Apa jadinya jika dua orang sahabat memiliki perasaan yang sama, tapi sama-sama memilih untuk memendam perasaan itu daripada harus mengorbankan persahabatan mereka? Itulah yang saat ini dirasakan oleh dua orang sahabat, Bulan dan Bintang.
Bulan, sahabat sejak kecil seorang Bintang, menyukai pemuda itu sejak lama tapi perasaan itu tak pernah terungkap. Sementara Bintang, baru menyadari perasaannya terhadap gadis cantik itu setelah dirinya mengalami kecelakaan.
Keduanya terjebak dalam perasaan yang tak terungkap. Mereka tidak tahu harus melakukan apa. Keduanya hanya tahu bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tapi, akankah persahabatan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih?
---------------------------------------------------------------------------
"Lo keras kepala banget! Lo gak tau apa gue khawatir, gue sayang sama lo." gumam gadis itu lirih, bahkan hampir tak terdengar.
"Lo ngomong apa tadi?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Lapangan basket
"Bintang, materi tadi lumayan sulit gak sih?" Tanya Bulan sambil meminum teh botolnya.
"Memang, gue aja pusing banget tadi." Ujar Bintang menimpali.
Sore ini, Bulan mengajak Bintang untuk mengobrol santai di lapangan basket dekat komplek. Keduanya duduk berdampingan di tribun penonton.
Bintang melihat beberapa remaja seusia mereka yang sedang bermain basket. Ia pun tiba-tiba berdiri dan melangkahkan kakinya.
"Bintang lo mau kemana?" Ujar Bulan yang langsung menangkap lengan panjang Bintang.
Langkah Bintang terhenti dan ia langsung menoleh ke arah tangan Bulan yang memegangi lengannya. Lalu menoleh ke arah Bulan yang terlihat khawatir dari mimik wajahnya.
"Mau main lah, udah lama gak main basket." Ujar Bintang santai.
Bulan terkejut, pasalnya otot bahu bintang koyak karena pertengkaran hebat dengan ayahnya tiga tahun lalu. Ia terdorong dan terkena pecahan kaca tepat di bahunya. Kejadian itu terjadi saat Bintang masih duduk di bangku SMP.
Karena kejadian itu, lengan kanannya tidak bisa diangkat terlalu tinggi. Dan Bulan khawatir akan Bintang jika pemuda itu memaksakan dirinya untuk bermain.
"Jangan, Bintang! Lo gak ingat cedera di bahu lo?" Bulan mencoba melarang Bintang karena takut sahabatnya itu akan cedera lagi.
Bintang hanya mengangkat bahu dan menaikkan alisnya. Ia mencoba baik-baik saja, meskipun terkadang ia merasakan nyeri di bahunya.
"Aman, lo gak perlu khawatir. Gue akan baik-baik aja." Lagi-lagi Bintang mengeluarkan kata-kata yang sama ketika Bulan mengkhawatirkannya.
Bulan menggelengkan kepalanya, sahabatnya itu benar-benar keras kepala. Jika saja itu bukan sahabatnya, mungkin Bulan tidak akan sesabar ini menghadapinya.
"Lo memang keras kepala, Bintang!" Ujar Bulan dengan nada yang sedikit kesal.
Tanpa kata lagi, Bulan melepaskan tangannya membiarkan Bintang dengan keinginannya. Bintang pun langsung melangkahkan kakinya, meninggalkan Bulan sendirian di tribun penonton.
Bintang bergabung dengan mereka dan bermain basket bersama. Bulan hanya memandangi dari kejauhan, tanpa kata.
Bintang memang terlihat lincah ketika bermain basket, karena memang sudah hobinya. Bahkan saat SMP ia juga terpilih sebagai ketua klub basket. Sayangnya, karena cedera yang dialaminya, Bintang akhirnya meninggalkan minatnya di olahraga itu.
