Sudah di zaman kapan ini masih ada kata "dijodohkan"....
Wah.... ternyata orangtua ku masih sejadul itu, dan juga kenapa coba harus aku???
Abang dan juga kakak ku bahkan adik ku memilih pasangan hidupnya masing-masing...
"Ya Bu nanti aku pulang untuk makan malamnya''..." gitu dong anak ibu" jawab ibu diseberang telpon...
Bagaimana kisah cinta Naira apakah jadi berjodoh dan bahagia????
Yuk baca ceritanya.....
Maaf y masih karya pertama...
Mohon kritik yang membangun dan yang baik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelis Rawati Siregar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Perkenalan part 2
Naira melihat Ibu berjalan cepat untuk menghampiri tamu yang datang. Begitu pintu terbuka muncul seorang perempuan yang hampir sama usianya dengan Ibu.
"Cantik banget", monolog Naira dalam hati. Apalagi anaknya pasti ganteng dan macho. Secara Ibu nya z masih cantik walaupun sudah tidak mudah lagi. " Assalamualaikum".
"Waalaikumsalam", jawab Ibu. Mereka bersalaman dan cipika-cipiki. "Silahkan masuk Siska, tapi rumahnya cuman begini", ujar Ibu yang mendapat towelan dari Tante di lengan ibu.
Tak berselang lama masuk laki-laki seumuran Bapak dan menjabat tangan Bapak seraya berkata "udah lama banget y Erlangga", Bapak menyahut " Selamat datang Juanda", mereka pun berpelukan. Berdiri dibelakangnya laki-laki seumuran Kak Nay menurut tebakan Naira. Dan wajahnya ganteng paripurna. Tinggi lebih kurang 178cm, kulit putih, hidungnya mancung dan otot-ototnya menandakan ia rajin olahraga. Tanpa sadar Naira menjatuhkan saputangan yang ia pegang.
Kak Nay yang menyadari itu mengusap punggung Naira.
Naira berbisik kepada Kak Nay, "ini mah cocok untuk kakak sama-sama ganteng dan cantik".
"Hush mulut kamu Naira, jangan sembarang bicara", Kak Nay mengingatkan aku.
" Tapi kan beneran kak dia itu cocoknya sama kakak mana seumuran lagi sama kakak", aku ngotot dengan pendapat ku.
Dibandingkan aku kak Nay itu memang lebih cantik bahkan lebih tinggi lagi. Aku memang putih tapi lebih putih Kak Nay.
" Udah ayo kita kesana", Kak Nay berucap sambil menarik tangan ku agar tetap berjalan menuju ruang tamu. Disambut Ibu, "Naira sayang, udah turun sini duduk dekat Ibu", Ibu menepuk sofa kosong disebelahnya.
"Tapi Salim dulu ya ini Oom Djuanda, Tante Siska, dan ini calon suami kamu Bima".
Ibu memperkenalkan satu persatu tamu yang datang. Aku pun mulai menyalami dan mencium punggung tangan Oom Djuanda yang langsung dibalas,"udah besar dan cantik kamu Naira, dulu terakhir Oom kemari masih umur 3 tahun kamu", Naira tersenyum mendengarnya.
Selanjutnya menyalami Tante Siska dan mencium punggung tangannya,"duh Santi rasanya udah gak sabar langsung bawa Naira sebagai menantu kerumahku ini", ucap Tante Siska seraya mengerlingkan mata kearah anaknya. Yang diberikan kode hanya diam tidak ada respon.
Selanjutnya Naira pun menyalami Bima.
"Naira",ucap ku dibalas salam sambil berkata, "Saka Bima Rahardian".
Naira pun melepaskan jabatannya. "Nah, karena semua udah kenalan kita langsung makan ya Siska sambil ngelanjutin obrolannya. Tapi kita duduk lesehan ya Sis, gak ada meja makan lebar", Ibu berujar.
Tante Siska langsung berdiri dan berkata, "itu mah yang saya tunggu-tunggu dari tadi Santi. Saya sangat rindu dengan masakan kamu". Semua orang tertawa mendengar jawaban Tante Siska, dan mulai berdiri satu persatu meninggalkan ruang tamu.
