Azalea Nazira Al-Basyir, wanita yang berjiwa bebas dan tak kenal basa-basi, sering kali membuat orang-orang di sekitarnya kewalahan menghadapi kelakuannya.
Berbeda jauh dengan Zehaan Akbar Al-Asshofi, pemuda 25 tahun yang berasal dari keluarga terpandang dan merupakan pewaris pondok pesantren Darunnajah.
Suatu malam tahun baru di Bandung, Zehaan mengalami kejadian yang di luar dugaannya. Ia dijebak oleh teman sendiri dan tanpa sadar terlibat dalam sebuah insiden yang mengubah hidupnya dan hidup Azalea. Peristiwa itu membawa aib besar bagi keluarga Zehaan.
Zehaan tak sengaja melecehkan seorang wanita yang tak lain adalah Azalea. Akibat kejadian itu Azalea harus menerima perawatan pisikologi dan Zehaan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan dihukum cambuk dan dinikahkan dengan Azalea untuk menghilangkan aib keluarga tanpa sepengetahuan Azalea.
Apa reaksi Azalea saat mengetahui jika dirinya sudah 1 tahun menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amanda Ferina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 20
Lea mengerjapkan matanya beberapa kali. Saat membuka mata sepenuhnya hal yang pertama kali Lea lihat adalah ruangan yang serba putih.
Cewek itu refleks melotot dan langsung duduk. Ia menatap dirinya yang mengenakan pakaian ala-ala pasien rumah sakit.
"Njer kapan gue cosplay jadi pasien?" tanya Lea heran dan menyibak selimutnya.
Ia ingin turun dari ranjang tapi tiba-tiba Lea merasakan ada yang aneh di punggungnya. Seperti sesuatu sedang mengiris kulitnya.
"Sakit woylah," teriak Lea.
Zheaan yang tertidur di sofa langsung bangun dan menghampiri Lea.
"Kamu tidak apa-apa?" khawatir Zheaan.
Lea menatap Zheaan kaget.
"Lo siapa?"
"Hah?" Zheaan ngelag beberapa saat, "kamu lupa saya? Apa kamu gara-gara dipukul jadi hilang ingatan?"
"Kayaknya sih iya atau gak kayaknya kagak." Lea memejamkan mata dan membukanya lagi, "oke gue inget lo gus Zheaan, 'kan?"
"Nah ingat."
"Ya emang inget."
"Tadi kenapa nannya?" bingung Zheaan.
"Ya suka-suka saya," ucap Lea dan menyengir bagaikan orang tidak bersalah.
Zheaan menarik napas panjang. Tingkah Lea memang sudah permanen mengesalkan tak bisa diubah, bahkan di masa kritisnya saja dia masih sempat-sempatnya membuat ulah.
"Lea kamu baring dulu. Jangan banyak gerak, nanti luka kamu kenapa-napa."
"Jadi saya luka Gus?" Lea menyentuh belakangnya. "Auuu!! Iya Gus, sakit banget. Lea kenapa? Oh tau, ini gara-gara ustadzah Alma," geram Lea sambil mengepalkan tangannya. Ia masih ingat bagaimana puasnya wajah Alma tatkala melihatnya merintih sakit.
Benar-benar kejam, tidak berperikemanusiaan, jika bisa dikcik dia dari kehidupan tentu orang pertama paling bahagia adalah Lea.
"Kamu tenang saja, saya sudah memberikan sanksi untuk ustadzah Alma yang bertindak sendiri tanpa meminta pendapat orang lain.".
"Kejam banget kan dia? Emang spesies ustadzah Alma itu bikin tensi," ucap Lea asal.
"Sama kaya kamu juga," ceplos Zheaan tanpa bisa direm.
Lea membulatkan matanya dan menatap sengit Zheaan. Zheaan menyentuh tengkuknya dan membuang wajah perlahan untuk menghindari amukan singa.
"Maaf," cicit Zheaan.
"Ya."
"Kamu marah?"
"Gak!"
"Masa?"
"Ya!"
Wanita memang seperti itu. Lain di mulut lain pula di hati. Mungkin dia mengatakan tidak marah, tapi dari ekspresi wajahnya menunjukkan kebohongan itu.
"Saya minta maaf. Apapun yang kamu mau saya akan turuti." Mendengar tawaran yang sangat menggiurkan membuat Lea tergoda.
Ia menatap penuh arti Zheaan. Awalnya ia tampak biasa saja dan berpura-pura menolak. Tetapi makin ke sini makin kelihatan sifat aslinya.
"Yakin? Yang bener ah?"
"Ya benar."
"Affah iyah kack?"
"Iya neng."
"Masa?"
"Mau tidak?" geram Zheaan.
"YA MAULAH!!" cepat Lea.
"Kamu mau minta sama saya apa?"
Lea berpikir. Ia harus mengajukan permintaan langka biar tidak menyesal belakangan.
"Saya mau sering-sering tidur di tempat gus Zheaan. Soalnya kalau di asrama tuh gak enak, udah sempit, ranjangnya kecil, kasurnya jelek, banyak nyamuk lagi, trus si Dora berisik banget." Dan akhirnya Dora dijadikan kambing hitam oleh Lea.