Bintang hendak melakukan shoot, tapi ia tiba-tiba terhenti dan menoleh ke arah Bulan yang terlihat tidak bersemangat. Mungkin karena Bintang tidak mengindahkan perkataan Bulan tadi.
Bintang melirik bola yang dipegangnya, lalu mengurungkan niatnya untuk melempar bola itu ke keranjang. Digantikan dengan melemparnya ke arah temannya, membiarkan temannya itu yang mencetak poin.
Terkejut? Tentu saja Bulan terkejut ketika melihat itu. Ia tidak menyangka bahwa Bintang ternyata memperdulikan perkataannya.
Tanpa sadar, sudut bibir Bulan tertarik ke atas sedikit. Setidaknya Bintang sedikit mendengarkan kata-katanya hari ini.
Beberapa menit berlalu, akhirnya Bintang mengakhiri permainannya. Ia kembali menghampiri Bulan dan duduk di sebelah nya.
"Skill lo masih sama, keren!" Puji Bulan sambil menyerahkan sebotol air mineral yang masih tersegel.
Bintang menerimanya dan mengambil tegukan pertama. Ia tidak tahu kapan Bulan membeli air untuknya. Tapi yang pasti, perhatian kecil Bulan cukup untuk mengurangi rasa lelahnya.
"Thanks," ujar Bintang singkat.
Bulan hanya tersenyum tanpa kata. Lalu pandangannya kembali memandangi para pemuda itu yang bermain basket di lapangan.
"Lo liat kan, gue aman. Lo aja yang terlalu khawatir." Ujar Bintang di sela-sela keheningan dengan nada meledek.
Mendengar perkataan Bintang yang terdengar begitu mengejek, Bulan pun sontak menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam. Ia mengernyitkan dahi merasa bahwa Bintang meremehkan kepeduliannya.
"Eleh, ya wajar dong gue khawatir! Lagian cedera di bahu lo dulu terbilang parah. Dokter juga bilang lo gak bisa angkat tangan kanan lebih tinggi lagi, kan?" Ujar Bulan mengomeli.
Memang benar adanya apa yang dikatakan oleh Bulan. Bintang pun mengangguk perlahan menyadari betapa khawatirnya sahabat cantiknya itu.
"Iya-iya," ujar Bintang singkat sambil mengacak lembut pucuk kepala Bulan.
Bulan langsung terdiam. Apa yang dilakukan Bintang sangat mempengaruhi hatinya. Sentuhan itu memang singkat, tapi berhasil membuat Bulan langsung bungkam.
Bagaimana mungkin Bulan tidak menaruh hati pada sahabatnya itu, sementara Bintang sendiri begitu cool dengan caranya sendiri.
"Bintang, lo bikin jantung gue hampir copot!" pikir Bulan.
Keduanya sama-sama hening tanpa kata, hanya menikmati suasana sore sembari melihat mereka yang masih bermain di lapangan basket.
"Lo bisa main basket, kan?" Tanya Bintang tiba-tiba.
"Bisa sih tapi gak jago-jago amat. Kenapa?" Ujar Bulan yang langsung menoleh ke arah Bintang.
Bukannya menjawab, Bintang tiba-tiba saja menarik tangan Bulan ke arah lapangan. Bulan langsung terkejut dan jantungnya berdegup kencang dengan reaksi Bintang yang tiba-tiba.
"Kita duel berdua, mumpung mereka lagi break." Ujar Bintang ketika tiba di tengah lapangan.
"Tapi Bintang, bahu lo?" Bulan langsung khawatir karena Bintang hanya menyebut duel berdua, mengingat lengan Bintang yang tidak bisa diangkat terlalu tinggi.
Bintang terdiam untuk beberapa saat. Ia melihat ekspresi Bulan yang begitu khawatir. Ia merasa bahwa apa yang dikatakan Bulan ada benarnya juga.
"Ya udah, dua lawan dua." Ujarnya kemudian.
