain adalah Tuan Gunawan.
Tadi Bryan datang untuk menemui kepala HRD yang sudah memecatnya. Namun, beliau mengatakan jika semuanya sudah keputusan kantor, tentu saja atas pertimbangan yang ada, juga atas persetujuan Tuan Gunawan. Apalagi dia juga sudah melakukan sebuah kesalahan.
"Sebelum bekerja di sini, tentu kamu sudah membaca apa saja peraturan di perusahaan ini, kan? Jadi aku tidak perlu menjelaskan peraturan apa yang sudah kamu langgar. Sudah seharusnya aku memecatmu. Kalau sekarang aku membelamu, tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti teman-temanmu yang lainnya akan mengikuti jejakmu. Aku tidak ingin ada lagi wanita yang tersakiti atas nafsu yang tidak bisa kamu jaga, cukup Adisti saja yang menderita."
Bryan melototkan matanya, dia tadi hampir saja lupa dengan tujuan lainnya datang ke sini. Kebetulan Tuan Gunawan juga sedang membahasnya jadi pria itu juga perlu menanyakan mengenai istrinya. Bagaimanapun juga saat ini mereka masih pasangan suami istri, terlepas dari Adisti yang sedang mengaju perceraian mereka.
"Maaf, Pak. Saya juga ingin bertanya mengenai istri saya. Apa benar kalau saya mendapatkan pekerjaan di sini karena Adisti? Dia juga yang membuat saya naik jabatan?"
Gunawan tertawa terbahak-bahak, menertawakan kebod*han pria di depannya ini. Bisa-bisanya melepas berlian yang begitu berharga hanya karena debu jalanan.
"Kamu pikir kamu cukup hebat untuk masuk ke perusahaan ini dengan ijazahmu yang hanya S1? Bahkan seorang staf biasa saja minimal harus S2 dengan nilai yang tinggi tentunya, sementara kamu nilai saja standar, tidak ada yang bisa dibanggakan sama sekali. Jika bukan karena Adisti, saya mana mungkin menerimamu, apalagi sampai menaikkan jabatanmu dalam waktu singkat."
"Tapi, Pak, sampai sejauh ini saya sudah melakukan semuanya demi perusahaan. Apa tidak ada toleransi untuk saya? Beberapa kali saya juga sudah memenangkan tender. Seharusnya pihak perusahaan memberikan pengecualian untuk saya." Bryan mencoba untuk bernegosiasi dengan Gunawan. Namun, semuanya percuma.
"Mengenai apa yang kamu lakukan untuk perusahaan, itu memang sudah kewajibanmu sebagai pegawai. Lagi pula pekerjaanmu juga tidak seratus persen murni hasil dari tanganmu, kan? Kamu hanya menerima hasil pekerjaan dari bawahanmu. Jangan kamu pikir aku tidak tahu apa-apa. Ini perusahaanku, aku lebih tahu daripada kamu jadi, jangan berlaku seolah-olah kamu tahu segalanya."
Bryan sudah tidak bisa lagi berkata apa-apa karena ternyata memang Tuan Gunawan sudah mengetahui semuanya. Dia pun pamit undur diri, juga ingin mengambil barang-barang yang masih ada di sini. Sudah tidak ada lagi yang bisa pria itu pertahankan di perusahaan ini. Saat sampai di lobby, Bryan berpapasan dengan Arsylla yang juga membawa barang miliknya keluar dari perusahaan.
"Arsylla, jangan bilang kamu juga dipecat dari perusahaan ini?" tanya Bryan dengan memicingkan matanya.
Arsylla terkekeh miris mendengar pertanyaan dari sahabatnya itu. Sungguh dia tidak berpikir sejauh itu. "Sepertinya kita senasib. Jangan bilang kalau Adisti sudah mengetahui penghianatanmu."
"Dia memang sudah tahu, itu juga yang membuat aku kehilangan pekerjaan," sahut Bryan enteng.
Arsylla memejamkan matanya dengan menahan kekesalan di hati. Dia tidak menyangka jika secepat ini sahabatnya itu mengetahui penghianatan yang mereka lakukan. Gadis itu bahkan masih memulai rencananya, tetapi sekarang sudah hancur begitu saja. Ternyata Arsylla salah telah meremehkan keberadaan Adisti.
