MISI KEPENULISAN NOVELTOON
Enam tahun hidup sebagai istri yang disia-siakan, cukup sudah. Saatnya bercerai!
Zetta menghabiskan waktu yang tak sebentar untuk mengabdikan dirinya pada Keenan Pieters, lelaki yang menikahinya, tapi tak sekalipun menganggapnya sebagai seorang istri.
Tak peduli Zetta sampai menjadi seperti seorang pelayan di keluarga Keenan, semua itu tak juga membuat hati Keenan luluh terhadap Zetta. Sampai pada akhirnya, Zetta pun memutuskan untuk menyudahi perjuangan cinta sepihaknya tersebut.
Namun, saat keduanya resmi bercerai, Keenan malah merasakan jika ada sesuatu yang hilang dari dalam hidupnya. Lelaki itu tanpa sadar tak bisa lepas dari setiap kenangan yang Zetta tinggalkan, di saat sang mantan istri justru bertekad membuang semua rasa yang tersisa untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Setelah beberapa saat, Zetta pun tersadar jika apa yang dilihatnya tadi hanyalah khayalan semata. Bayangan sosok Keenan dari masa lalu tidaklah benar-benar ada. Dia masih teringat pada lelaki itu meski mereka sudah tak bersama lagi, hal itu mungkin karena selama enam tahun terakhir kehidupan Zetta hanya berkutat pada Keenan saja. Jadi wajar kalau Zetta tak serta-merta bisa sepenuhnya menyingkirkan mantan suaminya itu dari pikirannya meskipun mereka telah resmi berpisah.
Ah, sudahlah. Semuanya sekarang sudah berakhir. Melupakan Keenan hanya masalah waktu saja Yang penting saat ini adalah menata masa depan tanpa bayang-bayang lelaki itu lagi.
Zetta dan Theo pun akhirnya mengantar Alex ke suatu tempat yang telah disebutkan sebelumnya. Setelah itu, Theo berencana untuk langsung mengantar Zetta pulang.
"Menurutmu, Alex itu seperti apa?" tanya Theo kemudian sembari mengemudikam mobilnya.
Zetta melirik ke arah sahabatnya itu sekilas. "Kenapa memangnya?"
"Tidak ada, aku hanya ingin tahu saja pendapatmu tentang anak itu," sahut Theo.
"Alasannya?"
Kali ini Theo yang melirik sekilas ke arah Zetta.
"Kamu tidak merasa kalau dia menyukaimu?" tanya Theo.
Sontak Zetta tertawa kecil mendengarnya.
"Tentu saja dia menyukaiku. Aku adalah orang yang membuatnya bisa mendapatkan pencapaiannya saat ini. Yang mesti dipertanyakan adalah jika dia tak menyukaiku."
"Maksudku bukan suka yang seperti itu. Dia menyukaimu sebagai lelaki yang menyukai seorang perempuan," ujar Theo lagi.
Zetta menghentikan tawanya dan memutar bola matanya dengan malas.
"Jangan ngawur. Dia bahkan beberapa tahu lebih muda dariku," sahut Zetta.
Theo tampak sedikit mengedikkan bahunya.
"Menyukai seseorang tidak berpatokan pada umur. Banyak pasangan yang usia lelakinya jauh lebih muda daripada usia perempuannya. Dan mereka cocok-cocok saja karena saling cinta," ujarnya sok bijak.
Sekali lagi Zetta hanya menanggapi dengan memutar bola matanya saja. Dia malas membahas hal yang seperti ini.
"Jika kamu tidak tertarik pada Alex, bagaimana kalau denganku saja?" tawar Theo dengan santainya.
"Apa?" Zetta menoleh ke arah sahabatnya itu.
"Kamu menikah denganku saja. Kita kan teman sejak kecil, pasti sangat cocok satu sama lain. Aku janji akan memperlakukanmu dengan lebih baik lagi kalau kamu menjadi istriku," ujar Theo lagi masih dengan nada santainya.
Zetta tak bisa menahan diri untuk tak tertawa. Terlepas dari serius atau tidak Theo berkata seperti itu padanya, tapi di mata Zetta perkataan itu hanyalah candaan semata. Dan tak ada cara lain yang lebih tepat menanggapi candaan tersebut selain tertawa. Dia pikir Theo pasti sengaja ingin membuatnya tertawa agar hatinya sedikit terhibur.
"Sudah, jangan melawak lagi. Perutku sakit karena terlalu banyak tertawa," ujar Zetta kemudian sambil berusaha menghentikan tawanya.
Theo hanya menoleh ke arah sahabatnya itu sejenak. Dia tak menyangkal saat Zetta mengatakan jika dirinya sedang bercanda, meskipun mungkin saja apa yang dikatakannya tadi bukanlah sebuah candaan, melainkan suara hati yang selama ini dia pendam.
Belum sempat Theo mengatakan apa-apa, dia melihat Zetta mengeluarkan sebuah cincin dan memperlihatkan benda itu padanya. Dengan sekali lihat, bisa ditebak jika cincin tersebut adalah cincin pernikahan Zetta dan Keenan.
Raut wajah Zetta tampak agak berubah saat melihat cincin tersebut. Ingatannya langung melayang pada acara pertunangan Keenan dan Helia tadi. Meski berusaha untuk tak terluka, tapi tetap saja hatinya terasa sakit bak disayat sembilu. Sedangkan di sisi lain, raut wajah Theo juga berubah menjadi serius saat melihat cincin itu.
