Sebuah rasa cemburu, membuatku melakukan hal yang paling gila. Aku nekat meniduri seorang pria yang sedang koma.
Tahun berlalu dan kini, ada sosok kecil yang membuatku hidup dalam kebahagian. Hingga suatu hari, sosok kecil yang tak lain adalah anakku dan pria yang koma waktu itu, membawaku kembali.
Kembali ke kehidupanku yang dulu. Tempat dimana, aku akan memulai kisah yang baru dari lingkungan yang sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nathan Kecil
Vanya memasukkan seluruh pakaiannya ke dalam koper. Barang-barang lain juga sudah ia rapikan di beberapa box. Kisruh dari luar kamarnya tak Vanya gubris sama sekali. Saat suara bentakan mampu memfokuskan pikirannya.
" Vanya! " Suara Ayah yang sangat lantang di iringi pukulan pada pintu kamarnya. " Dengar, buka pintunya!
Vanya bangkit dari posisinya dan membuka pintu kamarnya. Buka saja. Anggap saja mendengar ceramah sebelum pergi batinnya.
" Kau mau membuat Ayah mati karena darah tinggi ya?! " Bentak Ayah setelah Vanya berhasil membuka pintu kamarnya.
Vanya menghela nafas sembari menatap kesal.
" Ada apa lagi?
Plak.........!
Satu lagi tamparan untuk Vanya. Ayah benar-benar kehilangan kesabaran saat mengetahui jika Vanya tak main-main dengan ucapannya.
" Suamiku! " Ibu sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Suaminya. Bagaimana tidak? sudah susah payah membujuk Vanya untuk membuka pintu, Ayah dengan tiba-tiba justru malah memukulnya.
" Diam! jangan membelanya lagi. Kau bukan Ibunya. Kau tidak berhak ikut campur. " Ayah semakin kehilangan kendali hingga tak sadar dengan apa yang ia katakan.
Ibu tak kuasa menahan tangisnya lagi. Lima belas tahun Ibu mencoba menjadi sosok Ibu untuk Vanya, ternyata tak ada artinya di mata suaminya. kini hatinya benar-benar hancur berkeping-keping.
Vanya menatap Ibu iba. Tangannya masih menempel pada pipi yang terasa panas. Belum hilang rasanya sakit dari tamparan yang pertama, kini sudah ditimpali lagi dengan tamparan kedua.
Ayah kembali menatap Vanya dengan tatapan marahnya. " Kau mau pergi?! sekarang pergilah. Kau bukan anakku lagi. Kau memang tidak pernah membuatku bangga. Kau selalu saja membuat masalah. Karena mu juga, aku harus kehilangan Tanti. ( Ibu kandung Vanya )
Vanya mengepal kuat tangannya. Kuat dan semakin kuat seiring Ayah yang terus saja berucap. " Heh? hehehe,... Bagus. Bagus sekali. Kau memang Ayah terbaik. " Vanya menatap Ayah tajam.
" Ayah bilang aku pembuat masalah? itu benar sekali. Kau tahu kenapa? Aku selalu membelamu saat teman-teman ku mengejek mu. Kau tahu kenapa mereka mengejek mu? " Vanya bertanya dengan senyum yang dibaluti kekesalan. Ayah mengerutkan dahi bingung.
" Suamiku, Vanya, sudah. Hentikan. " Ibu mencoba menghentikan perdebatan antara anak dan suaminya ini. Sayangnya, ini sama sekali tak berguna. Baik Vanya atau Ayah, mereka sudah dikuasai oleh amarah mereka masing-masing.
Vanya memajukan langkahnya. Berdiri tepat dihadapan Ayah dengan sorot mata yang tajam.
" Mereka semua, mengetahui keburukan mu. Kau selalu berselingkuh. Kau juga melakukanya dengan teman sekolah ku. Jika kau marah karena Ibuku mati, coba kau lihat dulu dirimu. Kenapa Ibuku memilih untuk bunuh diri? kau yang lebih tahu kan?
" Omong kosong apa yang kau bicarakan?! " Nada bicara ayah semakin melejit naik. Tatapannya juga semakin tajam penuh amarah.
Vanya menyunggingkan senyum palsunya.
" Cukup. Sudah cukup. Mengenai masa lalu mu, hanya kau yang tahu. " Vanya berjalan dan meraih koper yang sudah siap di dekat ranjangnya. Sebelah tangannya juga menjinjing box yang berisi beberapa barang miliknya.
Ibu mengikuti langkah Vanya dengan terus memohon agar Vanya tetap tinggal. Vanya yang sudah tidak tahan lagi, akhirnya memutar tubuhnya agar berada pada posisi yang saling berhadapan dengan Ibu. Vanya melepaskan tangannya dari koper dan meletakkan boxnya di atas kopernya. " Ini adalah pilihanku. Jadi, tolong dukung aku. " Ucap Vanya sembari meraih kedua tangan Ibu yang masih mengatup memohon.
Ibu hanya bisa menangis dan mengangguk. Apa lagi yang bisa ia lakukan? sebagai seorang Ibu, dia hanya ingin selalu bersama dalam keadaan apapun. Tapi takdir adalah kenyataan yang harus dijalani. Vanya telah memilih jalan takdirnya. Sebagai seorang Ibu, ia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Vanya.
***
" Untung saja, Ibuku meninggalkan banyak uang sebelum meninggal. Ibu, aku akan meninggalkan Negara ini. Jagalah aku dan cucumu dari surga. Aku merindukan Ibu. " Ucap Vanya yang kini sudah duduk didalam pesawat sembari memandangi photo ibunya dari liontin peninggalannya.
LIMA TAHUN KEMUDIAN.
' Happy birthday to you... happy birthday to you....' Lagu peringatan ulang tahun kini sedang dinyanyikan oleh seorang bocah yang sangat berbakat dan tampan.
" Ibu selamat ulang tahun. Semua doa terbaik untuk Ibu. Aku akan selalu mencintaimu. " ucapnya sembari menyodorkan sebuah cake yang dihiasi lilin berangka dua puluh enam.
Vanya menahan genangan air mata harunya.
" Terimakasih Nathan. Aku juga akan selalu mencintaimu. " Vanya meniup lilinnya dan langsung memeluk Nathan erat.
Nathan, terimakasih karena telah memberikan Nathan kecil untukku. Kalau bukan karena mu, mungkin aku tidak memiliki alasan untuk tetap hidup. Aku selalu mendoakan kau bahagia di surga. Sekali lagi, Terimakasih untuk Nathan kecil yang kau berikan padaku.
" Ibu, kenapa kau menangis? " Tanya Nathan yang menyadari jika Ibunya menangis dibalik punggungnya.
" Tidak. Ibu menangis bukan karena sedih, tapi karena Ibu bahagia memiliki mu. " Vanya memegang wajah Nathan dan menciumnya.
" Ibu, ini adalah hari ulang tahunmu. Tapi, bolehkah aku yang meminta hadiah? " Nathan menatap Vanya dengan tatapan penuh harap.
Vanya tersenyum sembari mengangguk.
" Benarkah? " Nathan memastikan kembali.
" Ibu tidak akan marah? " Vanya masih mengangguk. " Berjanjilah Ibu akan menjawabnya. " Vanya juga mengangguk.
" Beri tahu aku tentang Ayah.
Senyum diwajah Vanya menghilang seketika. Kali ini, Nathan benar-benar terlihat serius. Pasti sulit untuk mengalihkan pembicaraan seperti biasanya. Mau tidak mau Vanya hanya bisa berbohong. " Em,.. Ayahmu ya?
" Ibu tidak boleh mengingkari janji!. " Nathan kembali mengungkit janji yang telah disepakati oleh Vanya. berharap jika ia benar-benar diberitahu tentang Ayahnya yang sebenarnya ia rindukan kehadirannya.
Vanya menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan. " Baiklah. Akan Ibu beri tahu. Ayahmu adalah orang yang baik. Dia tampan. Sama sepertimu. Sangat mirip denganmu. Sayangnya, dia jatuh sakit dan meninggal sebelum kau lahir ke dunia ini. Ibu benar-benar terpukul saat itu. Sampai akhirnya, Ibu meninggalkan negara asal kita dan menetap di sini. Ibu berharap keadaan Ibu akan lebih baik. Dan, kau lihat sendiri. Ibu sudah jauh lebih baik. Apalagi semenjak kau hadir dalam hidup Ibu. Semuanya jadi terasa sangat indah.
Nathan mengerutkan alisnya. Vanya hanya bisa menahan gugup. Cemas juga bingung jika kebohongannya diketahui oleh Nathan.
" Lalu kenapa Ibu tidak pernah membawaku kembali ke negara kita jika Ibu sudah lebih baik?
Vanya menatap langit-langit sembari mencari alasan yang paling masuk akal. Ada beberapa alasan yang melintas di otaknya. Tapi tetap saja tidak ada alasan yang bisa meyakinkan Nathan. Nathan adalah anak yang kritis dan jenius. Tidak mudah jika membohonginya.
" Ibu? apa belum juga mendapatkan ide untuk beralasan? " Tanya Nathan dengan wajah yang seolah berkata, jangan mencari alasan! berapa banyak waktu yang akan Ibu habiskan untuk mencari alasan?
To Be Continued.