Saat aku ingin mengejar mimpi, berdiri dalam kesendirian pada ruang kosong yang gelap,tidak hanya kegelapan, dinginpun kian lama menyelimuti kekosongan itu. Perlahan namun pasti, kegelapan itu menembus ulu hati hingga menyatu dengan jiwa liar yang haus akan kepuasan. Jangan pernah hidup sepertiku, karena rasanya pahit sekali. Hambar namun menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cevineine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Aku melaju dengan kecepatan sedang. Menikmati terik matahari siang ini yang semakin menyengat membakar kulit. Hari ini moodku sedang berantakan setelah kejadian tragis di kantin dan berujung permintaan maafku secara langsung kepada Ethan.
Mungkin nanti malam aku akan melakukan ritual buang sial ke salon langganan. Iya, setiap putus cinta aku akan melakukan potong rambut rutin guna menghilangkan sial. Tidak terlalu buruk, tetapi cukup worth untuk mengembalikan mood yang buruk.
Aku sempatkan diri mampir sebentar ke supermarket. Jaraknya tidak jauh dari rumah, namun lumayan jika ditempuh dengan jalan kaki hehe...
Aku membeli beberapa jenis snack dan minuman penambah ion tubuh. Ini juga berguna untuk mengembalikan mood semriwingku. Setelah membayar, aku benar benar harus pulang. Tubuhku sudah lelah sekali untuk harus berkelana ketempat yang tak terduga.
Sampainya di rumah, aku memarkir mobil bersebelahan dengan motor antik kesayangan Papa, terasku tidak terlalu luas tapi pas untuk 2 mobil dan 1 sepeda motor. Namun pas dan cocok dengan rumah sederhana kami. Aku bukan dari keluarga berada, papaku hanya seorang wirausaha rumahan dan kami hidup sederhana namun lumayan berkecukupan.
"Kok tumben jam segini udah pulang?"
"Udah gaada kelas pa, salim dulu" dengan cepat aku mengamit tangan beliau dan ngancir ke kamar.
"Jangan lupa makan, papa masak ayam kecap kesukaan kamu"
"Ok" aku mengangguk.l
Untuk urusan dapur, memang papaku yang memegang kendali. Aku cukup menjadi penonton dan penikmat masakannya saja, namun sesekali aku membantu untuk memotong bawang dan sayuran lainnya.
Setibanya di kamar, aku melempar tas dan sepatu yang ku kenakan ke segala arah dan naik keatas ranjang. Uh enak sekali rasanya rebahan dikasur luas milikku ini. Kamarku tidak terlalu besar, tapi cukup diisi dengan lemari besar dan kasur yang lebar. Cukup nyaman.
Drett....
Aku meraba tas selempangku, merasakan benda itu bergetar di baliknya.
Setelah kubuka ternyata dari 'mbak sri'
Mbak Sri :
"Lo masih marah ya sama gue gara gara kejadian tadi?"
^^^Me:^^^
^^^"Ngana pikir?"^^^
Mbak Sri :
"Maafin dong 😭 kan tadi gue kaga tau kalau ada dia disitu 😭"
^^^Me:^^^
^^^"Gue maafin lo, tapi ada syaratnya 😊"^^^
Mbak Sri :
"Apaan? Jangan aneh aneh lo, segala pake syarat syarat"
^^^Me:^^^
^^^"Ntar sore gue jemput lo, jam 3. Gue sampe langsung berangkat, kaga ada acara pake tunggu tungguan segala"^^^
Mbak Sri :
"Ok"
Aku melangkah kearah lemari kayu,mengganti kemeja lusuhku dengan daster rumah kedodoran kesayanganku.
Biasanya setelah pulang kampus, Danish akan menelepon sekedar menanyakan kabar. Tapi sekarang hpku sepi kerontang seperti kuburan. Serem cui..
"Ness?" suara ketukan daun pintu kamar terdengar.
"Iya.." sahutku malas.
"Ayo makan dulu" papa mengingatkan. Aku menoleh dan mengangguk meng-iya kan perintahnya.
***
Ayam kecap ditanganku ini rasanya hambar tidak seperti biasanya. Jari jariku bergerak mengacak isi piring dengan tidak nafsu. Namun, dentingan sendok Papa membuatku terdiam sejenak. Bagaimanapun, aku tidak boleh seperti ini terus. Manusia seperti Danish harusnya benar benar enyah dalam hidupku, dia bukan lelaki baik yang mau menghargai perasaan wanita.
"Kenapa?" tanya Papa seolah beliau tau suasana hatiku sedang tidak baik. Aku menggeleng tanpa melihat ke arahnya dan melanjutkan makanku. Ya, ini wajar. Perasaan hampa setelah putus cinta itu wajar.
Selesai makan aku kembali ke kamar, aku ingin tidur. Hari ini terasa begitu melelahkan sekali, dimulai dari pernyataan Danish, bertemu Ethan dan memberinya kejadian buruk yang membuatku malu setengah mati.
Drett..
Aku meraba nakas samping kasur, membuka notifikasi pesan. Setelah kubuka kunci, sederet nomer telepon tak dikenal terpampang pada jendela notifikasi.
08512566xxxx :
"Anessa?"
Siapa? Batinku.
^^^Me:^^^
^^^"Siapa ya?"^^^
08512566xxxx :
"Coba tebak siapa wkwk"
Idih.. Mana gue tau lah.. Profil sama nama aja kaga ada..
^^^Me:^^^
^^^"Ebuset.. Ya mana gue tau, nama sama foto lo aja kaga ada"^^^
08512566xxxx :
"Ethan"
Mataku terbelalak saat membaca balasan terakhir dari sang empunya nomor. Seketika posisi badanku menegak, jantungku berpacu cepat.
^^^Me:^^^
^^^"Gue save ya 😅"^^^
Ethan :
"Siap, lagi apa lo?"
Jawab apa nih, ntar kalau bilang mau tidur pasti berakhir say-hay doang nih. Ogah sekali kalau beneran berakhir seperti itu, sayang cuy kesempatan emas kok mau dibuang.
^^^Me:^^^
^^^"Barusan sampe, ga lagi ngapain ngapain sih. Alias gabut"^^^
Ethan :
"Wah sama dong hehe"
^^^Me:^^^
^^^"Bisa aja ih kang cendol wkwk"^^^
Ethan :
"Masih sama ya lo, tetep receh aja haha. Jadi inget waktu lo minta tolong ke gue waktu itu wkwkw"
^^^Me:^^^
^^^"Aw.. Jangan diingetin dong. Malu nih gue, pacar gue aja kaga pernah tuh gue usapin dahinya. Lo menang start, Than haha"^^^
Ethan :
"Wah beruntung dong gue hahaha. Pacar lo ga lagi sadap hp lo kan, ntar marah lagi gue chatt begini"
^^^Me:^^^
^^^"Santuy aja, kaga bakal ada yang marah. Abis putus wkwk"^^^
Ethan :
"Wah, kok bisa?"
^^^Me:^^^
^^^"Biasalah, bosen dia sama gue. Ntar nih mau potong rambut. Itung itung buang sial"^^^
Lama tidak ada jawaban, aku memutuskan untuk tidur saja. Ethan, dengan senyum dan mata sipit yang khas ia sanggup memporandakan isi hatiku. Aku tidak tahu mengapa rasa tertarikku jauh lebih besar padanya ketimbang saat bersama Danish. Senang rasanya dapat menatap punggung kekarnya dari jauh, senang melihat cara dia tersenyum, cara dia berbicara benar benar menghipnotis ku untuk menggali lebih dalam tentang dirinya.
Ethan.. Ethan..
***
Deringan ponsel berhasil membuatku terbangun dari tidur cantikku. Menerka nerka siapa yang berani membangunkan macan betina tidur ini. Aku terlonjak ketika mataku tak sengaja bertabrakan dengan jam dinding yang sekarang menunjukkan pukul setengah 3 sore. Aku ingat tadi siang berjanji akan menjemput mbak Sri. Seketika aku bangun tanpa pikir panjang menyambar handuk dan sabun untuk mandi. Aku mandi secepat kilat agar tidak terjebak macet nanti saat perjalanan kerumah mbak sri, karena rumahku denganya lumayan jauh juga. Mungkin ada kali 30 menit :D
Dapat kubayangkan bagaimana ekspresi mbak Sri saat menungguku nanti, dan aku berani jamin. Seseorang yang meneleponku tadi tak lain dan tak bukan adalah mbak Sri.
Selesai mandi, kukeringkan sebentar rambutku yang basah ini. Aku mengecek sebentar ponselku dan akan berganti baju, satu notifikasi pesan dari Ethan.
Ethan :
"Memang seperti itulah fakboy hahaha"
Tak ku balas pesan dari Ethan. Aku beranjak untuk mengganti baju, kupadukan skinny jeans dengan blouse hitam lengan pendek dan sepasang sepatu kets putih, kemudian tas selempang rajut pemberian mamaku. Tak lupa untuk sentuhan akhir, aku memoles wajahku dengan riasan tipis dan lipstik bold warna coklat kesukaanku. Terakhir, aku menggerai rambut panjang coklat lurusku. Setelah selesai, aku mengirimkan pesan singkat kepada mbak Sri, jika aku akan berangkat menjemputnya.
"Mau kemana?" tanya Papa tanpa memalingkan sedikitpun dari koran yg sedang ia baca.
