NovelToon NovelToon
Kutemukan Cinta Bersama Denganmu

Kutemukan Cinta Bersama Denganmu

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Lari Saat Hamil / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:235.9k
Nilai: 5
Nama Author: Raira Megumi

Sadiyah, seorang gadis yatim piatu, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Demi mengabulkan permintaan terakhir sahabat kakeknya itu, Sadiyah harus rela mengorbankan masa depannya dengan menikahi pria yang belum pernah ia temui sama sekali.

Kagendra, pengusaha muda yang sukses, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Disaat ia sedang menanti kekasih hatinya kembali, dengan terpaksa ia menerima gadis pilihan kakeknya untuk dinikahi.

Setelah pernikahan itu terjadi, Natasha, cinta sejati dari Kagendra kembali untuk menawarkan dan mengembalikan hari-hari bahagia untuk Kagendra.

Apakah Sadiyah harus merelakan pernikahannya dan kembali mengejar cita-citanya yang tertunda? Akankan Kagendra dan Natasha mendapatkan cinta sejati mereka?
Siapa yang akan bersama-sama menemukan cinta sejati? Apakah Sadiyah dan Kagendra? Ataukah Natasha dan Kagendra?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. Makan Siang Bersama

Pagi itu berlangsung dalam damai. Mereka berdua sarapan bersama dengan suasana yang kondusif.

“Jangan lupa. Nanti siang kamu antarkan makan siang buat saya.” perintah Kagendra.

“Aa mau makan siang dengan menu apa?” tanya Sadiyah.

“Terserah, yang penting enak dan sehat. Kamu sudah tahu kan tempat saya bekerja?” tanya Kagendra.

“Belum, A.” jawah Sadiyah.

Kagendra membuka ponselnya dan mengirimkan peta lokasi kantor tempat ia bekerja.

“Nanti saya bilang apa kalau ditanya siapa saya dan ada keperluan apa?” tanya Sadiyah

“Nanti di lobi kantor, kamu bilang saja akan mengantarkan makanan untuk makan siang saya. Saya akan memerintahkan orang di front office untuk mengizinkan kamu naik ke ruangan saya.” jelas Kagendra.

“Siap, A.” sahut Sadiyah.

*************

Sekarang ini, Sadiyah sudah berdiri di depan gedung kantor tempat suaminya bekerja. Dengan sedikit ragu ia masuk ke dalam gedung bertingkat itu. Keringatnya bercucuran karena tadi ia memutuskan untuk berjalan kaki dari gedung apartemen menuju kantor Kagendra. Dengan teriknya matahari siang dan jauhnya jarak jika diukur dengan jalan kaki, keringatnya deras mengucur  membasahi baju kaos dan jilbabnya.

Melihat Sadiyah yang terlihat bingung dan ragu-ragu untuk masuk ke dalam gedung, seorang satpam menghentikannya ketika ia akan masuk ke dalam gedung tersebut.

“Ada keperluan apa, dek?” tanya satpam yang terlihat  dari name tagnya itu bernama Bohori.

“Saya mau mengantarkan makan siang.” jawab Sadiyah.

“Silahkan masuk, dek.” Satpam itu mengantar Sadiyah masuk ke dalam gedung tinggi itu.

Setelah melewati metal detector dengan selamat, Sadiyah berjalan menuju meja front office.

“Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?” tanya petugas front office itu ramah.

“Maaf, Mbak. Saya mau bertemu dengan Pak Kagendra.” jawab Sadiyah.

“Ada keperluan apa?” tanya petugas front office itu.

“Saya mau mengantarkan makan siang.” sahut Sadiyah.

“Oh, petugas antar dari restoran. Silahkan mbak, bisa titipkan rantang makanannya pada saya.” tawar petugas front office itu.

“Tapi saya diperintahkan untuk memberikannya langsung.” ujar Sadiyah sedikit khawatir karena sepertinya Kagendra lupa memerintahkan petugas front office untuk membiarkannya naik ke ruangannya.

“Sebentar ya Mbak. Saya telepon dulu ke ruangan beliau.” ujar petugas front office itu.

Sadiyah menunggu petugas front office itu menelepon.

“Baik, Pak.” terlihat petugas itu mengagguk-anggukan kepalanya dan setelahnya menutup teleponnya.

“Maaf, Mbak. Pak Kagendra sedang rapat. Mbak bisa menitipkannya saja pada saya.” ujar petugas itu.

“Tapi…..Ya sudah deh. Saya titip saja sama Mbak. Tolong sampaikan pada Pak Kagendra.” Sadiyah menyerahkan rantang berisi makan siang untuk Kagendra pada petugas front office itu.

