NovelToon NovelToon
Mahira

Mahira

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Pengganti
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

“Aku kecewa sama kamu, Mahira. Bisa-bisanya kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu, Mahira,” ucap Rangga dengan wajah menahan marah.
“Mas Rangga,” isak Mahira, “demi Tuhan aku tidak pernah memasukkan lelaki ke kamarku.”
“Jangan menyangkal, kamu, Mahira. Jangan-jangan bukan sekali saja kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu,” tuduh Rukmini tajam.
“Tidak!” teriak Mahira. “Aku bukan wanita murahan seperti kamu,” bantah Mahira penuh amarah.
“Diam!” bentak Harsono, untuk kesekian kalinya membentak Mahira.
“Kamu mengecewakan Bapak, Mahira. Kenapa kamu melakukan ini di saat besok kamu mau menikah, Mahira?” Harsono tampak sangat kecewa.
“Bapak,” isak Mahira lirih, “Bapak mengenalku dengan baik. Bapak harusnya percaya sama aku, Pak. Bahkan aku pacaran sama Mas Rangga selama 5 tahun saja aku masih bisa jaga diri, Pak. Aku sangat mencintai Mas Rangga, aku tidak mungkin berkhianat.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

mh 3

Bab 3

Ustaz Dasun memandang Mahira sebentar. Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam.

Pintu ruang tengah ditutup rapat bahkan diganjal, seolah-olah pernikahan itu tidak boleh diketahui warga. Total ada sepuluh orang di dalam ruangan.

Ratna tampak memegang ponsel, merekam pernikahan dadakan itu dengan antusias jahat.

“Apakah kamu sudah siap?” tanya Ustaz Dasun kepada Doni.

Doni tidak menjawab. Ia hanya menatap kosong sampai Mahira menyikut lengannya.

“Ya, Pak,” ucap Doni pelan.

“Apa kamu sudah siap, Nak?” ulang Ustaz Dasun memastikan.

“Siap, Pak,” jawab Doni lebih mantap.

“Cih… siap-siap saja. Mahar saja pinjam,” gerutu Mahira lirih.

“Apakah Anda membawa KTP?” tanya Ustaz Dasun.

Doni menggaruk kepalanya pelan.

“KTP saya ketinggalan, Pak. Ada di rumah.”

“Ah, katanya sudah siap. KTP saja kamu tidak bawa. Bisa diambil dulu?” tegur Ustaz Dasun dengan nada kesal.

“Tidak bisa, Pak. Harus malam ini dilaksanakan pernikahan. Lagian cuma nikah siri ini, Pak,” potong Harsono tegas.

Ustaz Dasun menghela napas berat, tampak tidak puas tetapi terpaksa menerima.

“Baiklah… kalau begitu, siapa nama lengkap kamu?”

“Doni Alfiansyah Rizki Rhomandon Dirgantara bin Khairul Umam Dirgantara,” jawab Doni tanpa ragu.

Ustaz Dasun terperangah mendengar nama sepanjang itu.

“Doni bin Khairil saja, Pak,” ucap Doni buru-buru.

“Ya, itu saja lah. Nikah siri ini,” celetuk Ratna sinis.

“Baik… apa mahar yang akan kamu berikan?” tanya Ustaz Dasun.

Doni merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan uang seratus ribu rupiah.

“Ini, Pak,” ucap Doni menyerahkan uang itu.

Benar-benar malang nasib kamu, Mahira,batin Ratna sambil tersenyum puas.

Ini memang pantas untuk kamu, Mahira,pikir Rukmini penuh kemenangan.

Pak Harsono tampak enggan menikahkan langsung Mahira dengan Doni, maka ia pun mewakilkan kepada Ustadz Dasun.

Mahira tampak biasa saja; andai saja pernikahan ini berjalan normal, mungkin Mahira sudah memprotes keras.

Yang ada di pikiran Mahira sekarang hanyalah keinginan untuk segera pergi dari rumah ini.

Ustadz Dasun menggenggam tangan Doni.

