NovelToon NovelToon
Pembalasan Mafia Kejam

Pembalasan Mafia Kejam

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Lari Saat Hamil / Hamil di luar nikah / Anak Kembar / Beda Usia / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Lovleyta

Raffaele Matthew, seorang Mafia yang memiliki dendam pada Dario Alexander, pria yang ia lihat telah membunuh sang ayah. Dengan bantuan ayah angkatnya, ia akhirnya bisa membalas dendamnya. Menghancurkan keluarga Alexander, dengan cara membunuh pria tersebut dan istrinya. Ia juga membawa pergi putri mereka untuk dijadikan pelampiasan balas dendamnya.
Valeria Irene Alexander, harus merasakan kekejaman seorang Raffaele. Dia selalu mendapatkan kekerasan dari pria tersebut. Dan harus melayani pria itu setiap dia menginginkannya. Sampai pada akhirnya ia bisa kabur, dan tanpa sadar telah membawa benih pria kejam itu.
Lalu apakah yang akan dilakukan Valeria ketika mengetahui dirinya tengah berbadan dua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lovleyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3. Pria Menyeramkan

"Kamu yakin dengan pilihanmu itu Raffaele?" Tanya Keith yang cukup kaget dengan perkataan putra angkatnya sehabis bertemu dengan Dario.

Pria bermata tajam itu diam sembari mengulas senyum misterius. Tangannya mengetuk-ngetuk meja kerja Keith. Kemudian mengangguk.

"Tentu yakin Dad. Kenapa tidak yakin?" Balas Raffaele.

"Daddy hanya memastikannya. Hanya tidak ingin kamu bertindak ceroboh dengan tambahan caramu itu." Ujar Keith.

Lalu Raffaele menegakkan badannya, yang awalnya bersandar di kursi. Kini tegak menampilkan sisi tegas dan berwibawanya. Melihat Raffaele, sekilas Keith mengingat mendiang ayah kandung anak angkatnya ini. Mereka cukup mirip, dari segi wajah sampai gestur tubuhnya.

"Tenang saja Daddy, Raffaele tidak akan ceroboh dan melakukan kesalahan. Aku tetap akan menghancurkan keluarga itu, sama seperti pria tersebut menghancurkan keluargaku." Ungkap Raffaele.

"Daddy berharap begitu. Semoga saja kamu tidak berubah pikiran di tengah jalan rencana kita." Kata Keith.

Tawa keras Raffaele memenuhi ruang kerja Keith. Pria itu mengambil sebuah gelas berisi air berwarna merah keunguan itu menenggaknya hingga tandas. Lalu tatapannya terfokus pada gelas kosong di genggamannya. Terlihat tangannya itu semakin mengerti pada gelas tersebut. Hingga suara pecahan terdengar mengagetkan seorang Keith. Mata pria itu terbelalak sempurna saat melihat pemandangan di depannya.

Darah segar mengalir dari telapak tangan Raffaele. Ia seakan tak merasakan kesakitan akan luka yang baru saja dihasilkannya. Terlatih keras sejak remaja, hingga tumbuh menjadi Mafia. Raffaele sudah tak bisa merasakan rasa sakit setelah kepergian sang ayah dan dilatih oleh Keith untuk hidup keras. Bahkan dulu Raffaele sempat koma akibat pelatihan yang dilakukan Keith. Namun dari situlah awal hidup Raffaele berubah tak tersentuh dan lebih kuat lagi, saat melawan musuh, tembakan Raffaele tidak akan pernah melesat sama sekali.

"Apa yang kamu lakukan pada dirimu sendiri Raffaele?!" Nada suara Keith meninggi, dia terkejut.

Sedangkan putra angkatnya itu hanya tersenyum. Lalu mulai melepaskan genggaman tangannya. Pecahan gelas kaca itu terjatuh di lantai, berserakan dengan warna merah di sana. Bukan minuman yang Raffaele tenggak tadi. Melainkan warna merah yang dihasilkan dari goresan dari tangan pria tersebut.

"Kami gila Raffaele! Tunggu di sini biar Daddy panggilkan maid untuk mengobati lukamu." Sambung Keith berbicara lagi.