Bulan terkekeh pelan, sahabatnya itu benar-benar kepala batu. Kalau Bintang sudah mengajak sudah pasti tidak bisa dibatalkan. Bulan pun akhirnya mengangguk menyetujui.
"Lo bener-bener nantangin gue ya? Ya udah, gue terima tantangannya. Tapi, kalo gue menang lo harus traktir gue hari ini!" Ujar Bulan dengan niat bercanda.
"Oke, tenang aja. Black card gue unlimited," ujar Bintang santai sambil menaikkan alisnya.
Bulan yang mendengarnya langsung menggelengkan kepalanya. Ia pun memukul lengan Bintang pelan sementara Bintang hanya tersenyum tipis.
"Sombong nih sombong... Gak kok, gue cuma bercanda." Ujar Bulan kemudian.
"Akrab banget ya kalian. Dia pacar lo?" Ujar salah satu dari mereka kepada Bintang.
"Enggak, cuma sahabat." Ujar Bulan dan Bintang serempak, sama-sama menyangkal.
Mereka berdua langsung saling bertukar pandang untuk sejenak, merasa heran dengan seringnya mengucapkan kata yang sama di waktu yang bersamaan pula.
"Gak mungkin persahabatan antar cowok cewek tanpa melibatkan perasaan, iya gak bro?" Ujar temannya yang lain ditanggapi tawa oleh mereka.
Bulan hanya tersenyum membenarkan perkataan mereka, karena ia sendiri yang sudah merasakan. Dan ia juga heran dengan Bintang yang bisa berteman dengan siapa saja. Mereka pun terlihat akrab dengan Bintang padahal mereka baru saja berkenalan saat bermain basket tadi.
Sementara Bintang, ia hanya tersenyum dengan gelengan singkat. Ia pun langsung mengalihkan pembicaraan, merasa perbincangan mereka hanya sebuah omong kosong belaka.
"Jadi, siapa yang mau main? Dua lawan dua kali ini." Ujarnya.
Setelah keduanya menemukan tim bermain, mereka pun bermain basket di lapangan. Sementara yang lain hanya menonton duel seru antar mereka.
Bintang memang lincah, tapi Bulan tak kalah lincahnya walaupun ia tak begitu jago. Tak ada yang mau mengalah diantara keduanya, membuat permainan semakin sengit.
Setelah beberapa lama, akhirnya permainan pun berakhir. Mereka pun bubar. Tak terkecuali Bulan dan Bintang, mereka berdua berjalan bersama menuju rumah masing-masing.
"Gila, lo bilang gak jago main basket. Tapi lo gesit banget!" Ujar Bintang dengan gelengan kepala.
"Emang gak jago kan, masih kalah sama lo." Ujar Bulan dengan seutas senyum. "Eh, tapi bahu lo gak nyeri?"
Bintang menggelengkan kepalanya, ia justru memutarkan lengannya menunjukkan bahwa ia baik-baik saja.
"Aman kok. Seru juga tadi. Thanks ya, hari ini gue sedikit rileks." Ujar Bintang.
Bulan hanya tersenyum dan mengangguk singkat. Ia merasa senang melihat Bintang yang tersenyum seperti itu. Dan ia berharap senyum itu akan berlangsung seterusnya.
"Iya, sesekali lo memang harus rileks. Jangan terlalu membebani pikiran lo. Tapi jangan terlalu membahayakan diri lo juga." Ujar Bulan sambil menepuk pundak Bintang pelan.
Bintang hanya mengangguk singkat tanpa kata. Ia pun berjalan dengan langkah santainya, dengan kedua tangannya ia sisipkan di balik saku celananya.
Bulan diam-diam melirik Bintang, ia benar-benar terpesona dengan segala yang ada pada diri Bintang. Ia pun tidak bisa menyangkal bahwa perasannya untuk Bintang lebih dari sekedar sahabat.
^^^Bersambung...^^^