“Ya, Saudara Doni bin Khairul, saya nikahkan engkau dengan anak saya, Mahira Purnamasari binti Harsono, dengan mas kawin uang tunai seratus ribu rupiah dibayar tunai,” ucap Ustadz Dasun seraya menghentakkan tangannya.

Doni hanya terdiam.

“Kenapa kamu diam saja?” tanya Ustadz Dasun, mulai kesal.

“Saya harus bilang apa, Pak?” tanya Doni polos.

“Astaga… mimpi apa aku bisa menikah dengan lelaki seperti ini,” keluh Mahira dalam hati.

Ustadz Dasun menatap wajah Doni yang meski bertubuh besar, namun rautnya masih seperti remaja.

“Kamu belum menghafalnya?”

“Belum, Pak Ustadz,” jawab Doni jujur. “Kan dadakan, Pak.”

Ustadz Dasun menghela napas, kemudian memberikan catatan kepada Doni untuk dihafal.

Doni mengangguk-angguk.

“Mengangguk terus… ngerti tidak? Pusing iya,” gerutu Mahira dalam hati.

“Sudah siap?” tanya Ustadz Dasun.

“Ok,” jawab Doni seenaknya.

Ustadz Dasun menepuk dahinya pelan, lalu menarik napas panjang.

“Ya, Saudara Doni bin Khairul, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak saya, Mahira Purnamasari binti Harsono, dengan mas kawin uang tunai seratus ribu rupiah dibayar tunai.”

“Saya terima nikah dan kawinnya Mahira Purnamasari binti Harsono dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” ucap Doni terbata tapi jelas.

Ustadz Dasun mengedarkan pandangan.

“Bagaimana, saksi?”

“Sah,” jawab Pak RT dan Pak RW hampir bersamaan.

Ustadz Dasun memanjatkan doa. Mahira mencuri pandang ke arah Doni yang tampak khusyuk mengangkat tangan.

Air mata Mahira menetes—entah karena apa. Bahagia? Mustahil. Pernikahannya bahkan gagal di detik-detik terakhir.

Sedih? Mahira sendiri tidak tahu.

“Secara agama, kalian sudah sah sebagai suami istri. Nanti kalian bisa urus administrasinya ke KUA untuk mendapatkan surat nikah,” tutur Ustadz Dasun.

Mahira bangkit, lalu melangkah masuk ke kamar.

“Benar-benar tidak sopan,” geram Pak Harsono.

“Jangan keras-keras pada anak perempuan, Pak. Bagaimanapun, ini terlalu mendadak bagi dia,” nasihat Ustadz Dasun lembut.

Pak Harsono kemudian membagi amplop berisi uang kepada Ustadz Dasun, Pak RT, dan Pak RW.

Mahira masuk ke kamar, membuka gamisnya. Ternyata ia sudah memakai baju dobel; kini ia mengenakan kaus panjang dan celana gunung.

Mahira berjalan ke rak sepatu, lalu memakai sepatu gunungnya.

Doni mengernyitkan dahi. “Mau ke mana, istriku?”

Mata Mahira mendelik. “Panggil aku Mahira saja. Aku belum mau dipanggil istri.”

“Ok, baiklah,” sahut Doni cepat.

“Cih… tidak ada bantahan sama sekali. Dasar lemah,” gerutu Mahira dalam hati.

“Uh…” Doni menggaruk kepalanya bingung.

Mahira menggendong tas ranselnya. Ransel itu tampak lebih tinggi dari kepalanya. Ia memakai topi—aneh memang, sudah pakai jilbab ditambah topi, malam pula. Tapi mungkin Mahira sedang galau.

“Aku mau pergi dari rumah ini,” ucap Mahira lirih namun tegas.

“Ok,” jawab Doni pendek.

Mahira menatapnya tajam.

“Aku tahu kamu pasti bertanya kenapa aku tidak melarang kamu, kan?” cerocos Doni canggung.

“Cih, sok tahu,” ketus Mahira.

Mahira melangkah pergi dengan langkah berat.

Doni mengekor dari belakang.

“Mau ke mana kamu, Mahira?” tanya Pak Harsono.