Tangan Raffaele terangkat. Meminta sang Daddy berhenti. "Tidak perlu Dad. Aku masih hidup, tidak perlu mengobati luka ini. Biar nanti aku mengobatinya sendiri, atau mungkin nantinya akan sembuh sendiri."

Bahu pria itu diangkat sebentar, sebelum kembali diturunkan. Raffaele terlihat santai dengan lukanya. Membiarkan aliran cairan berwarna merah itu menetes terus di lantai.

Keith memijat pangkal hidungnya, sembari geleng-geleng kepala.

"Apa motivasimu melakukan semua ini? Bodoh kamu melukai diri sendiri!" Bentak Keith.

"Aku tidak melukai diriku sendiri Dad." Jawab Raffaele, sudut bibirnya membentuk senyum seringai.

"Aku sedang memberikan gambaran pada keadaan keluarga Alexander nanti." Imbuhnya.

Kening Keith tertekuk. Pandangannya terus beralih dari wajah putra angkatnya lalu ke tangan dan gelas yang kini hancur berkeping-keping itu. Pria 60 tahun itu sama sekali belum mengeluarkan suaranya lagi.

"Seperti gelas yang hancur berserakan di lantai ini, mereka juga akan hancur tak tersisa." Kata Raffaele, cukup mengerikan untuk di dengar saja.

"Tapi tidak harus juga kamu melukai dirimu sendiri." Balas Keith.

Raffaele mengangkat dan memandangi telapak tangannya yang terluka. Ia tersenyum remeh. Luka yang dihasilkannya ini tidak seberapa. Ia masih bisa menahannya.

"Luka ini tidak seberapa Dad. Ini hanya luka kecil, bukankah Daddy pernah melihatku terluka yang lebih parah dari ini? Dan buktinya aku masih hidup sampai sekarang." Ujar Raffaele dengan sombongnya.

"Terserah kamu Raffaele." Sahut Keith yang merasakan tidak ada gunanya memberitahumu Raffaele.

...****...

Di kediaman keluarga Alexander. Valeria sedang duduk dekat-dekat sang ayah. Gadis itu sedang berbincang ringan dan ingin meminta bantuan sang ayah untuk membujuk ibunya ini yang tak kunjung memberikan ijin dirinya ke Perancis.

"Papa yang di kantor itu tadi siapa?" Tanya Valeria.

Dario mengernyit. "Yang mana?"

"Yang tadi itu Pa, di ruangannya Papa. Dia menyeramkan sekali orangnya." Balas Valeria. Jawabannya tersebut membuat Dario tertawa kecil.

Lalu ia kembali mengingat wajah seseorang yang tampak tak asing di ingatannya.

"Oh, dia tuan Giovanni. Kamu sembarangan kalau berbicara, pria tampan begitu kamu bilang menyeramkan." Dario berkata sembari tak bisa menahan tawanya.

"Tapi memang menyeramkan Papa, caranya menatap tadi membuatku merinding." Jawab Valeria.

"Walaupun tatapannya dingin dan tajam. Tapi dia orang terpandang Vale, pebisnis terkemuka di Italia sana. Dia juga biak karena menawarkan kerja sama di perusahaan Papa, jadi dia cukup baik orangnya." Dario menjelaskan bagaimana sosok Raffaele yang dikenalnya sebagai Giovanni.

Valeria tidak mau peduli. Yang ia lihat, pria tadi memang menyeramkan dan auranya benar-benar dingin. Walaupun memang wajahnya tampan sekali. Bahkan dirinya tadi sempat terpana sebentar.

"Valeria tidak peduli Papa, mau dia orang berkuasa sekali pun. Karena soal dunia bisnis, hanya Papa yang bisa." Sahut Valeria, dan mereka berdua tertawa.

"Oh iya! Papa harus bisa bujuk mama ya pokoknya." Rayu Valeria, memeluk lengan sang ayah manja.

Dario mengusap puncak kepala putrinya itu. Meskipun umurnya sudah menginjak 19 tahun, baginya Valeria akan terus menjadi sosok putri kecil di hidupnya. Tak jarang, apapun yang putrinya minta akan selalu ia berikan.

"Papa usahakan. Tapi Papa juga tidak janji mama kamu itu akan mengijinkan mu." Balas Dario.

Valeria mencebikan bibirnya. Dengan menatap Dario menggunakan puppy eyes agar sang ayah mengusahakannya.