Padahal cewek itu sendiri yang heboh dan memancing Dora. Seharunya yang berkata seperti itu adalah Nia yang selalu pasrah dengan keadaan ketika mereka membuat ulah.
"Baik saya setuju."
"Bener Gus?"
"Ya!!"
"Yeyyy!!" Lea langsung tumpah dalam pelukan Zheaan. "AUUU!! LUKA GUE!!" teriak Lea menyadari lukanya yang parah.
"Astaghfirullah, Lea makanya kamu hati-hati." Zheaan tidak bisa membayangkan betapa sakitnya hukuman yang didapatkan Lea.
Zheaan sudah pernah merasakan betapa sakitnya dihukum seperti itu. Ia pernah dicambuk sampai 100 kali dan dia juga pernah berada di ambang sekarat.
Begitu besar pengorbanan Zheaan demi mendapatkan maaf dan juga Lea bersamaan.
Ia tidak menyesal dicambuk ia hanya menyesali pertemuan mereka dengan cara yang hina.
"Biasa aja Gus. Gak sakit banget."
"Kamu sudah begini masih saja bantah," ucap Zheaan tidak habis pikir.
"Isshhh saya tidak bantah Gus."
"Kamu Lea. Mending duduk cantik aja."
"Aduh Lea terhura duduk aja cantik."
"Memang cantik," ucap Zheaan tulus.
"Hahahaha gus Zheaan bisa bercanda juga."
Zheaan diam. Padahal dia tidak bercanda. Apa yang keluar dari mulutnya itu murni dari hati nuraninya.
Zheaan menatap bubur yang ada di nakas. Itu adalah bubur ayam, Lea sangat menyukainya. Zheaan tahu jika ia memberikan Lea bubur yang biasa disediakan rumah sakit maka cewek itu pasti akan langsung memuntahkannya.
"Kamu makan dulu."
Lea menatap ke mangkuk Zheaan. Ia tersenyum dan langsung merebutnya saat mencium aroma yang keluar dari bubur ini.
"Sini Lea abisin," ucap Lea dan memakannya dengan lahap. .
"Hati-hati atuh Neng," ucap Zheaan sambil menggelengkan kepala.
"Udah hati-hati Gus. Lagian ini bukan di jalan ngapain harus hati-hati sih."
"Maksud saya pelan-pelan makannya nanti tersedak."
"Biarin aja," ucap Lea dan terus menyuapkan bubur tersebut.
"Saya yang suapin, 'ya?"
"Enggak mau."
Zheaan tersenyum dan melirik sisa bubur yang berada di bibir Lea. Ia mengangkat dagu Lea dan melapnya.
Lea terkejut dan matanya tidak bisa bohong ada sesuatu di sana. Ia menatap wajah Zheaan dengan perasaan kosong. Ketika Zheaan menatap mata Lea, sesi tatap itupun berlangsung lama.
"Assalamualaikum! Eh, maaf ganggu kalian," ucap Kansa dan cepat langsung ingin keluar.
Zheaan dan Lea terkejut.
"Wa'alaikumussalam. Ning masuk aja, tidak apa-apa." Zheaan salah tingkah di depan kakaknya.
"Tapi teteh ganggu Gus dan Lea tidak?"
"Tidak Ning."
Kansa menatap Lea dan tersenyum untuk wanita itu. Sedangkan Lea tengah mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh Kansa.
"Cantik banget."
"Siapa?" bengong ning Kansa.
"Ning Kansa."
____________
Rafkha mondar-mandir di tempat. Dia tidak bisa duduk dengan tenang hanya karena perkara selalu kepikiran keadaan Lea.
"Ya Allah bagaimana kondisi Lea."
"Kamu mengkhawatirkan Lea?" tanya Doni dan duduk di samping Rafkha.
Rafkha menundukkan kepala. Bagaimana bisa orang tidak bisa memiliki hati nurani dan menertawakan Lea tadi.
Rafkha sangat marah tapi dia sadar diri tidak bisa bertindak.
"Bagaimana aku bisa tidak mengkhawatirkannya? Dia perempuan. Kita yang dihukum seperti itu saja sakit."
"Aku mengerti bagaimana perasaan mu." Doni mengelus punggung Rafkha bertujuan memberikan semangat untuk cowok tersebut.
"Terimakasih."
"Tenang saja, banyak orang yang juga tidak terima dengan perlakuan ustadzah Alma. Dengar-dengar di kantor juga sedang terjadi perdebatan antara ustadzah Alma dan ustadzah lainnya."
Rafkha mengerutkan kening.
"Lah kok kenapa bisa?" ujar Rafkha penasaran.
"Karena menghukum Lea tanpa meminta pendapat yang lain dan juga karena Tsania tidak dihukum padahal juga bersalah, 'kan?"
"Ustadzah Alma kenapa bisa berbuat seperti itu," gumam Rafkha tidak mengerti.
