‘Dulu, ibuku pernah menjadi permaisuri satu-satunya, dan aku Putri mahkota dalam istana mahligai rumah tangga orang tuaku, tapi lihatlah kini! Kami tak ubahnya sampah yang dibuang pada sembarang tempat!’
Dahayu – wanita berpenampilan sedikit tomboy, harus menelan pil pahit kehidupan. Sang ayah menjual dirinya kepada sosok asing, yang mana ia akan dijadikan istri kedua.
Tanpa Dahayu ketahui, ternyata dirinya hendak dijerumuskan ke jurang penderitaan. Sampai dimana dirinya mengambil keputusan penting, demi sang ibu yang mengidap gangguan mental agar terlepas dari sosok suami sekaligus ayah tirani.
Siapakah sosok calon suaminya?
Mampukah Dahayu bertahan, atau malah dirinya kalah, berakhir kembali mengalah seperti yang sudah-sudah?
Pengorbanan seperti apa yang dilakukan oleh wanita berpendirian teguh, bersifat tegas itu …?
***
Instagram Author : Li_Cublik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30 : Supaya kau cemburu
“Mari kita sambut biduan bersuara emas tapi malas kali kalau dimintai sumbangan lagunya – Dahayu!” Nelli memberikan mic kabel kepada sahabatnya.
Seruan Nelli disambut antusias oleh para remaja, anak-anak hingga pemuda perkebunan yang menontonnya– mereka sudah mengetahui kalau Dahayu memiliki suara merdu.
Bondan hendak melarikan diri, tapi ditahan oleh kata-kata wanita yang sudah dia sukai sedari dua tahun lalu.
“Bapak Bondan yang terhormat, sebelumnya aku sangat enggan bila Anda ajak bergoyang, tapi kali ini pasti ku ladeni hingga pinggang mu encok.” Senyumnya penuh maksud, dia mengerling menatap geli wajah pucat pria berkemeja sedikit kekecilan hingga perutnya seperti tumpah-ruah.
“Maaf, Dek Nelli. Tiba-tiba perut Abang mulas kayaknya efek kebanyakan makan sambal belacan.” Tangan Bondan saling meremas.
“Kalau Bapak memang sakit perut, seharusnya berlari pulang bukannya naik ke panggung. Apa mungkin karena tidak menyediakan uang sawernya?” pancing Dahayu, dia tahu kalau pria berstatus duda ini sedikit tukang pamer.
Umpan pun disambar, Bondan tidak jadi turun panggung. Musik mulai diputar, Dahayu bersiap menyanyikan satu tembang pernah populer – dirinya berdiri ditengah-tengah panggung.
🎶 Surga yang engkau janjikan ~ Neraka yang kauberikan ~ Manis yang aku harapkan ~ Pahit yang aku rasakan
Tingginya janjimu padaku ~ Mengalahkan langit yang biru ~ Manisnya janjimu padaku ~ Mengalahkan manisnya madu.
Dahayu bernyanyi dengan penghayatan sempurna, lalu matanya berbinar saat mendapati Wisnu tengah menonton dan tersenyum lebar. Rona merah menghiasi pipi putrinya ibu Warni, debar jantungnya meningkat, dan desiran hatinya terasa hangat.
Nafiya meremas ujung dress nya, menatap benci pada adik tiri yang memiliki suara lebih merdu darinya. Terlebih harapannya tidak menjadi kenyataan – baik Nelli maupun Dahayu tak ada yang saling menyerang.
Namun, matanya menangkap ekspresi lain, lantas dia mengikuti arah pandang Dahayu. Senyum culas pun ia sunggingkan agar sang kekasih lebih lebar lagi membuka bibir – hal tersebut membuat Dahayu bertambah salah tingkah. ‘Aku masihlah pemenangnya wanita udik!’
Suara merdu Dahayu, membius para tamu undangan yang sedang menikmati hidangan jamuan.
Akan tetapi, tidak dengan Bondan – wajahnya basah oleh keringat, bukannya menggerakkan kaki seirama badan, malah tubuhnya seperti orang menggigil kedinginan. Pandangannya lurus pada mobil double cabin berwarna hitam mengkilap yang terparkir di bahu seberang jalan.
“Minggir lah lagi, bakalan terdengar berdentum bunyi badanmu saat terjungkal!” Nelli berteriak kencang, yang langsung ditanggapi ringisan Bondan.
“Dek, kita damai ya!” Dia langsung merogoh saku, mengambil dompet dan pengeluaran seluruh isi uangnya, lalu memberikan kepada Nelli. “Ini uang tanda damainya, Abang turun pentas ya.”
Dahayu langsung memberikan mic kepada Nelli untuk meneruskan sisa lagu. Dia tidak tahan menahan tawa melihat pria berbadan bak anakan Gajah lari tunggang-langgang seraya memegangi perut.