"Zetta, aku harap setelah ini kamu tidak berurusan dengan orang-orang jahat lagi. Cukup Keenan dan keluarganya saja yang menyakitimu selama bertahun-tahun," ujar Theo dengan nada yang tak kalah serius.
"Tentu saja. Aku juga tidak mau menjadi orang bodoh untuk yang ke dua kalinya. Tidak perlu khawatir," sahut Zetta.
"Lalu kenapa kamu malah menunjukkan cincin kawinmu itu?" tanya Theo tak mengerti.
"Ini." Zetta menaruh benda itu ke saku jas yang dikenakan Theo. "Aku mau minta tolong padamu untuk menjual cincin ini. Harganya lumayan."
Theo masih terlihat sedikit bingung.
"Uangnya langsung sumbangkan pada orang yang membutuhkan. Donasikan untuk daerah pegunungan yang miskin supaya bisa lebih bermanfaat," ujar Zetta lagi.
Theo pun tak ada pilihan selain mengiyakan permintaan sahabatnya itu. Dia berusaha untuk memahami jika saat ini Zetta sedang berusaha menyingkirkan semua kenangan tentang Keenan dengan caranya sendiri.
Sementara itu, pesta pertunangan Keenan dan Helia berlanjut seperti tak terjadi apapun sebelumnya. Keenan menyapa rekan-rekan bisnisnya yang datang sebelum akhirnya dia kembali dengan raut wajah kelelahan. Lelaki itu kemudian duduk di sebuah kursi yang ada di salah satu sudut aula pesta untuk beristirahat sejenak.
Melihat itu, tentu saja Helia langsung mendekat dan ikut duduk di samping Keenan. Dia mengulurkan kedua tangannya dan memijat lembut bahu lelaki itu dengan tujuan mengurangi rasa lelah yang saat ini Keenan rasakan.
Keenan menoleh ke arah Helia dan menatap perempuan itu tajam. Kejadian saat Zetta datang tadi masih terekam jelas di kepalanya, terutama bagian Zetta membuktikan jika dirinya selama ini tidak bersalah.
"Helia." Keenan memanggil perempuan baru saja resmi menjadi tunangannya itu dengan nada yang agak berbeda.
"Ya?"
"Bisakah kamu jelaskan padaku detail kecelakaan waktu itu?" pinta Keenan dengan raut wajah serius.
Helia tak pernah melihat ekpresi Keenan yang seperti ini saat berbicara dengannya. Dia ketakutan hingga kedua tangannya menjadi gemetaran.
"Aku ... aku tidak terlalu ingat pada kejadian hari itu, Keenan. Aku lupa ...," ujarnya kemudian dengan nada lirih.
Keenan masih menatap Helia tajam dan terlihat tak terlalu puas dengan jawaban yang didapatnya.
"Aku sungguh tidak tahu apa-apa. Tidak mungkin aku merencanakan hal jahat untuk menjebak Zetta, apalagi sampai mencelakai diriku sendiri. Aku tidak melakukan itu, sungguh ...," ujar Helia lagi dengan tatapan berkaca-kaca.
Keenan menghela nafasnya. Melihat mata Helia yang memerah, dia pun menjadi tidak tega.
"Aku bersedia meminta maaf lagi pada Zetta dengan cara yang lebih baik. Aku akan menyiapkan hadiah yang paling bagus sebagai permohonan maaf." Helia kembali menambahkan.
"Tidak perlu," Keenan langsung menyahut dengan cepat. "Zetta juga telah memanfaatkan keadaan itu agar bisa menikah denganku. Anggap saja impas."
Mendengar itu, perasaan takut yang sebelumnya Helia rasakan seketika menguap. Dia pun tersenyum ke arah Keenan.
"Terima kasih, Keenan. Terima kasih karena sudah menungguku dengan sabar. Selama ini kamu sudah banyak mengalami kesulitan karena aku," ujar Helia sambil merangkul lengan Keenan erat. Mereka berdua terlihat begitu mesra di mata orang lain.
"Jaga sikap kalian berdua. Saat ini kita sedang berada di hadapan orang banyak." Tiba-tiba terdengar mama Helia menyela.
Helia buru-buru melepaskan rangkulan tangannya, sedangkan Keenan langsung bangkit dan permisi menemui papa Helia. Lelaki itu tampak berbincang-bincang dengan calon mertuanya itu tentang kerjasama perusahaan mereka.
Ditengah perbincangan, Keenan menoleh ke arah Helia. Dia teringat dulu Helia pernah menulis surat padanya dan menceritakan jika perempuan itu sangat menyukai jus mangga. Keenan pun berinisiatif meminta jus mangga pada seorang pelayan untuk Helia agar Helia merasa sedikit lebih rileks saat meminumnya.
Tak menunggu waktu lama, jus mangga pun datang ke hadapan Helia dengan diantar oleh seorang pelayan. Perempuan itu tampak memandang ke arah minuman tersebut sambil menelan ludahnya dengan agak kepayahan. Dia tidak bisa minum jus mangga, tapi dia juga tidak bisa membiarkan Keenan tahu jika yang suka menulis surat pada Keenan di masa lalu bukanlah dirinya.
"Kenapa ada jus mangga?" tanya Papa Helia. "Helia tidak ...."
Helia cepat-cepat meraih gelas jus mangga yang disodorkan padanya dan menenggaknya hingga tandas sebelum sang papa menyelesaikan kata-katanya. Dia tidak boleh ketahuan berbohong, tidak boleh!
⠀