Naira menyimak dari tadi gaya bicara Ibu dan Tante Siska seperti bukan orang yang jumpa di pengajian tapi seperti teman lama yang sudah lama gak ketemu. Sekali ketemu cerita panjang lebar dan berakhir dengan perjodohan ini.
Naira memejamkan mata sambil berpikir segala kemungkinan yang ada dikepalanya tanpa sadar dari tadi Bima memperhatikan dirinya bahkan melihat kerutan tipis di dahinya. "Sudah jangan terlalu dipikirkan, turuti aja apa yang menjadi kemauan mereka", ucap Bima.
Seketika Naira langsung membuka mata dan melihat kearah Bima yang sedang juga menatapnya. Ditatap seperti itu membuat Naira jadi gugup. Naira hanya mendesah dan berdiri menuju ruang makan.
Baru berjalan 6 langkah tiba-tiba Kenzia datang langsung berlari kearah Bima dan bertanya" Oom" panggil Kenzia. Bima pun menyahut " Ya cantik ada apa?". Kenzia bertanya lagi.
"Oom ini calon suaminya Onty Naira ya?". Bima pun tersenyum mendengar pertanyaan Kenzia. Bima jongkok untuk mensejajarkan tinggi dengan Kenzia.
"Kita belum kenalan, kenalan yuk", ucap Bima.
"Perkenalkan Oom, nama saya Kenzia Aisyah Putri Wardoyo, kembaran saya Kenzo Syabil Putra Wardoyo kami anak dari Mama Naysila Putri Erlangga dan Papa Harianto Wardoyo", Kenzia berucap lancar bagai jalan tol bebas hambatan.
Namun ucapan Kenzia sontak mengundang senyuman Bima. Bima memperkenalkan dirinya ."nama oom Saka Bima Rahardian. Ya kamu benar oom adalah calon suami Onty Naira", jawab Bima dengan singkat dan padat.
"Kenzia, ayo sini makan", suara panggilan dari Kak Nay mengalihkan percakapan itu. Kami melangkah menuju ruang makan. Disana sudah duduk sebelah kanan kaum Adam dan sebelah kiri diisi kaum hawa.
Semua fokus menikmati hidangan yang tersedia. Bahkan puding dan semangka sebagai pencuci mulut sudah tersedia. Acara makan terkadang hanya diselingi obrolan dari Ibu dan Tante Siska yang lain hanya sebagai pendengar tanpa ada niatan menimpali namun kegiatan itu berubah ketika tiba-tiba Ibu bicara dengan lantangnya
"bagaimana kalau dua bulan lagi Sis kita langsungkan pernikahannya?".. Naira tersedak semangka yang baru dikunyah "uhuk..uhuk..uhuk.uhuk.."
Punggung Naira diusap-usap oleh Mbak Rasti kakak ipar Naira karena kebetulan Naira duduk disebelahnya. Mbak Rasti juga memberikan air putih kepada Naira. Naira langsung meneguknya dan menatap kearah ibu dengan tatapan memohon.
Ibu yang tanggap memberikan jawaban "niatan baik itu harus disegerakan bukan ditunda-tunda". Mendengar itu rasanya tubuh Naira semakin lemas padahal baru diberi asupan. Hendak protes namun kembali tangannya digenggam oleh Mbak Rasti sambil menggelengkan kepalanya.
Naira pun jadi terdiam kembali. Naira menatap Bima berharap pria itu mengeluarkan suara sebagai protes namun yang dilihat malah asyik dengan pudingnya. Naira pun kembali menghela napas untuk menetralisir emosi yang sudah akan meledak.
Sampai acara makan malam selesai Naira hanya diam tak bersuara. Tak mau memberikan respon terhadap semua perbincangan Ibu dan Tante Siska. Ketika tamu sudah pulang dan pintu ditutup Naira pun bergegas menaiki tangga hendak memasuki kamar dan menyendiri lagi untuk menenangkan pikirannya yang sedang kusut.