"Bisa saja. Dia mungkin sudah muak dengan Lea. Dan dia belum bisa bersifat keibuan karena dia masih muda ditambah ustadzah Alma juga belum bisa sepenuhnya mengendalikan emosi."
Rafkha menunduk. Apa yang dikatakan Doni ada benarnya. Tapi yang menjadi kepikiran itu bagaimana kondisi Lea.
"Kamu benar. Tapi aku belum bisa tenang," ucap Rafkha.
"Lea sudah dibawa ke rumah sakit oleh keluarga Kyai Akhyar."
"Alhamdulillah jika begitu. Tapi tetap saja diri ku tidak tenang."
"Jika tidak tenang pergi ke mushola dan sholat sunat di sana."
Rafkha mengangguk. Ia berdiri dan mengambil perlengkapan sholat.
Kemudian pria itu berpamitan dengan Doni.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam." Doni menatap punggung Rafkha. "Rafkha, kamu menyukai Azalea? Aku tidak pernah melihat mu seperti ini. Aku hanya mengingatkan, sukailah sewajarnya dan dalam diam saja. Aku saja bisa tau perasaan mu apalagi setan, jika setan tau itu adalah kesempatan buat dia goyahin kamu. Ingat, wanita adalah kelemahan pria. Jangan gara-gara perasaan mu, predikat mu sebagai santri beriman menjadi buruk."
Rafkha memejamkan mata. Ia berbalik dan tersenyum lebar. Kemudian Rafkha menuju masjid.
"Saya yakin jika saya sudah menyukai mu Azalea. Kamu adalah wanita unik, tapi bagi saya kamu istimewa. Saya berjanji mencintai mu sewajarnya dan saya berjanji perasaan ini akan saya sembunyikan dan juga saya berjanji saya mencintai mu karena Allah. Ana Uhibukafillah."
Beberapa menit kemudian.
Rafkha sudah selesai menunaikan sholat sunat dua rakaat dan juga sudah membaca Al-Qur'an untuk menenangkan hatinya.
Tidak lupa juga ia menyelipkan nama Lea di dalam doanya. Rafkha berjalan menunduk dan hingga tak sengaja seorang santriwan berlari ke arahnya dan menabrak dirinya.
"Astaghfirullah, maaf."
"Tidak apa-apa. Kenapa buru-buru?" tanya Rafkha.
"Itu, pengen lihat ustadzah Alma dihukum oleh kyai. Kapan lagi kita bisa melihat ustadzah dihukum."
"Hah beneran?" Rafkha terkejut dan langsung membulatkan mata.
"Buat apa saya bohong ke kamu. Ayo pengen ikut saya ke lapangan tidak?"
"Iya. Saya juga pengen lihat.
Dia pun ikut berlari dan ingin melihat bagaimana ustadzah Alma dihukum.
Ketika sampai di lapangan. Rafkha melihat ustadzah Alma dijemur dengan kalung kotak yang berisi tulisan menggantung di leher.
Di pesantren ini juga adil, bukan hanya murid akan tetapi ustadzah pun jika bersalah akan dihukum. Itulah pesantren yang menegakkan nahi mungkar.
Di sisi Alma juga ada Tsania. Senior itu belum mendapatkan hukumannya kemarin makanya ikut dijemur. Terima tidak terima ia harus rela.
Masih untung hukuman itu manusiawi tidak seperti hukuman yang diterima Lea.
"Astaghfirullah, kasian banget ustadzah Alma."
"Masih bisa kasian sama dia? Dia sering menghukum santriwati."
"Bener tuh. Apalagi tidak manusiawi seperti menghukum Lea. Saya sampai tidak berani melihat ke lapangan kemarin."
"Kalau begini kan adil. Tidak cuman Lea yang dihukum."
"Benar Siti."
Itu adalah suara bisik-bisik dari santriwati yang terdengar. Rafkha menatap ustadzah Alma antara kasian dan senang.
Pasti saat ini ustadzah Alma sangat malu dihukum di depan muridnya. Rafkha tak tega melihat air mata yang keluar dari bola mata indah milik ustadzah Alma.
"Pengen kasian sama ustadzah Alma, tapi dia juga tidak pernah kasian menghukum kita," ucap orang di samping Rafkha.
"Kan kamu laki-laki, kenapa bisa dihukum sama ustadzah Alma seharusnya dihukum sama ustad Sholeh," sahut orang yang di sampingnya lagi.
"Ya benar, tapi ketika ustadz Sholeh menghukum kita juga ada ikut campur tangan ustadzah Alma."
"Sudah-sudah tidak baik membicarakan orang," tengah Rafkha.
Rafkha menghela napas panjang lalu keluar dari kerumunan ini. Ia melihat ustadzah Alma dihukum juga puas.
Memang tindakan ustadzah Alma salah karena itu sama saja bisa memburukkan pesantren jika berita tersebut menyebar keluar.
"Lea bagaimana kamu sekarang. Apa kamu baik-baik saja?" lirih Rafkha dan memandang ke atas langit.
Tepat burung elang lewat. Rafkha tersenyum, ia yakin Lea kuat dan wanita itu pasti baik-baik saja.
___________
Tbc
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA