Kumpulan Kisah horor komedi, kisah nyata yang aku alami sendiri dan dari beberapa narasumber orang-orang terdekatku, semuanya aku rangkum dalam sebuah novel.
selamat membaca. Kritik dan saran silahkan tuliskan di kolom komentar. 😘😘😘😘😘😘
Lawor di mulai!!! 😈😈😈😈😈
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Arwahnya Masih Penasaran
"Yassin, wal-qur anil-hakim, innaka laminnal-mursalin, ala sirotim-mustaqim.." Ustadz Fatkhur Rohman memulai membaca surah Yasin saat tahlilan di rumahnya Pak Rawi, sang lurah. Saat itulah aku melihat Riyono langsung terlelap dalam tidurnya di pojokan tembok. Dasar bebal, ga punya aturan tuh anak.
Setelah yasinan, tahlilan dan doa selesai, makanan datang. Rawon dengan irisan daging sapi yang cukup besar di sajikan. Sampai semua selesai makan, Riyono masih lelap dalam tidurnya.
Satu persatu orang berpamitan, dan aku orang terakhir yang keluar, kecuali si Riyono. Dia masih ngorok di tempatnya. Aku ingat dia membawa obor saat ke sini. Niat isengku mulai membara, aku ambil obornya. Biar tau rasa dia. Hihihi.
Nex
"Bukannya itu obor milik Riyono?" Tanya Ustadz Fatkhur Rohman saat melihat aku membawa dua obor.
"Hehehe. Soalnya dia nyebelin banget Ustadz. Aku mau isengin dia dikit." Jawabku.
"Astaghfirullah, kalian ini memang ga ada yang bener. Lain kali ga boleh begitu, ya?"
"Iya Ustadz. Kalo boleh tau, Ustadz mau kemana? Kita sudah lewat dari masjid Al-Barkah lho."
"Mau kerumahmu. Aku di undang oleh Pak Rahmadi."
"Di undang bapak? Buat apa?" Aku keheranan mendengar jawaban Ustadz Fatkhur Rohman tadi.
"Katanya, kemarin malam kamu di tampakin setan. Aku di suruh merukyah rumah kamu."
"Oh, gitu ya? Bener Ustadz, kemarin-kemarin sebelumnya cuma suara-suara aneh, tapi kemarin malam beneran nampakin wajahnya itu setan."
"Kamu ga doa sebelum mengerjakan apa-apa?" Aku menggeleng. "Perbanyak berdoa, kan kamu bisa mengaji, ga seperti si Riyono."
"Iya Ustadz. Maaf..." Saat ini, kami sedang berada di tikungan jalan raya Mulyorejo. Sebentar lagi jalan akan mulai menurun, di tengah-tengah turunan jalan itulah rumahku berada.
"Waaahhhhh!!! TOOLLOONGG!!!" Teriakkan seseorang terdengar dari arah ringin kembar yang ada di depan kelurahan. "Setaaan!!!"
"Astaghfirullah. Apa lagi ini?" Tanya Ustadz Fatkhur Rohman. "Dik Adit, pulang duluan ya? Aku mau memeriksa yanh di sana sebentar. Bilang ke bapak kamu, nanti aku pasti akan ke sana."
"Baik Ustadz."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam..." Dan Ustadz Fatkhur Rohman kembali ke arah beringin kembar itu. Jadi, di sisa perjalananku aku harus berjalan sendirian.
Dari tikungan tajam tadi menuju ke rumahku itu sekitar dua ratus meter an. Ayolah boy, jaman segitu tidak ada yang namanya penerangan jalan. Tidak ada listrik, jarak antar rumah sangat berjauhan. Di jalan Mulyorejo ini, hanya ada beberapa rumah saja salah satunya rumahku itu. Bayangan kalian menjadi diriku, sendirian di tengah kegelapan dan keheningan malam. Hanya ada obor saja yang menemani. Ngeri kan?
Saat mulai berjalan, aku menyalakan obor milik Riyono yang aku ambil tadi, saat menyala, cahaya semakin terang dan hati mulai sedikit tenang.
Tapi, sangking terangnya cahaya obor yang aku bawa, semakin silau mataku dan jarak pandang ku semakin memendek. Karena api obor selalu bergoyang terkena hembusan angin, bayang-bayang di sekitar ku menjadi bergerak-gerak seirama dengan api obor. Bayangan itu menciptakan kesan tersendiri. Seperti orang-orang yang sedang menari-nari di balik kegelapan malam.
Aku mempercepat langkah kakiku. Berharap segera sampai di rumah, masuk ke kamarku yang aman dan sembunyi di balik selimut. Tapi, waktu seolah-olah berhenti, semakin aku mempercepat langkahku, aku merasa jalan raya ini semakin memanjang. Semakin lama semakin jauh rumahku, itu yang aku rasakan.
Aku mulai kehabisan nafas, dan berhenti di tempat ku saat ini berdiri. Dan ternyata, begitu aku melihat ke sekeliling ku, aku menyadari kalau aku sama sekali tidak beranjak dari tempat ku berpisah dengan Ustadz Fatkhur Rohman tadi.
Saat nafas ini sudah mulai teratur lagi, aku mulai melangkahkan kakiku lagi. Kali ini, aku merasakan bahwa langkah kaki ku sudah normal. Jalan mulai menurun, dan aku semakin cepat melangkah. Semakin menurun, semakin cepat pula langkah kakiku hingga terasa aku mulai berlari tanpa aku sadari.
