Milana, si gadis berparas cantik dengan bibir plum itu mampu membuat Rayn jatuh cinta pada pandangan pertama pada saat masa kuliah. Namun, tak cukup berani menyatakan perasaannya karena sebuah alasan. Hanya diam-diam perhatian dan peduli. Hingga suatu hari tersebar kabar bahwa Milana resmi menjadi kekasih dari teman dekat Rayn. Erik.
Setelah hampir dua tahun Rayn tidak pernah melihat ataupun mendengar kabar Milana, tiba-tiba gadis itu muncul. Melamar pekerjaan di restoran miliknya.
Masa lalu yang datang mengetuk kembali, membuat Rayn yang selama ini yakin sudah melupakan sang gadis, kini mulai bimbang. Sisi egois dalam dirinya muncul. Ia masih peduli. Namun, situasi menjadi rumit saat Erik mencoba meraih hati Milana lagi.
Di antara rasa lama yang kembali tumbuh dan pertemanan yang mulai diuji. Bagaimana Rayn akan bersikap? Apakah ia akan mengikuti sisi dirinya yang egois? Atau harus kembali menyerah seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meridian Barat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 3 (Kenangan yang Tak Pernah Lupa)
Rayn mengingat Milana, tetapi gadis itu agaknya tidak mengingat Rayn sama sekali.
Bertemu kembali dengan Milana, membuat Rayn ingat ketika dulu ia pertama kali melihat gadis itu 3,5 tahun yang lalu.
Hari ini mata kuliah Rayn diundur dua jam, jadi Rayn memutuskan untuk tidur di gudang kampus sambil menunggu mata kuliahnya dimulai daripada harus pulang terlebih dulu. Rayn memang sering begitu, ia akan bangun saat alarm yang diatur di ponsel berdering, tetapi kali ini dia terjaga lebih awal, bukan karena suara alarm. Namun, suara umpatan kesal dari seseorang, disertai suara bising sepatu yang berbenturan dengan lantai keramik gudang itu.
"Nyebelin banget, sih!" Begitulah suara itu, sayup-sayup menyapa gendang telinga Rayn.
Kedua alis Rayn saling bertaut, matanya yang masih terpejam bergerak kecil. Dia belum terjaga sepenuhnya.
'Seingatku, hanya aku sendiri di gudang ini' ujarnya dalam hati. Rayn Membuka mata perlahan, kemudian beringsut duduk. Matanya mengerjap beberapa kali, khas orang bangun tidur. Kemudian membuka mata sepenuhnya dan mendapati punggung seorang gadis yang mengenakan dress selutut lengan panjang warna merah maroon, tepat di depannya dalam jarak tiga meter.
Rayn mengernyit, menurunkan kaki dari kursi kayu panjang yang ia jadikan sebagai tempat tidur, beberapa saat yang lalu tanpa menimbulkan suara. Matanya masih memandang gadis itu, kemudian menumpu siku ke atas meja yang berada tepat di depannya.
"Mereka itu sungguh bermulut jahat sekali! Mereka seenaknya mengataiku! Huh!" gerutu si gadis berambut sepunggung itu.
"Susah memang, sih. Kalau jadi orang cantik sepertiku ...," imbuhnya, gadis itu masih dalam posisi memunggungi Rayn.
Rayn tertawa tanpa suara, mendengar kepercayaan diri gadis yang berdiri menghadap jendela besar gudang yang berada di lantai tiga gedung kampus tersebut.
"Merespon orang yang mendekatiku, karena merasa mereka baik. Aku malah dikatai murahan! Saat aku tidak merespon mereka, aku dibilang sombong. Lalu aku harus bagaimana, sih!" Gadis itu bermaksud menendang kardus tak terpakai di sana, tetapi meleset dan kakinya malah terantuk sebuah engsel yang melekat pada lemari kayu yang pintunya sudah rusak, akibatnya betis kanan gadis itu tergores dan terluka.
"Ouch!" Gadis itu mengaduh dan reflek memegangi kakinya.
Kedua mata Rayn sedikit melebar melihat hal itu, tetapi ia juga terkekeh tanpa suara, masih mencoba menahan tawanya.
Gadis itu menoleh ke arah lemari yang baru saja ia tendang dengan kerasnya.
"Siapa, sih yang naruh lemari rusak di sini?!" rutuknya.
Rayn tidak bisa menahan tawa lagi dan akhirnya tertawa keras di posisinya.