"Sepertinya kita harus bicara banyak hal. Ayo, kita ke restoran depan! Ada yang harus aku tanyakan padamu. Di sini banyak orang yang melihat ke arah kita."
Bryan pun mengangguk dan mengikuti Arsylla. Dalam hati dia menyesali perbuatannya yang sudah menghianati Adisti, itu semua juga tidak lepas dari pengaruh wanita di depannya. Andai saja wanita itu tidak meracuni pikirannya, semua ini tidak akan terjadi. Dalam hati Bryan juga masih sangat mencintai Adisti, hanya saja sebagai seorang pria dia ingin membuktikan bahwa dirinya pria yang gagah, bisa memiliki seorang anak.
"Sekarang ceritakan bagaimana bisa Adisti mengetahui perselingkuhanmu?" tanya Arsylla begitu keduanya sampai di sebuah restoran. Pelayan juga masih menyiapkan pesanan keduanya.
"Adisty datang ke rumah mama saat di rumah sedang ada acara tujuh bulanan Sahna. Kamu tahu sendiri 'kan Mama sudah menyiapkan acara yang begitu besar, hingga banyak tetangga yang datang. Saat itu bersamaan Adisti datang bersama asistennya. Aku pastikan sebenarnya dia sudah mengetahui semua ini dari jauh-jauh hari, itulah kenapa dia sudah mengamankan barang-barang miliknya, termasuk mobil yang selama ini aku pakai. Dia juga sudah menyiapkan surat perceraian kami."
Mendengar cerita Bryan membuat ketenangan Arsylla sedikit terusik. Dia tidak suka mendengar kemenangan sahabatnya itu. Bagaimanapun juga setelah sekian lama Arsylla sudah sangat berusaha untuk membuat Adisti jatuh, tetapi kenapa sekarang temannya itu terlihat biasa saja. Bahkan dengan mudahnya menyerahkan Bryan pada wanita lain. Padahal selama ini sahabatnya itu sangat mencintai suaminya.
"Tapi Adisti tidak tahu 'kan kalau aku juga terlibat dalam penghianatan yang kamu lakukan?" tanya Arsylla dengan perasaan was-was.
Jika benar Adisti tahu yang sebenarnya, sudah dipastikan jika dia akan kehilangan segalanya. Saat ini wanita itu masih sangat bergantung pada pemberian sahabatnya. Bagaimana tidak jika apartemen yang saat ini Arsylla tempati masih menjadi milik Adisti. Sebelumnya sahabatnya itu ingin memberikan sebuah apartemen. Namun, bukan yang saat ini ditempati oleh Arsylla, tempatnya jauh dari tempatnya bekerja.
Itulah kenapa dia menolak. Wanita itu pikir dengan menolaknya Adisti akan memberikan apartemen yang dia tempati, ternyata Arsylla salah, sahabatnya itu malah bersikap seolah tidak peduli dirinya punya tempat tinggal atau tidak.
"Kamu meragukan sahabatmu? Dia itu wanita yang cerdas, sudah pasti dia tahu selama ini kamu juga ikut terlibat dalam penghianatan ini. Tidak ada yang selamat dari penghianatan kita."
Arsylla berdiri dan segera menuju apartemennya. Dia tidak ingin kehilangan tempat tinggal jadi, sebelum Adisti mengusirnya dirinya harus lebih dulu mengklaim bahwa apartemen itu miliknya.
"Syl, kamu mau ke mana?" teriak Bryan saat Arsylla pergi begitu saja tanpa menikmati hidangan di meja.
"Aku harus segera pulang! Aku tidak ingin terusir dari apartemen yang sudah beberapa tahun ini aku tempati karena bagiku, itu adalah apartemenku. Terserah apa yang dikatakan Adisti," sahut Adisti yang berhenti sejenak kemudian segera berlalu dari sana, meninggalkan Bryan seorang diri yang hanya bisa menggelengkan kepala sambil menatap kepergian sahabatnya.
Padahal selama ini Arsylla dan Adisti adalah sahabat baik. Bryan tidak habis pikir bagaimana bisa Arsylla menghianati sahabatnya. Selama ini Arsylla juga sudah sangat baik, mengingat hal itu Bryan menggelengkan kepala karena dirinya pun sama seperti Arsylla, menghianati kepercayaan yang sudah sang istri diberikan sepenuhnya.