🎶 Dulu kau berlutut di kakiku ~ Untuk mengharap cintaku ~ Hingga terbuka pintu hatiku ~ Tuk menerima cintamu ~ Tapi setelah aku jatuh cinta padamu ~ Engkau begitu mudah melupakan diriku.
Nelli memiliki jenis suara Sopran – sehingga sangat cocok pada nada tinggi, dan dia sukses menyanyikan bagian reff lagu Janji dari Rita Sugiarto
“Lumayanlah bisa buat kipas-kipas untuk mendinginkan hati terbakar rasa iri!” Lembaran uang dibentuk menyerupai kipas dikibaskan pada wajah Nafiya.
“Dasar kampungan?” pekik Fiya.
“Jelaslah! Kan, memang tinggal di kampung. Daripada situ – sok kota, tapi tak tahu bagaimana caranya berbusana. Gaun merah cabai, sandal tinggi kuning tai, lipstik pink, emas imitasi warna putih, surai rambut jagung. Semua warna mau kau borong, dah macam Monyet didandani dan diajak atraksi,” hina Nelli terang-terangan.
“Begadoh lah kelen! Aku potong bayaran manggung sekaligus kugunduli bulu kasar sekaligus halus, termasuk alis biar bisa tengok Tuyul!” Di belakang panggung, Mak Beti berkacak pinggang.
Dahayu yang sudah berdiri di samping Mak Beti – terkikik geli. Induk semangnya Nelli memang terkenal bermulut pedas serta tak jarang pula bertindak anarkis.
Hari sudah beranjak mau Maghrib, dan langit tengah mendung. Para biduan turun dari panggung, mereka akan istirahat di rumah kerabat pemilik pesta. Sehabis Isya baru tampil lagi dengan busana lebih berani.
“Nell, aku pulang dulu ya. Lihat Ibuk, nanti habis sholat isya kesini lagi,” pamit Dayu.
Nelli mengangguk, dia sedang menunggu giliran mandi, agar nanti malam badannya jauh lebih segar.
Dahayu pun pulang mengambil jalan pintas, melewati rumah kerabat pemilik pesta yang dijadikan sebagai tempat istirahat dan ganti pakaian para biduan.
Langkahnya ringan, hatinya tengah berbunga-bunga saat mengingat pria cinta dalam diamnya tersenyum lebar kala dia bernyanyi.
“Sayang pelankan sedikit desahannya, nanti kita kepergok warga loh,” tegurnya, tapi tangannya meremas gemas benda kenyal masih tertutup baju.
“Mas Wisnu, lebih ke tengah lagi … iya dipuncak nya itu terasa gatal minta di jepit-jepit.” Nafiya melenguh, kepalanya menengadah, bibirnya terbuka, dia sungguh menikmati permainan jari di pucuk buah dadanya.
Tanpa mereka sadari ada sosok yang terkejut bukan main, hatinya sakit seperti diremas-remas, dan jantungnya nyeri seolah ditusuk belati. Dahayu membekap mulutnya, tubuhnya luruh hingga berjongkok di samping tembok.
Matanya menatap lekat sepasang manusia dibawah cahaya temaram lampu pijar – tengah bermesraan, saling berbagi ciuman panas, menyerang seraya mengerang.
“Kenapa tadi Mas Wisnu tersenyum kearah si buruk rupa Dahayu?” di sela-sela ciuman bibir, Nafiya bertanya dengan nada merajuk.
Wisnu memeluk pinggang kekasihnya, mengecup bertubi-tubi bibir mengerucut. "Karena ada dirimu, dan pastinya hal tersebut membuatmu terbakar api cemburu. Aku paling suka saat kau marah, maka akan bertambah ganas – seperti ini!"
Ahh!
Tubuh Nafiya bak Cacing kepanasan, meliuk-liuk kala bokongnya diremas. Pahanya langsung menggesek bagian tengah menggembung milik Wisnu. "Bukan karena Mas Wisnu mulai ada hati dengannya 'kan?"
"Sejak kapan aku jatuh hati pada gadis tak pintar merawat diri itu, Nafiya ...?"
.
.
Bersambung.
selamat menikmati yah kebencian putra mu kepada mu sedang otw,,
dan untuk mu keong racun aku berhap surat dri ke polisian dan pengadilan datang secara bersamaan...
Amar yg jd korban., Anak'mu... bela tuh menantu l4kn4t'mu Marimas...
Dayyy... Istiqfar....
bahagia yg seperti apa yg akan kau dapatkan setelah mental dan ragamu masih dihajar habis²an seperti ini Yu?
biar lah bu irma tau kalau amran berpisah dengan dahayu dan gila bisa buat dia sadar.
setidaknya dahayu bisa membalik kan kata ibu dari anak gila.
jahat banget q ya, maaf dahayu do'a jelek buat amran.
q lebih baik amran yang gila daei pada dahayu.
pak bekti aja ampe nangi liat pengorbanan dahayu, walau laki laki. ini bu irma yang perempuan kada punya hati
😡😡😡