Vivian Lian di hidupkan kembali setelah mendapatkan pengkhianatan dari suaminya dan adik tirinya. Di kehidupan lalu, dia mempercayai ibu tirinya dan adik tirinya hingga berakhir mengenaskan. Dia pun melakukan cinta semalam dengan calon tunangan adik tirinya hingga mengandung anak sang CEO demi membalaskan rasa sakit hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nomor Tak Di Kenal
Sebagai seorang istri yang berpengalaman. Pagi-pagi sekali Vivian bangun dan menyiapkan sarapan. Rambutnya di ikat asal, menggunakan celemek dan memanggang roti. Ia menyuruh salah satu pelayan menjaga roti panggangnya itu. Sedangkan ia harus membangunkan suaminya itu.
Ceklek
"And." Vivian menepuk pelan pipi Anderson. Pria itu memeluk guling, padahal tadi malam dia memeluk dirinya layaknya bantal guling. "Bangunlah, ini sudah jam berapa? Kau tidak mau bangun?" tanya Vivian.
Anderson membuka kedua matanya. Ia masih ngantuk, tidurnya sangat nyenyak bahkan ia tidak ingin membuka kedua matanya.
"Sudah jam berapa?" tanya Anderson.
"Jam 8," ucap Vivian.
Seketika Anderson membuka kedua matanya. Baru kali ini ia bangun kesiangan, biasanya ia bangun jam 5 pagi. Tetapi kali ini, pertama kalinya dalam sejarah hidupnya melewati jam 5.
"Kenapa kau tidak membangunkan aku?" tanya Anderson. Ia tersenyum tipis, bersama Vivian hidupnya terasa beda. Ada yang membangunkannya.
"Aku sudah membangunkan mu, tapi tidur mu kayak kerbau."
"Jahat sekali, suami tidur nyenyak di bilang seperti kerbau. Awas! Aku mau mandi, kalau mau ikut mandi aku siap."
Vivian menggeser, ia gemas dengan perkataan Anderson dan melemparkan bantal ke punggungnya. "Kau itu sudah tua, tidak ada malu-malunya."
Anderson memutar tubuhnya. "Aku tau, kau pasti memikirkan hal mesum ya?" Wajahnya yang tampan itu terlihat seperti matahari yang bersinar terang.
Vivian langsung mengambil bantal dan melemparkan ke arah Anderson, namun pria itu langsung berlari menuju kamar mandi, membuat Vivian memegang dadanya dan menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. "Dia, ....."
Vivian langsung membersihkan kamarnya, mengganti seprai dan menyiapkan pakaian Anderson. Ia melihat jejeran pakaian dalam milik Anderson. Ia tak harus malu karena sudah merasakannya.
Vivian mengambil seprai yang ia ganti itu, lalu keluar.
Sedangkan Anderson, dia tersenyum dengan lebarnya. Melihat Vivian tadi, rambutnya yang di ikat asal. Ingin sekali ia langsung mencium lehernya, gairahnya kembali meningkat, namun ia harus tahan karena melihat Vivian ia juga tidak lupa kalau wanita itu seperti kucing betina.
.....
"Dimana nenek?" tanya Anderson. Dia sudah siap dengan pakaian setelan kantor yang di siapkan oleh Vivian.
Vivian sejenak menatap Anderson, jika dulu ia menyiapkan untuk Feng Yan, tapi kali ini ia menyiapkan untuk Anderson. "Nenek berjemur di luar. Tadi sudah sarapan lebih dulu."
"O iya, aku akan pulang awal." Vivian menaruh roti yang ia panggang tadi ke atas piring Anderson.
Anderson tersenyum, di layani seperti raja lebih enak dari pada harus mengambil sendiri. Vivian begitu sigap menjadi istrinya. "Kau bersiap-siaplah."
"Iya baiklah," ucap Vivian.
