Ini hanya cerita karangan semata. Semoga bermanfaat.
Ini kisah cinta Viola Armada dan Yuko Eraser. Di lengkapi dengan misteri di balik kematian Lazio Eraser, Daddy nya Yuko Eraser.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
03
Viola duduk dikursi bagian depan sebelah kiri. Dia duduk disebelah Rea karena memang sejak awal mereka duduk bersama.
"Berangkat bareng Kak Yuko lagi, Vi?" tanya Rea yang sedang mengecat kukunya, cat kuku warna merah, warna kesukaannya Rea.
"Iya. Yuko sudah mirip kang ojek langganan yak, hihihi... Bedanya Yuko ganteng sedangkan kang ojek aslinya je.lek karena mereka sudah tu4."
"Yeee, enggak boleh begitu dong, Vi. Mentang-mentang kamu lagi bucin sama Yuko terus kamu menjelekan orang lain, begitu? Yayaya ... Paham sih, cinta mah emang bikin orang engga wara..."
"Hus, berisik! Mending kerjain tugas." Viola menyela, membuat Rea cemberut dan urung melanjutkan kata-katanya.
"Tugas kemarin belum dikerjakan emang?" tanya Rea sambil mengoles cat pada kukunya yang tinggal satu dijari kelingking sebelah kiri.
Viola menggeleng, dia mengambil buku dari dalam tasnya. Lalu mulai mengerjakan tugas yang hanya sepuluh soal.
Melihat respon Viola yang menggeleng, Rea tersenyum sinis. "Pacaran mulu sih, jadi lupa kalau ada tugas, kan?" ejeknya setengah menggoda.
"Iri bilang bos,"
Rea mendelik. "Yeee...! Aku timpuk ya!"
"Hahaha... Aduh--Re, boleh iri tapi jangan main kekerasan dong," Viola mengusap betisnya yang terasa sakit karena ditendang Rea sangat keras.
Rea berdecak. "Siapa juga yang main kekerasan ke kamu. Orang aku lagi mengecat kuku kok! Nih lihat, tangan aku disini, aku dari tadi juga diam saja." Rea membela diri karena memang sejak tadi dia tidak melakukan apapun pada Viola. Dia bahkan masih sibuk mengecat kukunya yang tinggal sedikit saja selesai.
"Jangan berbohong Re. Serius deh, ini betis aku jadi sakit banget nih." katanya sambil mengusap betisnya tapi masih dengan menatap bukunya.
Rea kembali berdecak. Dia memilih menutup botol kecil cat kukunya dan menaruhnya kedalam tas. Setelah itu, Rea meniup kukunya yang baru saja selesai di at supaya kering lebih cepat dan hasilnya sempurna.
"Aduh! Aw!"
Rea menatap Viola yang tiba-tiba mengaduh. "Kenapa sih?" tanyanya dan Rea kembali fokus pada kukunya yang berkilau lebih cantik dari sebelumnya.
Viola mendengus dia menatap Rea dengan kesal. "Jangan berpura-pura deh, kamu kan yang dari tadi nendang kaki aku? sakit tauk, Re!"
Rea menggebrak meja, dia beranjak dari duduk, jari telunjuknya menuding wajah Viola. "Kamu bud3k atau apa sih? Sudah dibilang aku nggak ngapa-ngapain kamu! Aku dari tadi diam saja! Kamu sengaja cari gara-gara ya sama aku?!"
Rea tidak terima sejak tadi disudutkan terus oleh Viola. Padahal dari tadi dia memang tidak melakukan apapun, dia hanya duduk diam dan mempercantik kuku-kukunya.
Viola terkejut dengan Rea yang tiba-tiba emosi, bahkan Rea sampai menunjuk pada wajahnya. Viola hanya mengatakan yang sebenarnya bahwa dua kali Rea telah menendangnya dengan keras, bahkan betis Viola sampai terasa sangat panas.
"Aku nggak mencari gara-gara sama kamu, Re! Aku cuma bilang biar kamu nggak..."
"Mana buktinya kalau aku menendang kaki kamu?!" Rea menengadahkan tangan meminta bukti bahwa dirinyalah yang menendang Viola dengan wajah berkilat amarah. Membuat teman-teman sekelas yang berada didalam kelas memusat pandangan pada keduanya sambil berbisik-bisik.