"Ke rumah Ratna" Segera aku berpamitan padanya lalu melesat pergi secepat mungkin.
Benar, aku telat 15 menit dari jadwal yang ku janjikan tadi siang. Aku melaju dengan kecepatan sedang, karena malam ini jalanan juga tidak begitu macet. Untung saja..
Setelah menempuh perjalanan selama 25 menit, aku sampai di depan rumah sederhana milik 'Mbak Sri'. Karena jalanan tidak begitu macet, aku bisa sampai lebih cepat.
Belum sempat mengetuk pintu, aku dikejutkan dengan debuman pintu yang dibuka kasar. Mbak Sri berdiri diambang pintu dengan muka yang ditekuk berkali kali lipat.
"Napa muka lo, ya maap telat. Gue ketiduran tauk" jawabku dengan muka memelas.
"Lama banget sumpah, kesel gue" jawabnya dengan muka masih ditekuk.
"Yaudah ayo, keburu malem" dia menggangguk, kemudian berbalik untuk mengunci pintu. Aku kembali menaiki mobil kesayanganku ini dan menunggu Mbak Sri menuntaskan kegiatannya, sembari memeriksa ponselku barangkali ada informasi. Ternyata tidak ada, kumasukkan kembali ponsel dalam tas, saat itu pula Mbak Sri berjalan ke arahku dengan muka tertekuk lucu.
"Lo mangkir dari jadwal yang udah lo buat sendiri, kupret" sembur mbak sri ketika ia menaiki bangku penumpang.
Aku hanya bisa cengengesan malu, dan kembali melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang.
***
Kami menikmati hembusan AC yang menerpa halus wajah, dingin pun rasanya menusuk sampai tulang. Sore ini aku berencana potong rambut di salon langgananku, setibanya disana kami disambut baik oleh dua orang pegawai wanita.
"Ada yang bisa kami bantu kak?" Tanya salah satu dari mereka.
"Uhm, saya mau potong rambut mbak"
"Baik, silahkan duduk disini dulu ya kak. Memangnya kakak mau potong seperti apa?" Tanyanya sembari menyeret tempat duduk dan mempersiapkan alat alat bertempurnya.
"Saya mau potong yang seperti ini" aku menunjukkan foto perempuan berambut oval layer berponi tengah yang imut. Model rambut seperti ini memang tengah digandrungi oleh anak-anak zaman sekarang.
Setelah mbak-mbak tersebut mengangguk mengerti, aku kembali menatap layar ponselku. Aku terbelalak, ternyata aku lupa tidak membalas pesan terakhir dari Ethan. Secepat kilat aku mengetik pesan singkat untuknya..
^^^Me:^^^
^^^"Uhm, maaf Than gue diluar nih baru bisa balas sekarang"^^^
Kusimpan lagi ponselku kedalam tas, sembari menikmati pijitan-pijitan yang diberi oleh mbak salon tadi.
"Lo ga potong sekalian Rat?" Tanyaku padanya.
"Hah? Kaga salah denger gue barusan? Lo? Manggil gue pake nama asli?" Cercanya padaku.
"Napa? Mau gue ganti lagi nama lo sama yang lebih sangar?" Ujarku padanya.
"Aneh. Lo aneh Ness dari tadi, mana senyum-senyum sendiri lagi sambil melototin hape. Gila lo abis diputusin Danish?"
"Heh sembarangan, orang udah move on kali" aku terpekikik geli mendengar jawabanku.
"Wow, seperti kilat ya besti. Gue kaget dengernya" jawabnya dengan raut wajah kaget yang dibuat-buat.
"Alah, lo sendiri seneng kan karena temen lo yang cantik ini udah sadar sekarang"
"Terserah lu dah" kemudian ia melengos dan memanggil salah satu mbak salon yang menyambut kami didepan tadi. Dasar, kupikir dia akan menungguiku saja ternyata ikutan nyalon juga.
Drtttt....
Tiba-tiba ponselku berdering nyaring dan membuatku terlonjak ketika nama Ethan yang muncul pada dering panggilan. Segera saja ku angkat tanpa pikir panjang.
"Hallo, Ness?"
"Iya, Than. Ada apa?"
"Hmm, kira kira besok setelah selesai kelas lo sibuk ga?"
"Kaga tuh, ada apa emang?"
"Ga sih, temen gue ada yang pengen tau lo aja"
"Hah? Siapa?"
"Rahasia dong, kalau gitu besok gue tunggu ya di cafe belakang kampus"
"Lho heh, gue kan belum-" TUT
Sialan nih laki, kan gue belum selesai ngomong main matiin aja. Kira-kira siapa sih yang mau ketemu gue?
"Kenapa Al?" Sahut mbak Sri disampingku dengan muka terheran-heran.