Semakin cepat, dan semakin cepat. Aku berlari sangat kencang, sangking kencangnya aku sampai melewati rumahku sendiri, dan ketika berada di ujung turunan yang juga ada tikungan tajamnya, aku melesak ke dalam semak-semak.
Karena merasakan rasa sakit yang tiada Tara, aku pun menangis di balik rerumputan liar. Berdiri, lalu mulai melangkah ke arah darimana aku ndelosor tadi.
Nex
"Ya Allah. Kamu ini kenapa?" Tanya ibukku saat melihatku yang berantakan dan penuh lumpur di sekujur tubuhku.
"Habis jatuh Mak." Jawabku. "Hueee!!" Aku mulai menangis lagi.
"Cup, cup, cup. Anakku cayang. Ayo, kita bersihkan tubuhmu." Ibukku menuntunku ke arah kamar mandi. Memandikan aku dan.... "Sebentar, aku lupa bawa handuk. Tunggu di sini ya?" Dan ibukku kembali kedalam rumah sambil membawa lampu templek yang di jadikan penerang di kamar mandi.
Awalnya, aku masih tidak memikirkan apapun karena masih merasakan kesakitan di sekujur tubuhku. Tapi, setelah sekitar tiga menit kemudian, aku baru menyadari bahwa aku sendirian di kamar mandi yang berada di ruangan yang berbeda dengan rumah utama. "Mak!!!" Aku mulai berteriak kencang. "Cepetan!!!"
Tidak ada jawaban dari ibukku. Hanya hembusan angin yang sepoi-sepoi menerpa dedaunan pohon bambu yang ada di belakang rumahku lah yang menjawabnya. "Maaaakkkkkk!!!" teriakkan menunjukkan kepanikan yang tiada Tara. Aku sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Aku harus masuk ke dalam rumah sendiri. Bodoh amat telanjang bulat, toh ini juga rumah-rumah ku sendiri. Lagi pula ini juga malam hari, ga mungkin ada orang yang bakalan melihatku BerBugil ria.
Saat aku mendorong pintu kamar mandi, jantungku langsung berhenti sesaat. Pintunya tidak mau terbuka!!!
"Maaaakkkk!!!" aku menggedor-gedor pintu kamar mandi. "TOOLLOONGG!!!! MAAAAAKKKK CEPETAN!!!!!"
Masih ga ada jawaban, dan pintu masih tidak mau terbuka. Ku semakin panik, malam yang dingin itu mulai terasa panas. Keringatku bercucuran sangat deras.
"MAAAAKKKKKK!!!!" Aku semakin kencang menggedor pintu kamar mandi, bahkan sampai berupaya untuk mendobrak nya. Tapi, apalah daya, karena pintu terbuka kalau di tarik, sedangkan aku mendorongnya sekuat tenaga. Mungkin, otakku saat itu sedang konslet.
Pintu terbuka saat ibuku mendorongnya dari luar. "Kenapa sih berisik sekali?" bentak ibukku.
"Takut Mak. Gelap, pintunya aku dorong ga mau terbuka." Jawabku.
"Dasar anak sableng. Harusnya kamu menariknya, bukan mendorongnya. Ini handuknya. Keringkan tubuhmu."
Wajahku memanas. Malu sekali. Bodoh amat diriku ini. Bisa-bisa aku lupa dengan cara membuka pintu kamar mandi ku sendiri.
Nex
"Ada apa teriak-teriak?" Tanya Bapakku saat melihatku memasuki kamar tidurku. Aku ga menjawabnya, dan masuk ke dalam kamar tanpa menoleh.
"Anakmu kok makin lama makin goblok sih." Gerutu ibukku, aku bisa mendengarnya dengan jelas karena mereka berdua berdiri di depan pintu kamarku. "Bisa-bisa dia lupa bagaimana caranya membuka pintu kamar mandi."
"Haa?" Bapakku keheranan mendengar jawaban ibukku.
"Harusnya dia menarik pintunya kalau dari dalam. Dia malah mendorongnya sekuat tenaga. Ya mana bisa terbuka lah. Aneh-aneh saja."
"Wahahah. Somplak."
Sialan, kepalaku semakin panas mendengar omongan kedua orang tuaku. Malu banget, aku bisa seminggu tidak keluar kamar nih sampai rasa maluku hilang.
Ketika mereka berdua sibuk menertawakan aku, aku sibuk mencari baju ganti. Lemari ku berantakan, ibukku selalu ngomel akan hal itu. Tapi, aku selalu masa bodoh. Saat mau mengambil salah satu baju, tanganku menyentuh sesuatu yang berlendir dan lengket.
Apaan cok? Aku melihat tanganku di dalam keremangan cahaya lampu templek yang ada di meja kamarku.
Baunya anyir, dan busuk. Saat aku mendekatkan tanganku ke lampu templek.... Merinding langsung menyerbu. Darah. Yang aku sentuh tadi adalah darah!!!
"Tolong..." Suara rintihan terdengar ketika aku menyadari apa yang aku sentuh tadi. Jantungku berdetak kencang, keringat kembali bercucuran deras. "Sakit...." Suara itu terdengar dari dalam lemari ku! "Tolong....."
"Mak?" Aku berteriak, tapi tidak terlalu kencang. "Tolong Mak."
"Apa lagi sih? Sudah malam, jangan teriak-teriak melulu." Sahut ibukku dari ruang tamu.
"Tapi Mak..."
"Tolong...." Suara itu kembali terdengar, dan di saat itu juga pintu lemari ku terbuka dengan sendirinya secara perlahan. "Tolong....." Ada kepala buntung bertengger di dalam lemari ku. Dialah yang sedari tadi meminta tolong.
"Maaaakkkkkk!!!"