Petugas front office menerima rantang yang diberikan oleh Sadiyah.

“Terima kasih ya Mbak.” Sadiyah pun berbalik dan berjalan menuju pintu keluar.

Ketika sudah setengahnya perjalanan Sadiyah dari kantor Kagendra kembali menuju gedung apartemen, ponsel milik Sadiyah berbunyi. Terlihat nama Cowok Bengis memanggil. Sadiyah masih belum merubah nama kontak Kagendra.

“Assalamu’alaikum, A.” sapa Sadiyah.

“Waalaikumsalam. Kamu di mana? Kan sudah saya suruh untuk mengantarkan makan siang saya.” terdengar suara Kagendra yang meninggi di seberang sana.

“Makan siangnya sudah saya titipkan di front office.” jawab Sadiyah.

“Siapa yang menyuruh kamu untuk menitipkannya di front office?” bentak Kagendra.

“Tadi saya sudah ke sana tapi kata Mbak di front officenya, Aa sedang rapat dan tidak bisa diganggu. Jadi dia nyuruh saya untuk menitipkannya saja pada dia.” jelas Sadiyah.

“Cepat kembali ke sini.” perintah Kagendra dan setelah mengucapkan perintahnya lansung menutup sambungan teleponnya.

“Dasar cowok kejam. Dia sendiri yang lupa memberitahu bawahannya, eeh dia juga yang marah-marah. Dasar emang cowok kejam bin bengis bin nyebelin.” gerutu Sadiyah misuh-misuh.

Sadiyah sudah berdiri di hadapan petugas front office.

“Maaf, Mbak. Saya disuruh oleh Pak Kagendra untuk menemuinya.” ujar Sadiyah pada petugas front office yang cantik dan ramah itu.

“Silahkan, Mbak. Barusan saya sudah mendapat telepon dari sekertarisnya Pak Kagendra. Silahkan, Mbak bisa naik dengan menggunakan lift khusus untuk eksekutif. Nanti Satpam akan mengantar Mbak ke lift tersebut.” jelas petugas front office itu.

Tok….tok….tok….

“Assalamu’alaikum.” Sadiyah mengetuk pintu sambil mengucapkan salam.

“Masuk.” perintah Kagendra dari dalam ruangannya.

Sadiyah melihat rantang makannya sudah ada di atas meja di dekat sofa.

“Kan saya sudah menyuruh kamu untuk mengantarkan makan siang untuk saya yang artinya kamu harus mengantarkannya sampai ke ruangan dan hadapan saya. Selain mengantarkan makan siangnya, kamu juga harus menyiapkan piring, sendok dan minum untuk saya.” perintah Kagendra seenaknya.

“Niatnya sih seperti itu. Tapi sampai di front office saya tidak bisa naik ke ruangan Aa. Sepertinya Aa lupa untuk memberitahu petugas fornt office untuk membiarkan saya ke ruangan Aa.” sindir Sadiyah kesal.

“Ya sudah, tidak usah protes. Sekarang cepat siapkan peralatan makannya. Minta ke bagian pantry.” lagi-lagi Kagendra memberikan perintah.

“Apa tidak bisa manusia ini mengucapkan kata tolong. Selalu saja memerintah. Suami macam apa dia yang memperlakukan istrinya seperti pelayannya saja.” gerutu Sadiyah dalam hatinya. Sungguh sebenarnya Sadiyah ingin mengutarakan protes yang selama ini hanya bisa ia katakan dalam hatinya. Sekarang ini, Sadiyah merasa tidak seperti dirinya lagi. Sebelum menikah, Sadiyah adalah orang yang selalu berani mengutarakan opininya, tapi setelah menikah dengan Kagendra, keberaniannya seakan lenyap tertiup angin topan.

Sadiyah keluar dari ruangan Kagendra dan bertanya lokasi pantry pada sekertaris Kagendra.

“Ada yang bisa saya bantu, Bu?” tanya Rudi, sekertaris Kagendra. Ia sudah mengetahui jika Sadiyah adalah istri dari Kagendra.

“Saya mau ke ruang pantry untuk mengambil piring, sendok dan gelas.” ujar Sadiyah sopan.

“Tunggu saja di sini Bu. Saya akan menelepon OB untuk membawakan yang Ibu perlukan.” Rudi segera menelepon ruangan pantry dan memerintahkan OB untuk membawakan apa yang diperlukan oleh Sadiyah.

Sadiyah menerima peralatan makan yang diperlukannya dan masuk kembali ke ruangan Kagendra setelah mengucapkan terima kasih kepada Rudi dan OB yang mengantarkan peralatan makan.

