Istri Untuk Tuan Simon

Mansion Mignolet,

Simon menggendong Laura dengan pelan hingga tiba di kamar gadis itu.

Perlahan dia membaringkan tubuh Laura, sangat berhati-hati seolah tubuh Laura adalah benda yang mudah pecah jika sampai sembarang diletakkan.

Entah setan apa yang merasuki pria tampan dengan tempramen tinggi ini, dia memasang selimut Laura dan menepuk kepala gadis itu sebelum akhirnya dia tersadar dengan apa yang baru saja dia lakukan.

" Sial!" Umpat Simon.

Laura terperangah, dia tak percaya dengan apa yang baru saja dia rasakan dan terima dari Simon, pria itu menatapnya dan memperlakukan dirinya dengan sangat lembut.

"Arkhhgghhh kenapa juga aku melakukan hal memalukan ini!??" gerutu Simon sambil menatap kesal ke arah Laura yang hanya diam di bawah selimut tanpa menanggapi.

Jujur saja, jantung Laura saat ini berdebar kencang, ini kali pertama dia merasakan yang namanya salah tingkah karena perbuatan laki-laki.

"Kau..." Simon menunjuk Laura.

"A..ada apa tuan?" tanya Laura mencoba membalas tatapan Simon.

Simon terdiam lagi, " Sial bagaimana caranya aku minta maaf pada gadis licik ini tentang kejadian beberapa hari lalu!??" batin Simon.

Kehadiran Laura membuat pria sangar ini berubah menjadi seperti anak kecil.

"Masalah beberapa hari lalu, soal.aku mencekikmu, emmm... itu hanya salah paham, jangan diingat lagi!" ketus Simon sambil berbalik.

Lagi-lagi dia malu, bagaimana bisa dia berbicara seperti ini dengan seorang wanita!?

"Harga diriku yang tinggi benar-benar terluka karena perempuan licik ini, arkkhhh sialan!!" batinnya menggerutu.

"Tuan minta maaf? ahh... tidak apa apa tuan, selama anda tidak mengusir saya dari sini, " ucap Laura.

Kata-katanya itu berhasil membuat Simon berbalik dan menatap gadis itu lagi dengan tatapan heran.

"Lagipula saya paham kenapa tuan melakukan itu, jelas sebagai orang yang baru pertama kali bertemu kita tidak saling mengenal satu sama lain," ucap gadis itu dengan kedua netra yang menatap ke arah Simon.

" Jelas benar jika tuan curiga pada saya karena rekaman dan racun itu, bisa saja itu semua akal-akalan tuan Raymond untuk menjebak anda, atau skenario lain dari rencana tuan Raymond, saya paham dengan rasa curiga anda," ucapnya lembut.

"Tetapi saya berani menjamin, kalau saya bukan komplotan tuan Raymond," ucap Laura dengan tegas, bahkan dia sampai duduk dan menatap Simon dengan yakin.

"Saya hanya seorang anak yang tidak pernah diinginkan kehadirannya. Ibarat benda saya hanya barang pengganti yang belum tentu akan digunakan," ujar gadis itu.

" Bahkan ke depannya, jika melihat sifat keluarga Raymond, dia mungkin akan memanfaatkan saya untuk menjebak anda, melakukan propaganda dan berbagai cara untuk membuat Anda kalah," jelas Laura.

"Tapi saya berani jamin, saya bukan bagian dari mereka, anda akan tahu saat waktunya tiba tuan, saya hanya butuh rumah untuk tinggal, saya bisa melakukan apa pun yang penting saya punya tempat tinggal," jelas gadis itu dengan tenang dan tanpa takut seperti waktu Simon mencekiknya.

Simon menatap Laura, mendengar suara Laura yang lembut dan tenang malah membuat pria itu merasa sangat nyaman dan ingin terus mendengarkan ucapan gadis itu.

Tapi dia tersadar oleh harga dirinya yang tinggi, bagaimana bisa dia seperti anak kucing penurut saat mendengar Laura berbicara!??

"Hmmm... kita lihat saja, kau bukan tipe manusia yang bisa dipercaya, jangan sampai kata-kata mu ini jadi bumerang untukmu Laura!" tegas Simon.

" Tidur sana, sudah tau sakit tapi masih banyak omong, perempuan aneh!" ejek Simon.

Simon keluar dari kamar itu, meninggalkan Laura sendirian.

Gadis itu menatap punggung Simon, lucu sekali pria yang berstatus suaminya ini, bagaimana bisa dia memiliki dua kepribadian dalam satu tubuh.

