Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Rama
Rosa menelusuri ingatan, mencari tahu dimana ingatan tentang cewek chubby di sampingnya itu. Tapi kemudian menggeleng pelan sambil tersenyum kecil, dibisikannya maaf tanpa suara.
“Aku Bella, kita pernah sekelas sampe kelas tiga waktu di SD,” jawab cewek bemata terang itu.
Ingatan Rosa tidak sampai ke saat itu. Menyipitkan matanya dan masih belum menemukan Bella dalam ingatannya, “Gak inget, maaf ya,” kata Rosa sungguh-sungguh.
Bella mengibaskan tangannya santai, “Gak apa-apa, aku juga gak akan inget kalau kamu gak tiba-tiba muncul lagi gini,” katanya dengan senyum cerah.
Dia baru menutup kembali resleting tasnya ketika Pak Iko mengabsen dan mendapati murid baru yang sudah siap dengan bukunya. Beliau memulai pelajaran, jadi tidak ada waktu untuk lebih berbasa-basi lagi. Diliriknya kembali Bella yang sudah melihat ke depan kelas fokus pada pelajaran pagi itu. Rosa juga mulai memfokuskan dirinya pada pembelajaran hari ini.
-o0o-
“Ke sana itu area gedung kelas XI dan XII, jadi tur-nya berhenti sampe sini ya,” Vira berhenti di koridor yang menghubungkan bangunan sekolah barunya itu. Setelah berkeliling area kelas X, menunjukan dimana toilet kelas X.
Lalu menunjukan kantin, koperasi, perpustakaan, laboratorium, menunjuk di mana letak ruang guru dan TU. Juga mengantarnya ke lapangan indor dan kolam renang indor sekolah. Tur mereka berakhir di koridor ini.
Rosa mengangguk, “Oke, makasih Vira. Maaf merepotkan, ya,” jawabnya.
Tangan Vira terangkat dan mengibas, “Gak apa-apa lagi. Tapi aku ada urusan lain, boleh aku pergi duluan? Udah inget kan yah gimana balik ke kelas?” tanya Vira memastikan.
Kepala Rosa kembali mengangguk, “iya, aku bisa balik kelas sendiri.”
“Kalau gitu duluan ya, Rosa,” Vira berlari kecil sambil melambaikan tangan kemudian menghilang di kerumunan.
Senyum kaku Rosa menghilang begitu Vira tidak terlihat lagi.
Rosa menarik napas. Matanya melihat berkeliling, sekolah yang sangat besar. Sekolahnya di desa dulu adalah sekolah biasa-biasa saja. Tapi sekolah ini sangat luar biasa. Bahkan punya kolam renang sendiri. Juga gedung olah raga yang besar.
Di bagian belakang gedung-gedung kelas bertingkat ada komplek bangunan yang difungsikan untuk ruangan ekskul.
Tidak heran lagi, karena saat datang tadi, Rosa melihat banyak sekali murid yang diantar dengan mobil-mobil mewah, atau juga sudah bawa mobil sendiri.
Rosa tidak yakin dia akan beradaptasi dengan mudah.
Dia baru akan melangkah saat tiba-tiba ada suara yang memanggilnya.
“Rosa?”
Rosa membeku, tatapanya lurus kepada cowok yang menjulang di depannya. Mata hitam di balik kacamata minusnya, hidung yang bangir, rambut hitam itu, senyumnya yang tidak berubah dengan satu lesung pipit di pipi kanan, dan suara yang memanggilnya hangat.
Tapi Rosa membeku. Napasnya tertahan di tenggorokannya. Jantungnya terasa terhenti sedetik itu. Dia mengepalkan tangan saat merasakan bibirnya mulai bergemetar. Dia menggigit bibir dalamnya untuk meredam gemetar.
Rama.
Cowok yang berdiri di depannya dan menatapnya dengan senyuman hangat itu adalah Rama.
Kakaknya. Sekaligus orang yang paling dia benci.
Seketika bayang-bayang ombak yang bergulung memenuhi kepalanya. Rosa merasa dunia tempatnya berdiri seakan berputar. Telinganya berdenging dan memekakan. Napasnya sesak.
Mata Rosa bekedip, mengembalikan napasnya yang tertahan beberapa detik tadi. Dia baru akan pergi saat Rama menahannya. Menarik tangan Rosa pelan.
“Seneng banget bisa ketemu kamu lagi, Sa,” katanya dengan kebahagiaan yang jelas terpancar.
Langkah Rosa terhenti, segera menarik tangannya. Menatap Rama dengan mata membara.
-o0o-
“Tapi aku enggak!” tandas Rosa setelah tangannya terlepas dari genggaman Rama.
Senyum Rama masih mengembang. “Syukurlah kamu baik-baik aja. Aku udah lama banget gak bisa lihat kamu,” kata Rama masih dengan suara yang lembut. Matanya menatap Rosa dengan terharu.
Adik kecilnya yang sudah lama tak bisa ditemuinya itu menatap tajam kearahnya. Rama merasakannya. Tapi dia memilih untuk tetap tersenyum.