Sadiyah menyendokkan nasi, lauk pauk dan sayur ke atas piring Kagendra. Ia juga mengisi gelas dengan air mineral dari dispenser yang ada di ruangan Kagendra.

“Kamu temani saya makan.” perintah Kagendra.

“Iya, A.” sahut Sadiyah.

Mereka berdua makan dalam hening.

“Enak.” puji Kagendra dalam hati. Setelah merasakan makanan yang dimasak oleh Sadiyah, sepertinya ia kecanduan dengan rasa masakan buatan istrinya itu tapi ia masih gengsi untuk mengutarakan pujiannya.

“Enak tidak makanannya, A?” tanya Sadiyah yang sepertinya bisa membaca pikiran Kagendra.

“Hmmm….” jawab Kagendra datar. Sebenarnya ia kaget dengan pertanyaan dari Sadiyah, tapi ia berusaha menutupinya dengan jawaban yang dingin.

“Untuk menu-menu sarapan, makan siang, dan makan malam, Aa bisa request ya.” tawar Sadiyah.

“Memang kamu bisa buat masakan yang saya minta. Selama ini saya tidak pernah minta karena saya khawatir kalau kamu tidak bisa membuatnya. Mubazir kalau makanannya tidak enak dan saya tidak mau memakannya.” ujar Kagendra meremehkan.

“Kan nanti saya tes dulu. Kalau tidak enak yah tidak akan saya sajikan.” balas Sadiyah.

“Nah itu kan jadinya membuang-buang makanan. Sudahlah, kamu buat saja masakan yang kamu bisa. Saya bukan tipe orang yang pilih-pilih kalau soal makanan.” Kagendra menghabiskan air dalam gelasnya setelah selesai menghabiskan makan siangnya.

“Alhamdulillah, Aa suka yah masakan saya sampai piringnya licin seperti itu.” goda Sadiyah.

Kagendra melirik pada piringnya yang memang terlihat licin karena tidak tersisa apapun di atas piringnya.

“Saya sudah bilang kalau saya tidak pilih-pilih kalau soal makanan. Selama makanan itu layak dimakan, akan saya habiskan. Saya tidak suka membuang-buang makanan.” Kagendra berbicara dengan nada suara yang agak tinggi untuk menutupi rasa malunya karena telah menandaskan masakan istrinya itu.

“Ya…ya…saya mengerti.” Sadiyah mengulum senyumnya sambil membereskan piring, sendok dan gelas yang sudah digunakan.

“Biarkan saja, nanti OB yang akan membereskannya.” ujar Kagendra.

Sadiyah menyusun rantang yang isinya sudah kosong itu.

“Sekarang kamu bisa pulang. Jangan lupa masak untuk makan malam.” perintah Kagendra.

“Siap, A. Saya pamit pulang dulu.”

Sadiyah mengulurkan tangannya pada Kagendra.

“Apa?”

“Salim, A.” jawab Sadiyah.

Kagendra mengulurkan tangannya pada Sadiyah dan Sadiyah segera mencium punggung tangan Kagendra dan setelahnya menyentuhkan punggung tangan suaminya itu ke dahinya. Kebiasaan salim seperti inilah yang diajarkan oleh kedua orangtua Sadiyah sejak ia masih kanak-kanak.

Hati Kagendra berdesir ketika punggung tangannya bersentuhan dengan bibir Sadiyah. Sekuat tenaga Kagendra menahan gejolak yang ia sendiri tidak menyadari kenapa dadanya bisa sesesak ini.

1
Mulyati Hilal Ahmadan
Luar biasa
Mulyati Hilal Ahmadan
suami egois
Mulyati Hilal Ahmadan
suami yang kasar wajib di tinggalkan.
Gadis
Luar biasa
khoirulanam
bagus ceritanya
Tutiks
lanjut lagi dong up nya
Anna Kusbandiana
sangat menarik, dibacanya enak
Raira Megumi: terima kasih sudah baca ceritanya...
total 1 replies
Yunda
ok
Rini Haryati
lanjut thor
semangat
Maliqa Effendy
yang duku adalah pria...kok gantung thor
Tutiks
lanjut lagi up nya
ayanty
semua kesalahan seolah2 ada di kagendra semua,sadiyah juga pergi tanpa ada konfirmasi,apa yg sebenarnya terjadi
Tutiks
mana up nya lagi .....ditunggu selalu up nya
Tutiks
lanjut lagi up nya
Tutiks
up nya dong ditunggu selalu
Tutiks
lanjut lagi up nya
Ayu ambar Erlangga
lnjut thor bkn rtngga bahagua blkan lgi
Tutiks
lanjut lagi dong up nya
Tutiks
lanjut lagi up nya
Wiwik Daryanti
ayo up lg semngt trs untk nulisny
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!