Membuat si gadis menoleh dengan cepat. Mata hitam sang gadis bertemu tatap dengan mata Rayn. Saling tatap untuk beberapa detik. Tawa Rayn berhenti, tatapan matanya berbinar ketika menatap lekat gadis itu untuk beberapa saat.
Gadis itu masih memegangi kakinya sambil menatap Rayn dengan alis berkerut dalam. "Dih ... Masnya, siapa?" tanya sang gadis.
Gadis itu adalah mahasiswi semester satu dari jurusan bisnis; jurusan yang sama dengan Rayn. Namun, beda tingkat. Milana namanya. Rayn tahu nama gadis itu, karena teman-temannya sering membicarakan Milana sebab wajah cantik dan manisnya, ketika gadis itu sedang lewat di depan kelas Rayn. Baru kali ini mereka benar-benar bertatap muka, membuat Rayn terpaku untuk beberapa saat.
Rayn berdehem seraya mengedipkan kedua kelopak matanya yang sejak tadi tidak berkedip sama sekali, memalingkan pandangan ke sisi lain untuk sejenak, lalu kembali menatap Milana dengan tatapan datar. "Kau berisik sekali, sih!" serunya kemudian.
Gadis berparas cantik di depannya itu berkerut tak suka. "Dih ... biarin!" ujarnya disertai lirikan tak suka ke arah Rayn. "Masnya, siapa sih?! Kok tiba-tiba ada di sini? Tadi perasaan ... pas masuk, aku gak liat ada orang lain di sini, kok!" Gadis itu menatap lekat Rayn untuk beberapa detik, kemudian matanya membeliak. "Jangan-jangan ... Masnya genderuwo, ya?! Hiii ... serem!" ujar Milana, mengedarkan pandangan ke sekeliling sambil bergidik ngeri.
Rayn mengernyit kesal. "Astaga! Licin sekali mulutmu, wahai wanita!" serunya dengan dengusan sebal, "abis minum oli ya?! Licin banget tuh mulut, " Rayn melirik sebal ke arah Milana, "Situ yang ngapain? Teriak-teriak gak jelas. Berisik tau!"
Milana memberengut menatap Rayn. "Biarin sih, Mas! Gak tau, apa! Aku tuh lagi kesal sama senior perempuan yang seenaknya ngatain aku! Lagian, mulut-mulutku sendiri ini kok! Gak pinjam sama Masnya, 'kan?!" sungut Milana.
"Tapi telingaku sakit, dengar kamu teriak-teriak begitu!"
"Ya, maaf! Namanya juga lagi kesal. Suka gak sadar kalau teriak-teriak." Wajah gadis itu cemberut, tetapi di mata Rayn, itu tampak sangat manis. Rayn menatap lekat wajah itu.
"Lagian, ngapain kamu masuk ke sini?"
Milana mengernyit. "Ya ...." Milana melirik Rayn. "Ya ... Masnya sendiri ngapain masuk ke sini?"
Rayn mencibir kecil. "Ditanya malah balik nanya!"
Milana berdecak. "Ya, lagian ... Masnya kepo, sih! 'Kan, terserah aku dong, mau masuk ke sini apa ke mana. Orang lagi kesel, malah ditanya-tanya! Mana kaki jadi sakit, lagi! Tuh! Luka 'kan, jadinya," sungut Milana. Gadis itu menunjukkan kakinya yang tergores dan sedikit berdarah.
Rayn tertawa kecil melihat wajah kesal Milana. Berdiri dan mendekat pada gadis berbibir plum itu, kemudian berjongkok, berniat memeriksa kaki gadis itu.
"Eh! Mas! mau ngapain?!" seru Milana seraya menjauhkan kakinya dari tangan Rayn.
"Sini kulihat kakimu," kata Rayn.
"Gak usah! Entar ngambil kesempatan, lagi!" ketus Milana.
"Heh! Dijaga mulutnya kalau ngomong! Tuh mulut kok renyah banget sih ngatain orang! Ngatain genderuwo, lah! Ngambil kesempatan, lah! Aneh!" sahut Rayn, tak kalah ketus. "Ngatain mulut orang seenaknya, kau pun sama." Timpalnya. Rayn ingat tadi Milana bilang kalau mulut senior wanita di kampus itu seenaknya.
