Bagaimana jadinya jika seorang muslimah bertemu dengan mafia yang memiliki banyak sisi gelap?
Ketika dua hati berbeda warna dan bertemu, maka akan terjadi bentrokan. Sama seperti iman suci wanita muslimah asal Indonesia dengan keburukan hati dari monster mafia asal Las Vegas. Pertemuannya dengan Nisa membawa ancaman ke dunia gelap Dom Torricelli.
Apakah warna putih bisa menutupi noda hitam? Atau noda hitam lah yang akan mengotori warna putih tersebut? Begitulah keadaan Nisa saat dia harus menjadi sandera Dom Torricelli atas kesaksiannya yang tidak sengaja melihat pembunuhan yang para monster mafia itu lakukan.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LiBaW — BAB 03
LAWAN YANG SALAH
Semalaman, Nisa meratapi nasibnya, berulang kali dia mencoba mengintip keluar walaupun terhalang oleh jeruji besi. Air matanya tak berhenti keluar, bila kering, maka air matanya akan kembali keluar. Namun Nisa tak pernah berhenti berdzikir untuk menambah kekuatannya.
”Aku mohon tolong aku... Aku mohon bantu aku, Ya Rabb!“ lirih Nisa yang saat ini duduk di tumpukan karung berisi makanan ternak.
Tempat yang sangat dingin dan sunyi, bahkan najis.
...***...
Sementara di ruangan yang bersih, terlihat satu mobil hitam baru saja datang, dan Dom yang berdiri menunggu anak buahnya kembali dari kejaran polisi tadi, kini pria berkaos hitam itu menatap ke arah Mike, si asisten setianya yang datang bersama satu anak buahnya juga.
”Ada informasi apa? Bagaimana dengan para polisi sialan itu?“ tanya Dom sembari berkacak pinggang.
”Mobil Jef terbakar saat pengejaran, tapi itu berhasil membuat saya kabur. Mereka akan mencari, tapi saya sudah mengurus nya, Tuan.“ Jelas Mike dengan tegas seperti biasa.
Mendengar itu, Dom mengangguk-anggukkan kepalanya kecil, lalu ia duduk di sofa singel warna hitam yang berada di teras rumah minimalis yang memang tempat khusus untuk si penjaga tempat itu tinggal.
”Duduklah.“ Pinta Dom dengan santai kepada kedua anak buahnya itu sehingga mereka duduk seperti yang bosnya mau.
Sembari menatap ke pemandangan lahan luas pacuan kuda, Dom meneguk segelas beer. Begitu juga dengan anak buahnya. Ya! Tempat itu adalah miliknya sendiri, namun masih belum diisi karena tempat itu baru saja dibeli oleh Dom beberapa hari yang lalu saat dia datang ke California.
Tak diragukan lagi bagaimana cara Dom memperlakukan anak buahnya dengan adil. Jika mereka tidak membuat kesalahan, maka Dom tidak akan marah apalagi membunuh. Namun sebaliknya.
Pria bermata silver itu melirik sekilas ke arah koper hitam dan tas kecil milik Nisa. Dengan berkerut alis, Dom kembali menata ke anak buahnya tadi.
”Cari tahu informasi tentang wanita itu. Dan bakar tasnya.“ Pinta Dom kepada pria yang duduk di sebelah Mike.
”Baik Tuan! Jika berkenan, saya permisi!“ pamit pria itu yang hanya dibalas singkat oleh Dom, seperti— ”Hm.“
Kini tinggal Dom Torricelli dan Mike si asisten yang duduk dan menikmati minuman beer. Sedangkan Mike mengamati bosnya seolah dia ingin mengatakan sesuatu yang seharusnya Dom perintahkan kepadanya.
”Maaf, Tuan! Anda tidak menyuruh saya mengirim pesan kepada tuan Christian?“ tanya Mike yang sekedar mengingatkan saja.
Mendengar itu, Dom meletakan gelasnya dan menatap datar. ”Biarkan saja dia mencaritahu sendiri. Aku ingin bersantai, you know!“ ujar Dom yang dimengerti oleh Mike sendiri.
Mike tahu, bosnya hanyalah anak tiri dari Christian dan Ada Vesper. Tak heran jika Dom sesekali harus menuruti kemauan ayah tirinya itu sebagai timbal balik atas apa yang sudah Christian lakukan untuknya di masa lalu.
”Bagaimana dengan wanita itu? Apa perlu saya membunuhnya?“ tanya Mike sekali lagi. Mendengar tentang nasib selanjutnya wanita muslim tadi membuat Dom terdiam mengingatnya.
”Apa dia seorang Muslim?“ tanya Dom. Bukan berarti dia tak tahu tentang Islam, dia hanya bertanya untuk memastikan saja. Karena non muslim juga ada yang mengenakan jilbab, bahkan di Zaman dulu memang para wanita seperti itu. Lebih tepatnya tertutup.
”Saya pikir juga begitu.“ Jawab Mike dengan yakin.
Pria itu terdiam, menatap lurus penuh ketegasan hingga dia beranjak dari duduknya usai meneguk minumannya hingga habis. ”Biarkan saja dia.“ Jawab Dom yang hendak masuk ke dalam, tiba-tiba— PYAARR!! suara gaduh dari arah kandang kuda membuat Mike sontak berdiri dan Dom berkerut alis menoleh ke arah kandang tersebut.
