Akibat memiliki masalah ekonomi, Gusti memutuskan bekerja sebagai gigolo. Mengingat kelebihan yang dimilikinya adalah berparas rupawan. Gusti yang tadinya pemuda kampung yang kolot, berubah menjadi cowok kota super keren.
Selama menjadi gigolo, Gusti mengenal banyak wanita silih berganti. Dia bahkan membuat beberapa wanita jatuh cinta padanya. Hingga semakin lama, Gusti jatuh ke dalam sisi gelap kehidupan ibukota. Ketakutan mulai muncul ketika teman masa kecil dari kampungnya datang.
"Hiruk pikuknya ibu kota, memang lebih kejam dibanding ibu tiri! Aku tak punya pilihan selain mengambil jalan ini." Gusti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3 - Ospek
"Kalian sempat melakukan apa tadi, Gus? Kenapa dia setengah telanjang begini?" tanya Aman.
"Enak aja. Aku sentuh dia sedikit aja enggak. Tapi nih cewek kayaknya mabuk. Dia tadi jalan sempoyongan gitu," tanggap Gusti. "Kita panggil ibu kost aja deh," usulnya.
"Bawa ke kamar aku aja nggak apa-apa," kata Aman.
"Edan kau! Kalau digrebek masa nanti gimana?" balas Gusti.
"Ah! Ini kota, Gus. Bukan kampung. Manusianya rata-rata individualis. Nggak peduli sama urusan orang," Aman melambaikan tangan ke depan wajah.
"Tetap aja. Mana hp-mu? Biar aku saja yang telepon Tante Hesti," pinta Gusti.
"Udah! Aku aja." Aman terpaksa menghubungi ibu kost untuk mengadukan yang terjadi.
Hesti segera datang bersama suaminya. Dia tampak cemberut. Wanita paruh baya itu juga menggerutu perihal kebiasaan Ana yang sering mengganggu penghuni kost lain.
"Aku minta maaf sebelumnya sama kalian. Wanita ini memang kadang-kadang begini. Aku sudah berusaha memberitahunya berkali-kali untuk pindah, tapi dia tetap ngeyel. Jadi aku sarankan kalian agar selalu mengunci pintu kalau sedang di kamar atau pergi," ucap Hesti panjang lebar.
Gusti mengangguk mengerti. Sedangkan Aman tampak senyum-senyum sendiri.
"Sekarang ayo bantu aku memindahkan dia ke kamarnya. Kalian kuat menggendongnya kan? Soalnya kalau dibangunkan, malah merepotkan," ungkap Hesti.
"Kami--"
"Bisa banget, Tante! Aku gendong sendiri pun bisa. Lagian Gusti juga kayaknya kecapekan." Aman memotong ucapan Gusti. Lelaki sepertinya memang suka mengambil kesempatan dalam kesempitan. Aman lantas menggendong Ana dengan gaya bridal.
"Ya udah, aku akan bukakan pintu kamarnya," sahut Hesti yang segera beranjak keluar lebih dulu.
"Wah... Mantul, Gus!" ungkap Aman yang cengengesan sambil geleng-geleng kepala.
Gusti menarik sudut bibirnya ke atas. Sebagai lelaki, dia tentu paham dengan apa yang ada di pikiran Aman.
"Hati-hati ngacc*eng tuh!" tegur Gusti ketika Aman berjalan melewatinya. Kini dia bisa tenang kembali.
Usai Ana dipindahkan ke kamar seharusnya, Gusti beristirahat kembali. Ia kali ini tidak lupa mengunci pintu kamarnya.
...***...
Hari pertama ospek dimulai. Kegiatan yang seringkali juga disebut orientasi studi dan pengenalan kampus itu, harus dilalui mahasiswa baru. Tak terkecuali Gusti dan Aman.
Saat waktu menunjukkan jam enam pagi, Gusti dan Aman berangkat. Mereka pergi dengan menaiki bus.
"Nanti aku mau beli motor, Gus. Tapi sekarang masih di urus sama bapakku," imbuh Aman. Ia dan Gusti sama-sama mengenakan seragam putih abu-abu. Semua itu tentu berdasarkan arahan dari pihak kampus. Terutama pihak mahasiswa BEM yang kebetulan berwenang mengurus kegiatan ospek.
"Kalau udah punya motor, jangan lupa boncengin aku," tanggap Gusti.
"Ganteng-ganteng maunya diboncengin," komentar Aman. Dia dan Gusti lantas tergelak bersama.
Tak lama kemudian Gusti dan Aman tiba di kampus. Mereka harus berpisah karena mengambil program studi yang berbeda. Gusti mengambil program studi Arsitektur, sedangkan Aman mengambil program studi Ekonomi.
Gusti segera bergabung ke dalam barisannya. Jujur saja, sejak pertama kali muncul, dia sudah menarik perhatian banyak pasang mata. Baik itu senior dan mahasiswa baru lain. Mengingat ketampanan yang dimiliki Gusti memang sulit untuk diabaikan. Terutama bagi para kaum hawa.
Karena tinggal di kampung yang dekat dengan pegunungan, Gusti memiliki kulit putih bersih. Dia juga terbiasa hidup bersih karena kebiasaan yang ditanamkan oleh keluarganya.
Gusti mengembangkan senyuman ketika sudah bergabung dengan mahasiswa baru program studi Arsitektur. Para gadis yang ada di program studi itu diam-diam kegirangan karena mempunyai teman sejurusan berparas tampan.
"Hai! Anak mana?" seorang lelaki dengan rambut cepak bertanya seraya tersenyum. Dia kebetulan berdiri di sebelah Gusti. Lelaki tersebut juga memiliki paras tampan. Namun ketampanannya masih belum bisa mengalahkan aura yang dimiliki Gusti.
"Aku dari Jawa Tengah. Tepatnya di kampung dengan nama Pesenja. Kalau kau?" tanggap Gusti. Dia berbalik tanya.
"Aku Elang! Sejak lahir tinggal di kota ini," sahut lelaki berambut cepak tersebut.
"Wah! Nanti bisa ajarin aku jadi anak kota dong," balas Gusti berbasa-basi.
"Siap!" Elang menjawab dengan mengacungkan jempol.