" Dia lucu juga, tapi kadang menyeramkan, apalagi kalau marah seperti kemarin, entah kenapa aku tidak terlalu takut dengannya," batin Laura sambil berbaring.

Gadis itu menutup kedua matanya, menenangkan pikirannya dan juga tubuhnya.

Dia ingin sekali melakukan banyak hal untuk Simon dan juga semua orang yang menyelamatkannya dari rumah itu.

Dia ingin melayani mereka dengan baik, dan membuat suasana rumah yang ceria, itu pun jika Simon menginginkannya.

Laura tersenyum," Besok aku sudah pasti pulih, aku ingin membuat pria konyol itu tersenyum," gumamnya sambil terlelap perlahan dalam kamar yang nyaman dan hangat itu.

...****************...

Sementara itu, Simon beranjak keluar dari rumah itu dengan dengan wajah datar.

Langkah kakinya yang panjang diikuti oleh Hendry dan Diego. Sadrakh sendiri sedang bersemayam di kamarnya, beristirahat karena over working.

"Apa Dani Melakukan sesuatu pada orang itu!?" tanya Simon dengan nada dingin.

" Belum tuan, mereka hanya mengamatinya seharian ini, baru beberapa menit lalu Dani mengkonfirmasi kalau dia adalah mata-mata, " jelas Hendry.

Simon menyeringai," Padahal cara kerjanya rapi dan memuaskan, tidak ku sangka dia menjadi mata-mata bajingan itu, " ucap Simon sambil menatap langit yang sudah gelap.

Bahkan bulan pun enggan muncul hari ini.

Gelapnya langit sama dengan gelapnya hati Simon saat ini.

Pria itu berdiri begitu lama di halaman depan, menatap ke atas sambil berpikir keras.

Hal yang sudah biasa dia lakukan jika dia dalam keadaan seperti ini. Berdiri di tengah kegelapan di antara pepohonan yang menyatu dengan gelapnya malam ini, menatap ke atas seolah mencari jawaban atas pertanyaan yang muncul di kepalanya.

Hendry menatap tuan mudanya, rasanya pria yang sudah dia layani sejak dia kecil dan tumbuh besar bersama Simon, mengalami perubahan sedikit setelah Laura masuk ke hidup pria itu.

Melihat Simon beberapa hari ini membuat Hendry teringat dengan diri Simon yang dulu.

Seorang anak laki-laki yang ceria, selalu tertawa dan hidup bahagia.

Simon dulunya adalah remaja yang sangat aktif, punya banyak teman, disayangi banyak orang dan rendah hati.

Tetapi setelah kejadian hari itu, Simon berubah total.

Dia menjadi pemurung, mengurung diri adalah kebiasaan nya. Terlarut dalam alkohol dan obat-obatan depresi selama bertahun-tahun, putus sekolah dan jadi berandalan pemarah yang suka memukuli orang saat emosinya tak stabil.

Setiap hari dia selalu menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada orangtuanya, mengutuk dirinya bahkan tertawa pun dia seperti tong kosong.

Mungkin dia tertawa, mungkin dia terlihat bahagia saat menghabisi musuhnya, tetapi bukan itu kebahagiaan yang ingin Simon dapatkan.

Hatinya yang kosong seolah mencari pengisi yang baru, pengisi daya untuk memberinya tenaga menjadi lebih kuat.

Dan hari ini, Hendry melihat hati tuan mudanya mulai terisi walau sedikit.

" Tuan!" panggil Hendry dengan suara lirih.

Simon terkejut, seketika bulu kuduknya merinding, dia berbalik dan menatap Hendry dengan firasat buruk.

"Apa!?? kenapa suaramu begitu!? apa lagi Hendry!!!" teriak Simon spontan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Hendry menatap tuannya sambil merengek," Tuan saya mau peluk tuan... kemari tuan, anda banyak berubah tuan!!!" seru Hendry sambil merentangkan kedua tangannya hendak memeluk Simon .

" Peluk peluk apanya kampret!?? Sana kau, dasar homo Sapiens menyebalkan!!!" kesal Simon sambil menghindari Hendry hingga...

Plukkk...

bukannya memeluk Simon, pria itu malah memeluk tiang listrik di depannya sambil menangis seperti anak TK.

" Tuan Simooooonnn... Hendry mau peluuuukkkkk....

" Najisss bangsat!!!"

.

.

.

.

Hihihi, si Hendry lebay tapi dia paling paham sama sifat Simon. Simon juga sudah tahu kalau Hendry itu cengeng, by the way para pembaca yang terhormat, jangan lupa terus dukung Author Harsie ya, senang bertemu kalian🤗🤗