"Tau nih si Ethan besok ngajakin ketemu gue"
"Hah serius lo?"
"Ih serius mbak sriiii" ujarku bersungut-sungut
"Terus? Kenapa muka lo malah kusut?"
"Kelihatan ya?" Tak ada jawaban melainkan hanya satu anggukan saja yang kuterima menandakan jika ia meng-iyakan pertanyaanku. Dasar kunyuk satu ini, untung temen sendiri.
Setelah obrolan ringan antara aku dengan Ratna, mbak-mbak tukang salon tersebut mulai mengerjakan rambut kami berdua dengan keinginan masing-masing.
Ratna dan aku memang memiliki selera rambut yang hampir sama, bedanya hanya pada warna rambut saja. Bahkan dikampus kami sering disebut saudara kembar karena intensitas kebersamaan yang kental.
Lihat saja sekarang, dia menyuruh tukang salon itu untuk memotong rambutnya sama persis sepertiku.
Ck.. dasar..
Sesampainya dirumah setelah mengantar Ratna kembali, aku menimang permintaan Ethan untuk mempertemukanku dengan temannya yang masih belum ku ketahui itu. Di kampus, aku tidak begitu banyak berinteraksi dengan kawan-kawan satu angkatan. Bahkan aku hanya memiliki segelintir teman dekat saja, heran saja jika ada yang tiba-tiba ingin berkenalan denganku.
Aku bangkit dari tempat tidurku dan berganti pakaian dengan daster kedodoran ala rumahan. Tak lama, aku melesat ke kamar mandi untuk mencuci muka dan buang air kecil. Entah kenapa hari ini terlihat begitu berat segala aktivitasku, walupun mitosnya potong rambut untuk buang sial ternyata tidak menghapuskan yang terjadi.
Setelah beres dengan aktivitas di kamar mandi, aku keluar untuk menemui papa dimeja makan. Setelah kucari ternyata tidak ada seorangpun disana, aku melesat ke balkon atas samping kamarku. Disana, terlihat asap rokok mengepul keluar menandakan jika ada sang perokok aktif yang sedang menikmati hawa dingin angin malam.
"Papa ngapain?" Tanyaku setelah berdiri disampingnya.
"Ya ngerokok lah, gini aja masih tanya?" Jawabnya dengan sebal dan kembali melengos kearah depan.
"Maksud aku tuh kenapa ga makan dulu?" Tanyaku tak kalah sebal.
"Lah, Papa udah makan kok dari tadi sore"
"Sisa gak ayam tadi siang?"
"Mana ada, udah abis semua" aku terbelalak dan lari menuruni tangga setelah mendengar jawaban tak manusiawi dari Papa.
Dan ternyata benar, setelah kubuka tudung saji itu aku tidak menemukan makanan apapun selain gelas kaca berisi air yang hampir habis. Ck, keterlaluan sekali.
"Kenapa muka kamu cemberut gitu" aku terlonjak kaget dengan suara berat Papa.
"Aku lapar, kenapa dihabisin semua ayamnya?" Jawabku bersungut-sungut.
"Dihabisin gimana? Kamu hampir makan semua ayam, terus cuma sisain 2 biji buat papa. Sekarang ngomel kenapa ayamnya abis? Iya habis, satu papa makan satu lagi papa kasih Richard. Kasihan anak itu sepanjang hidupnya gak pernah makan enak" sahutnya.
"Ih Papa, Richard kan ada makanannya sendiri. Lagian kenapa dikasih dia sih, mana bisa dia makannya"
"Lah itu buktinya abis tinggal tulangnya saja" kemudian ia melengos dan berjalan masuk kedalam kamarnya.
Asal kalian tahu Richard yang disebut sebut oleh Papaku tadi, dia adalah seekor kucing yang berhasil ku adopsi tahun lalu tanpa persetujuan dari baginda besar rumah ini. Iya Papaku.
Setelah berdebat panjang dan tidak membuahkan hasil, aku memutuskan saja untuk memesan makanan melalui online.
Sepertinya nasi goreng dekat kampusku enak..
Tak pikir panjang segera saja ku order makanan tersebut, persetanan dengan biaya ongkir urusan perut masih nomer satu.
Setengah jam sudah aku menunggui pesananku yang tak kunjung datang, bahkan tanda-tanda dari maps kang ojek online pun juga tak terlihat gelagat pergerakannya.
Sabar Ness, sabar.. mungkin sedang antri...
Drttt..
Handphoneku bergetar panjang tertanda jika ada panggilan masuk. Siapa ini? Batinku.
"Ya, halo?"
"..." Aku terlonjak kaget sontak mengintip kearah jendela
"Iya, mas maaf" jawabku kemudian melesat pergi.
...****************...
penulisannya bagus..
/Smile//Smile/