"Aku memang enggak ada bukti, tapi aku mau nunjukin kaki aku yang jadi sakit banget," Viola beranjak dan menatap kearah kakinya. Namun kedua matanya melebar saat melihat dua tangan tengah mencekal betisnya.
"Aaaaaaa...!"
Viola berteriak histeris lalu menutup wajah dengan kedua tangannya, dia meloncat-loncat mengibaskan kakinya dari genggaman tangan itu. Bahkan Viola sampai naik keatas kursi tempat duduknya.
"Tolooong! Kaki aku ada yang pegang, tolooong! Rea tolooong! Aaaa...!"
Teriakan Viola membuat Rea dan teman-teman sekelas terkejut bukan main. Pasalnya tidak ada angin tidak ada hujan Viola menjerit histeris. Lihatlah, bahkan Viola terlihat seperti ketakutan dan minta tolong.
"Heh, Viola kenapa?" tanya berbisik-bisik dari teman-teman yang berada dikelas mulai terdengar di telinga Rea, dan itu membuat Rea yang bingung dan masih terkejut mencekal bahu Viola.
"Viola, kamu kenapa? Hei,"
"Rea, itu ada yang menyentuh kaki kanan aku! Rea, tolooong!" Viola masih ketakutan, dia masih berdiri dikursi, meloncat-loncat.
Rea segera menatap kearah kaki kanan Viola yang disana terlihat tidak ada apa-apa. Hanya ada kaos kaki putih Viola yang hanya sebatas mata kaki saja. Rea semakin bingung. Rea pikir, Viola hanya cari perhatian saja.
"Viola, ayo urun deh! Sebelum kegaduhan kamu mengundang banyak guru ke sini! Emangnya kamu mau dihukum? Jangan caper bisa, kan?! Malu tuh jadi tontonan teman-teman!"
Viola menghela, dia mulai tenang dan tidak meloncat-loncat lagi. Kedua tangannya perlahan dia turunkan, dia mengintip takut jika penampakan kedua tangan tadi masih di sana menggenggam kakinya.
"Hah,"
Viola turun dari kursi dan duduk bersandar dengan nafas yang tersengal. Viola merasa lega karena penampakan tangan yang tadi sudah menghilang.
"Rea, sorry. Aku nggak bermaksud membuat kamu marah, tapi tadi itu betulan kaki aku ada yang menendangnya sangat keras. Kaki aku sakit, Rea," jelas Viola pada Rea masih dengan mengatur napas supaya teratur.
"Oke-oke, aku percaya kok. Terus kenapa kamu berteriak histeris ketakutan begitu? Kamu tadi di lihatin anak-anak tahu nggak," Rea menatap Viola kesal, namun bercampur kasihan.
Sedangkan teman-teman yang lain menatap ke arah Viola dengan sinis. "Heh, Viola. Acara dramanya tuh nanti pas acara pelepasan kakak kelas, bukan sekarang." celetuk salah satu anak cowok dan di ikuti dengan tawa menggelegar dari teman-teman yang lain termasuk Rea.
Viola cemberut karena di tertawakan oleh teman-teman sekelas, termasuk si Rea juga. "Jangan ikut-ikutan tertawa dong, Re. Aku tadi tuh melihat kedua tangan gede yang menggenggam kaki kanan aku. Aku kaget banget karena serem loh Re, makanya aku histeris tadi sampai nggak sadar kalau naik ke atas kursi dan loncat-loncat." akunya. Wajah Viola tidak terlihat becanda sama sekali.
"Alaaah, kebanyakan nonton film kali makanya kamu jadi begitu. Please, jangan begitu lagi ya, Vi. Aku deg-degan lho, malu juga di lihat teman-teman sekelas. Dan semoga saja para guru enggak ada yang mendengar kegaduhan yang kamu buat, atau kamu akan di hukum ,nanti.,"
Sementara itu, dikelas 12 B sini, Yuko yang duduk dikursi paling belakang tapi dibarisan tengah, merasakan ada yang meniup tengkuknya, membuat bulu kuduk Yuko berdiri. Dan dia meraba dengan tangan kirinya lalu menoleh kebelakang dan mendelik saat ada tulisan merah di dinding kelas.
Jauhi orang terdekatmu