Milana mengerucutkan bibir. "Biarin!" Lalu melihat ke arah kakinya yang terasa ngilu, "argh, gara-gara mereka, nih ... kakiku jadi sakit." Gadis itu kembali menggerutu pelan. Bibirnya yang mengerucut itu tampak lucu.
"Kamu sendiri yang nendang-nendang gak jelas malah nyalahin orang." Rayn geleng-geleng kepala.
"Ya, tapi 'kan kalau mereka gak buat aku kesel, aku gak akan menendang-nendang begini!"
"Sstt!" Rayn menempelkan jari telunjuknya di atas mulut Milana, "berisik! Ayo kuantar ke UKS." Rayn hendak meraih lengan gadis itu. Namun, urung karena Milana menepisnya.
"Mau ngapain?!" ketus Milana, dia agak mundur, memberi jarak lebih jauh dari tubuh Rayn.
Rayn berdecak. "Ayo aku bantu kamu ke UKS,"
"Gak usah," Milana menggeleng, "aku masih bisa jalan, kok. Cuma luka kecil doang gak perlu ke UKS," katanya.
Rayn melangkah ke arah kursi panjang yang ia tempati tidur tadi. Meraih ransel hitam, membuka resletingnya dan mengambil sesuatu dari sana. Kemudian kembali ke arah Milana.
Ternyata mengambil plester, ia mendorong agak keras tubuh Milana, hingga gadis itu terduduk di kursi kayu yang berada tepat di belakang gadis itu.
"Aduh!" Milana mengaduh saat bokongnya terasa sakit, karena berbenturan agak keras dengan kursi kayu itu. "Pelan-pelan dong, Mas!" Protesnya.
Rayn tak menghiraukan protesan Milana. Dia berjongkok, menempelkan plester luka yang dibawanya ke atas luka gores di kaki Milana, setelah membuka kertas plesternya, tanpa menunggu persetujuan dari sang empunya kaki.
Rayn mendongak, menatap wajah Milana dari posisinya, tanpa berkata apapun.
Lagu Broken Angel yang di nyanyikan Arash ft. Helena, berdering keras dari ponsel milik Milana. Membuat Rayn mengubah tatapannya berganti ke arah lain. Milana beringsut ke sebelah, kemudian berdiri. Dia menarik tas ransel biru muda yang tergantung di bahu sebelah kanan, ke arah depan. Tangannya tenggelam di dalam tas itu, merogoh-rogoh. Lalu menarik tangannya yang memegang ponsel. Menempelkan benda pipih itu ke telinga kanannya, sembari melangkah menjauh dari Rayn yang belum berdiri dari posisi berjongkok. Gadis itu tampak berbicara dengan seseorang di telepon.
Rayn berdiri dari acara berjongkoknya. 'Pegal juga, kakiku,' katanya dalam hati.
"Mas! Makasih plesternya!" seru Milana. Membuat Rayn menoleh. Milana tersenyum di sana, matanya tampak menyerupai bulan sabit, saat ia tersenyum. Gadis itu sudah berada di ambang pintu gudang.
"Bye!" Lalu gadis itu melenggang pergi, keluar dari sana.
Menyisakan Rayn yang seakan terpana dengan senyuman Milana. Dia merasakan hatinya berdesir, ada perasaan senang yang membuncah di sana. Kaki dan tangan terasa dingin, juga jantungnya yang berdetak lebih cepat. Jatuh cinta. Dia merasakannya.
Setelah hari itu, Rayn mulai sering memperhatikan gadis itu diam-diam. Tak cukup berani untuk mendekati karena sebuah alasan. Dia bahkan memukul seseorang yang tak sengaja ia dapati tengah berpikiran kotor terhadap Milana. Sampai suatu ketika, dia mendengar bahwa gadis yang telah mencuri hatinya itu, menjadi kekasih Erik. Sejak mengetahui hubungan Erik dan Milana, Rayn tidak lagi memperhatikan gadis itu, dia berusaha menghilangkan perasaan sepihaknya. Rayn selalu menghindar dan memilih pergi ketika Erik membawa serta Milana saat berkumpul dengan teman yang lain. Pemuda itu berusaha keras menghapus perasaannya.
Rayn tersenyum mengingat itu. Hari ini, hatinya kembali berdesir melihat Milana.
'Aku pikir ... sudah melupakan gadis itu.'
.
.
.
Bersambung....
Milana. ,gadis SPG seperti diriku/Hey/