“Pergilah… mau ngapain lagi aku di sini,” jawab Mahira tanpa menoleh.

“Kenapa harus pergi? Memang kamu mau pergi ke mana?” tanya Pak Harsono khawatir.

“Aku tidak mau tinggal bersama orang-orang yang tidak percaya sama aku,” balas Mahira lirih tapi tegas.

“Jadi kamu menyesal dengan pernikahan ini?” tanya Harsono lagi.

“Pikir saja sendiri.”

“Mahira, yang sopan kalau bicara sama orang tua,” ucap Rukmini yang baru muncul dari belakang. Ratna tampak berdiri di belakangnya.

“Sudahlah… kamu juga tidak sopan mengambil ayahku dari ibuku,” balas Mahira kesal.

“Mahira!” bentak Harsono.

“Apa, Pak?” Mahira mendongak menatapnya.

“Kenapa kamu berubah, Mahira? Kenapa kamu tidak selembut dulu? Jangan pergi, Mahira. Tinggallah dulu di sini,” pinta Harsono dengan suara bergetar.

“Aku mau pergi. Aku tidak mau tinggal dengan orang yang tidak percaya sama aku. Apalagi ada Mak Lampir yang pintar buat fitnah, seperti dia,” ujar Mahira sambil menatap tajam ke arah Rukmini.

“Mas!” pekik Rukmini marah. “Itu anak kamu yang memasukkan lelaki ke kamarnya! Kenapa marah-marah sama aku, Mas? Kamu bayangkan kalau tidak ada Ratna bagaimana nama baik kamu! Didik anak kamu ini biar tidak ngelunjak!”

“Mahira!” geram Pak Harsono. “Minta maaf pada ibumu.”

“Tidak,” jawab Mahira tegas.

“Cepat minta maaf!” desak Pak Harsono, mulai kehilangan kesabaran.

“Tidak!” suara Mahira meninggi.

Pak Harsono mengangkat tangannya, hendak memukul Mahira.

Mahira memejamkan mata, namun ia tidak merasakan apa pun.

Saat membuka mata, ia melihat tangan ayahnya telah ditahan oleh Doni.

“Mahira istri saya, Pak. Saya berkewajiban melindungi dia,” ucap Doni dengan nada datar namun dalam.

Pak Harsono menatap Doni tajam. Entah mengapa, muncul rasa takut yang begitu dalam pada dirinya. Perlahan, tangan Pak Harsono turun.

“Aku pergi,” ucap Mahira datar, lalu melangkah keluar rumah.

Doni kembali mengekor dari belakangnya.

1
puspa endah
ceritanya bagus thor susah di tebak
puspa endah
teka teki banget ceritanya👍👍👍👍 lanjut thor😍😍😍
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
partini
oh seperti itu
puspa endah
lanjut thor👍👍👍
puspa endah
banyak teka tekinya thor😄😄😄. siapa lagi ya itu....
anak buah doni kah?
puspa endah
woow siapakah Leo?
NP
ga jadi mandi di doni
puspa endah
🤣🤣🤣 lucu banget mahira n doni
partini
Leo saking cintanya sama tuh Kunti Ampe segitunya nurut aja ,,dia dalangnya Leo yg eksekusi hemmmm ledhoooooooooo
partini
sehhh sadis nya, guru ga ada harganya di mata mereka wow super wow
partini
hemmm modus ini mah
partini
apa Doni bukan anak SMA,, wah banyak misteri
puspa endah
wah kereen bu kepsek👍👍👍 hempaskan bu susi, bu anggi dan pak marno😄😄😄😄
partini
Reza takut ma bosnya 😂😂
sama" cembukur teryata
puspa endah
bagus mahira👍👍👍 jangan takut klo ga salah
puspa endah
doni kayaknya lagi menyamar
partini
daster panjang di bawah lutut ga Sampai mata kaki ya Thor
tapi pakai hijab apa ga aneh
NP: q kalo dirumah jg sering kayak itu ..to pake legging lengan pendek
total 3 replies
partini
hemmmm Doni ,, kenapa aku berfikir ke sana yah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!