Rosa membuang napas dengan keras, ditatapnya Rama dengan marah, “Baik-baik aja? Maksudnya kamu yang baik-baik aja?” tanyanya dengan suara tertahan.
Rama masih menatap Rosa.
“Kalau kamu menganggap ini baik-baik aja, lalu harus sehancur apa aku?” Rosa masih bertanya dengan suara kecilnya.
Mereka berdua sudah menjadi tontonan. Kelas XI dan kelas X terang-terangan menatap mereka berdua. Rosa melirik ke kiri dan kanannya, tidak nyaman dengan keadaan ini. Dia tidak mau menjadi pusat perhatian. Di hari pertamanya masuk sekolah, dia sudah harus berhadapan dengan kakaknya itu.
Rosa berbalik, siap menangkis jika Rama sekali lagi menahannya. Tapi Rama masih diam jadi Rosa melangkah menjauh. Mengabaikan tatapan ingin tahu dari setiap mata yang memandang ke arahnya.
Kenapa harus menunggu di sekolah untuk bertemu sama aku? Apakah dia terlalu takut untuk ketemu kemarin di rumah?
Rosa berjalan dengan marah dengan pikiran-pikirannya. Tangannya masih terkepal kuat di sisi tubuhnya. Sekuat tenaga dia mengendalikan dirinya agar tidak gemetar di depan Rama, agar tidak memperlihatkan sisi rapuhnya.
Tapi sia-sia, Rama sudah melihatnya.
-o0o-
Rama mematung sesaat setelah Rosa meninggalkannya dengan marah. Kebencian itu jelas masih terpancar. Kemarahannya bertambah saat Rama bicara.
Rama segera mengubah air mukanya. Dia tersenyum, biarpun begitu, dia senang Rosa mau kembali. Dengan tidak bersembunyi lagi, Rama merasa harus menebus apa yang mereka sudah dan tidak lalui.
Tangannya terangkat melepaskan kacamatanya yang berembun. Rama merasakan dadanya yang berdebar. Dia sempat gugup saat melihat Rosa tadi. Ini kali pertama mereka bertemu. Setelah enam tahun. Setelah Rosa selalu menghindarinya.
Dia memakai kacamatanya lagi. Kepalanya mengangguk kecil. Mulai sekarang, Rama bertekad, akan menjadi kakak yang baik.
Mulai sekarang, Rama akan membuat Rosa bahagia.
Membuat Rosa kembali.
-o0o-
Rosa baru kembali ke kelas saat bel tanda masuk berbunyi. Matanya sembab dan hidungnya masih terlihat merah. Dalam hatinya kesal karena harus masuk ke kelas dalam keadaannya yang seperti ini. Tapi bisa apa lagi, dia harus masuk kelas. Ini hari pertamanya.
Dia tahu berita anak baru yang dihadang Rama di koridor kelas XI pasti sudah menyebar di seantero sekolah. Berusaha mengabaikan setiap mata yang menatapnya, Rosa berjalan lurus menuju kursinya. Begitu duduk Bella langsung menghampirinya.
“Ada yang sakit, Rosa?” tanya Bella hati-hati.
Hatinya. Hatinya yang sakit.
Rosa menggeleng, “Gak apa-apa,” jawabnya dengan suara parau.
Bella tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Tapi tangannya mengambil segelas air mineral yang tadi dibelinya di kantin lalu memberikannya pada Rosa. Selama istirahat tadi dia tidak melihat Rosa ke kantin. Pertanyaannya terjawab saat melihat Rosa habis menangis. Rosa pasti mengurung diri di toilet dan tidak sempat pergi ke kantin.
Rosa tersenyum berterima kasih, lalu meminum habis air mineralnya.
“Kamu beneran gak apa-apa, Sa?” tanya Najwa yang merasa khawatir, karena teman baru semejanya sekarang terlihat pucat.
Rosa menggeleng, “I’m ok,” jawabnya dengan senyum kecil.
Lalu Rosa ingat, kalau dia dan Bella satu SD dulu, Bella pasti tahu siapa Rama. Tangan Rosa menggenggam pegelangan tangan Bella, “aku boleh minta tolong?” tanyanya.
Bella mengangguk yakin.
Rosa langsung mencondongkan tubuhnya untuk berbisik di telinga Bella, “Tolong jangan kasih tau siapa-siapa soal aku dan Rama,”pintanya.
Bella berkedip, seakan baru ingat dengan fakta itu, Rama adalah kakak Rosa. Dengan pasti, Bella mengangguk lagi, “oke. Aku gak akan kasih tahu siapa-siapa. Tapi kamu beneran gak apa-apa? Atau kita ke UKS aja yah sejam pelajaran ini mah?”
Kepala Rosa menggeleng, “aku gak apa-apa. Masih bisa kok,” jawabnya lebih meyakinkan sekarang.
Bersamaan dengan Bu Intan yang masuk untuk pelajaran selanjutnya, Bahasa Indonesia.
-o0o-