Rachel sering mendapatkan siksaan dan fitnah keji dari keluarga Salvador. Aiden yang merupakan suami Rachel turut ambil dalam kesengsaraan yang menimpanya.
Suatu hari ketika keduanya bertengkar hebat di bawah guyuran hujan badai, sebuah papan reklame tumbang menimpa mobil mereka. Begitu keduanya tersadar, jiwa mereka tertukar.
Jiwa Aiden yang terperangkap dalam tubuh Rachel membuatnya tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada sang istri selama tiga tahun ini. Begitu juga dengan Rachel, jadi mengetahui rahasia yang selama ini disembunyikan oleh suaminya.
Ikuti keseruan kisah mereka yang bikin kalian kesal, tertawa, tegang, dan penuh misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Rasa nyeri itu datang seperti gelombang badai, menghantam perut Rachel tanpa ampun. Ia meringis, nafasnya tersengal, sementara butiran keringat dingin mengalir dari pelipis hingga membasahi leher. Selimut yang membungkus tubuhnya terasa seperti belenggu panas, namun ia tak mampu melepaskannya.
“Sakit sekali…” gumamnya, suaranya nyaris tenggelam oleh rintihan yang terputus-putus. Kedua tangannya mencengkeram perut dengan kekuatan yang tersisa, seolah jika ia menggenggam cukup erat, rasa perih itu akan menghilang. Namun nyatanya, nyeri itu hanya semakin menusuk, membuat tubuhnya meringkuk seperti bola.
“Aaahhh… apa aku akan mati malam ini?” desahnya lirih, matanya memejam kuat.
Di sebelahnya, Aiden tidur pulas, wajahnya begitu tenang, dadanya naik turun dengan ritme teratur. Pemandangan itu malah memantik kemarahan di hati Rachel. Bagaimana bisa dia tidur seolah dunia baik-baik saja, sementara dirinya seperti sedang dirobek dari dalam?
“Bisa-bisanya kamu tidur dengan pulas, sementara aku kesakitan begini,” batinnya geram.
Dengan sisa tenaga, Rachel mengangkat tangan. Telapak tangannya yang kecil, dingin, dan kurus itu melayang, lalu… plak! Mendarat tepat di wajah Aiden.
Aiden terlonjak bangun, nyaris jatuh dari ranjang. “Gempa! Maling!” serunya panik. Matanya terbelalak, tapi pandangannya masih buram, seperti seseorang yang baru setengah sadar dan belum berhasil memanggil pulang seluruh kesadarannya.
“Apanya yang gempa dan maling!” bentak Rachel, suaranya meninggi, amarahnya menyembur.
Aiden berkedip cepat, mencoba memproses situasi. “Ada apa, Rachel?” tanyanya sambil melirik jam digital di meja samping ranjang. “Sekarang masih jam sebelas malam…”
“Perut aku sakit! Apa kamu punya penyakit yang mematikan? Kenapa tubuh ini merasakan sakit yang luar biasa?” suaranya mengecil di akhir kalimat, berubah menjadi erangan. Tubuhnya meringkuk lebih rapat, kedua tangannya tak lepas dari perut.
Panik menyelinap di wajah Aiden. “Sakit di bagian mana? Apakah penyakit lambungku kambuh?”
“Ini… rasanya lebih sakit dari penyakit lambung biasa,” gumam Rachel, napasnya memburu.
Aiden langsung teringat kalau obat lambungnya sudah habis. Ia melompat dari ranjang, mengambil langkah cepat menuju pintu.
“Mau ke mana kamu?” Rachel mengangkat kepalanya dengan wajah pucat.
“Membuatkan air madu, setidaknya bisa meredakan sakitnya,” jawab Aiden sambil memutar gagang pintu.
Namun sebelum ia sempat keluar, terdengar teriakan Rachel yang melengking seperti pecahan kaca. “Aiden!”
Jantung Aiden meloncat ke tenggorokan. Ia berbalik, berlari kembali ke ranjang. “Ada apa?”
Rachel menuding seprai, matanya membesar penuh ketakutan. “Lihat ... ada darah!”
Aiden membeku sesaat, lalu pandangannya jatuh pada noda merah yang menyebar di kain putih. Napasnya tercekat dan rasa dingin menjalari punggungnya. Dalam sekejap ia mengerti, rasa sakit itu bukan sekadar gangguan pencernaan.
“Luka pada tubuhmu ... sudah separah ini?” Suara Rachel tercekat, nyaris berbisik.
Mata Aiden terbelalak. Kini dia tahu kenapa Rachel mengalami sakit pada perutnya.
Rachel menatapnya dengan wajah pucat pasi. “Apa itu artinya ... aku akan mati?” lanjutnya dengan suara parau, ketakutan yang mencekam membuat matanya berair.
Aiden tertawa kecil, lalu berkata, "Kamu sedang datang bulan."
"Apa?!" Wajah Rachel yang tadi ketakutan kini berubah terkejut.
"Iya. Itulah kenapa seprai dan celana kamu kotor oleh darah."
Aiden menahan diri biar tidak tertawa ngakak karena menurutnya ekspresi wajah Rachel sangat lucu.
"Tapi, rasanya sakit sekali. Rasanya aku mau mati."
Seakan Rachel tidak percaya, wanita yang mengalami datang bulan sakitnya seperti itu.
"Begitulah kalau wanita sedang datang bulan. Makanya sering membuat perasaan mereka suka berubah-ubah."
"Jadi, mulai sekarang setiap bulan, aku akan merasakan sakit seperti ini?" tanya Rachel. Ada rasa tidak rela.
***
Maaf, ya. update tidak tepat waktu karena kondisi tubuh beberapa hari ini sedang tidak fit.
ttp semangattt d
sabar menunggu update nya
Semangatt