"Vivian kau seperti istri yang sudah terbiasa melayani suami," ucap Anderson.
Vivian melirik Anderson. Dia memang sudah terbiasa melakukannya. "Aku baru belajar,"
"Yah aku tau," Anderson memakan roti yang ia siapkan. Bahkan pria itu menambah rotinya, hal yang tak pernah ia lakukan. Seumur hidupnya baru kali ini ia memakan dengan lahap dan menambah porsinya. Selang beberapa saat pria itu meminum segelas susu di sampingnya, ada juga jus untuknya. Tapi ia lebih memilih susu. "Aku berangkat dulu," ucap Anderson. Dia beranjak dan mencium kening Vivian dengan cepat.
Vivian membatu, ia menatap Anderson dengan pipi semerah chery. Selama menjadi istri Feng Yan ia tidak pernah di perlakukan manis. Anderson seakan ingin mengubah takdirnya. Pria itu memperlakukannya dengan lembut dan perhatian.
"Tidak, semuanya akan berakhir." Vivian meminum jus jeruk di sampingnya. Ia harus sadar diri kalau ini hanyalah sementara.
Di kantor.
Bagaikan matahari yang baru terbit, para karyawan yang menyapanya Anderson menjawab dengan senyuman.
"Pak Presdir."
"Yah, semangat bekerjanya."
Begitulah sapaan ramah dari Anderson yang kadang bagaikan singa itu, membuat para karyawan tercengang.
"Aku rasa hidup Pak Presdir akan berubah."
Dalam sekejap, entah ada angin apa. Anderson mengumumkan akan menaikkan gaji karyawannya sebagai bentuk kesenangannya. Para karyawan pun cukup berterimakasih pada Vivian yang membuat gajinya naik.
Pintu kaca itu terbuka lebar otomatis saat ada orang yang masuk dan ke luar dari ruangan itu. Sebuah papan kecil berada di atas meja dengan menyebutkan Presdir Anderson.
"Tuan, apa ada hal baik?" tanya sang Asisten. Daniel melirik Anderson. Ia rasa tuannya itu melewati hari baik. Seorang pria yang gila kerja sekaligus gila wanita datang terlambat, tidak seperti biasanya.
Dia kesurupan setan dari mana, biasanya kalau ada karyawan yang terlambat apa lagi dirinya terlambat satu menit saja dia sudah menyemburkan api kepalanya batin Daniel.
"Daniel apa hari ini tidak ada hal penting? Aku harus pulang lebih awal."
"Saya akan mengaturnya Tuan."
Penting sih ada, tapi jangan sampai suasananya berubah. Kalau sudah bucin ama istri apapun bisa jadi semburan api kalau di halangi batin Daniel.
"Oh baiklah, kau memang yang terbaik."
Daniel mengusap kepalanya yang tak gatal. Apa selama ini bosnya tidak menyadari betapa baiknya dia?
"Anderson." Panggil seorang wanita yang tiba-tiba masuk begitu saja. Wanita itu begitu kesal lantaran Anderson tidak menghubunginya selama beberapa hari.
Daniel menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak tau harus melakukan apa kali ini.
"Daniel, sepertinya tidak ada jadwal pertemuan ku dengannya kan?"
Daniel menggangguk dengan cepat, dia menghalangi wanita itu yang berlari menghampiri Anderson.
"Anderson kau kemana saja? Aku ingin menemui, aku rindu pada mu." Wanita itu berbicara dengan nada genit.
Seketika tubuh Anderson merinding, ia terlihat jijik melihat wanita itu. "Daniel, bawalah dia keluar dan urus sampai selesai aku tidak ingin berhubungan dengan wanita manapun."
Dia tobat batin Daniel.
Drt
Anderson melihat ponselnya, sebuah nomor baru muncul di layar ponselnya. Malas dengan nomor yang tidak di kenal, ia pun mematikan ponselnya agar tidak ada yang mengganggunya.