”Tetaplah berjaga di sini.“ Pinta Dom yang bergegas menuju ke tempat Nisa berada saat ini.
Saat pria itu masuk, dia langsung tahu suara apakah tadi. ”Benda apa yang kau lempar?“ tanya dingin Dom yang saat ini menatap dari luar jeruji. Sementara Nisa menatap tajam dan berani.
Tentu sangat aneh dan Dom tidak bodoh. Dinding kaca yang ada di depan kandang Nisa saat ini, pecah, namun tak ada batu ataupun benda lainnya di sana. Dan kaca tersebut hanya bisa pecah bila menggunakan benda yang cukup kuat dan berat.
”Ha-hanya batu.“ Jawab Nisa yang kali ini dia tiba-tiba saja gugup saat menatap mata silver tajam milik pria tampan itu.
Tak mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Dom berkerut alis dan mulai masuk ke dalam sehingga Nisa langsung waspada meski jantungnya berdegup kencang dengan napas naik turun.
”Berikan atau harus aku yang memaksamu?“ tawar pria itu yang saat ini berhadapan langsung dengannya.
”Su-sudah kubilang, itu hanya batu. Ak-aku...“ Tak bisa berkata-kata bohong, Nisa terlihat bingung hingga berpaling untuk menghindari kontak mata yang mungkin dapat terlihat jelas bahwa dia berbohong.
Dom yang tak bisa sabar dengan situasi seperti ini, pria itu langsung meraba Nisa sehingga wanita itu melawan dan meronta. ”HENTIKAN! JANGAN KURANG AJAR!“ Kesalnya namun Dom dengan mudahnya menepis kasar tangan Nisa. ”I SAY STOP!!“ sentak Nisa hingga Dom langsung mendorongnya ke tembok dengan mencengkram leher Nisa yang kini nampak kesakitan.
”Jangan memancing amarahku. Atau akan aku buat kau menyesalinya.“ Ucap Dom begitu dekat sehingga Nisa hanya menggerakkan giginya dan dua tangannya menahan tangan kiri Dom.
Pria itu menoleh ke bawah, melepaskan Nisa dan langsung mencari sesuatu yang tertutupi oleh rumput kering, atau yang biasa dibuat untuk makanan Kuda yang berada di tanah. Sebisa mungkin Nisa menarik lengan Dom. ”Hentikan!“
Namun pria itu masih menepisnya hingga dia menemukan ponsel dengan sebuah tali yang terikat di lubang casing ponsel tersebut.
Tentu saja Nisa semakin panik saat pria itu menemukan ponselnya. Benda terkahir yang dia miliki saat ini. ”Ka-kau mau apa?“ tanya Nisa gugup saat pria itu mulai berdiri dan melepaskan casing ponsel tersebut.
Nisa tak bermaksud memecahkan dinding kaca tipis itu, dia hanya ingin meraih sesuatu di sebrang sana untuk bisa bebas. Namun semuanya malah seperti ini.
”Is this your phone? (Ini ponsel mu)?“ tanya Dom dengan tatapan datar dan tajam.
Nisa hanya dia menatapnya penuh kemarahan.
BRUAKK! BRUAKK! BRUAKK!! Ponsel tersebut langsung remuk dan hancur tak tersisa saat Dom dengan kasarnya menghancurkan nya di dinding tepat di depan mata Nisa yang menahan tangisnya hingga terlihat semakin geram dengan tindakan Dominico Torricelli itu.
Tangan kanan Dom pun juga berdarah sedikit, karena bersentuhan langsung dengan ponsel yang hancur hingga serpihan kacanya menggores kulitnya.
”Jika kau tidak bisa tenang, maka kau tidak hanya melihat ponsel yang hancur. Tapi tulang seseorang.“ Ancam Dom mendekatinya dan menggerakkannya.
”Kau bukan Tuhan yang bisa menghancurkan seseorang, Tuan. Dan kau akan merasakan hukuman mu. Meski kau menghancurkan ponselku, kau tidak akan bisa menghancurkan ku.“ Tegas Nisa yang dengan berani dia mengatakan penuh tantangan.
Melihat sorot mata Nisa membuat Dom yakin bahwa dia berurusan dengan wanita yang berbeda dari lainnya. Menarik dan menantang!
Tanpa ragu dan tidak peduli. Pria itu menarik jilbab panjang yang Nisa kenakan sehingga wanita itu terkejut bukan main saat rambutnya yang tergelung itu terlihat jelas di mata seorang pria. Namun Nisa tidak berteriak dan hanya menatap tajam saat Dom mengelap darah di tangannya dengan jilbab putih tadi.
”Kabur lah. Jika kau bisa pergi dari sini, barulah kau boleh menantang ku.“ Balas Dom melangkah pergi membawa jilbab tadi bersamanya.
Kepergian nya seketika membuat air mata Nisa menetes. Antara marah dan sedih, Nisa tak bisa mengendalikan dirinya. Setidaknya dia tidak menunjukkan kelemahannya kepada pria sialan itu.
”Aku harus bagaimana??“ gumamnya mulai terduduk dan menunduk sedih lalu mendongak bersandar di dinding dan menatap ke atap dengan derai air mata.
”Ya Allah... Ya Allah.... “ Lirih nya.