Melihat jurus ninja-nya sang anak, Dario kalah. Akhirnya ia mengangguk lagi.

"Papa akan membuat mama kamu mengerti." Ucap Dario, membuat sebuah senyuman di bibir gadis cantik itu terangkat.

Tawa senangnya memenuhi ruang tamu, bahkan saat ini Valeria sampai berdiri dan berjingkrak-jingkrak saking senangnya.

"Yes! Makasih Papa. I love you more Papa." Valeria memeluk sang ayah dan mencium pipinya.

"Ada apa ini? Kayaknya lagi pada senang ya?" Suara Dasha menyahuti dari arah tangga.

Melihat kedatangan sang ibu Valeria langsung membisikkan suatu ke sang ayah membuat pria 9 tahun itu mengangguk.

"Mama ada yang mau Papa bicarakan sama Mama." Ucap Dario.

Di sampingnya Valeria sudah senyum-senyum sendiri, mencuri perhatian sang ibu. Ada keanehan di sini, Dasha bisa merasakannya.

"Mau bicara apa Pa?" Tanya Dasha ikut duduk di sofa ruang tamu bersama suami dan putrinya.

"Papa dengar, Valeria ingin ke Prancis tapi Mama tidak mengijinkannya. Jadi Papa ingin, supaya mama memberikan ijin Valeria pergi." Jawab Dario.

Sudah dirinya duga. Putrinya ini pasti akan mencari dukungan ke sang ayah yang selalu memanjakannya. Dasha bisa melihat bagaimana putrinya itu tengah cengengesan.

"Tidak bisa Pa. Apalagi dia cuma sendiri ke sananya. Memang di sana ada Brian nantinya, tapi tetap saja Mama khawatir ke putri kita." Ucap Dasha. Ia bukan tanpa alasan tidak memberikan ijin ke Valeria. Sebagai seorang ibu, ia memiliki kekhawatiran tersendiri.

"Tapikan aku udah besar Mama. Valeria udah 19 tahun, terus nanti di sana langsung ketemu sama kakak. Jadi Mama tenang saja jangan khawatir." Sahut Valeria.

"Tetap tidak bisa Valeria." Jawaban Dasha tak bisa diganggu gugat.

Valeria mencebikan bibirnya. Kepalanya tertunduk, dan bahunya merosot lemah. Sekilas ia melirik ke arah sang ayah dengan menarik-narik ujung baju Dario.

"Papa..." Rengeknya.

"Mama, tolong ijinkan Valeria pergi ke Perancis. Papa bisa menjamin putri kita ini baik-baik saja." Dario mencoba membujuk istrinya.

Dasha seperti satu lawan dua. Ayah dan anak ini saling membujuk dirinya agar memberikan ijin. Tapi entah kenapa rasanya dirinya ingin dekat dengan putrinya terus. Apalagi nantinya Valeria akan di Perancis sekitar semingguan. Ia akan sangat merindukannya.

"Mama nangis?" Suara Valeria membuat Dario melihat ke arah sang istri.

Betapa terkejutnya melihat istrinya itu menangis secara tiba-tiba. Padahal caranya membujuk tidak kasar. Tapi kenapa istrinya ini menangis? Lantas segera Dario menghampiri Dasha, berpindah duduk di samping sang istri. Valeria pun juga ikut duduk di sisi yang lain. Mengelus punggung sang ibu dan memeluknya dari samping.

"Jangan nangis Mama. Kalau Mama tidak memberikan ijin tidak apa-apa. Valeria tidak akan ke Perancis, akan nurut perkataan Mama." Ujar Valeria.

"Kamu dengar Ma? Valeria sudah tidak kekeh lagi ingin ke Perancis, jangan nangis lagi ya. Maafkan Papa juga yang mungkin menyakiti hati Mama tadi." Sahut Dario.

Tapi Dasha menggeleng. Dia menghapus air matanya. "Tidak perlu minta maaf Pa."

"Papa tidak salah. Mama hanya sensitif aja perasaannya. Entah kenapa Mama ingin terus dekat dengan putri kita. Kalau Valeria ke Perancis selama seminggu, Mama akan sangat merindukannya Pa." Sambungnya.

Astaga. Jadi karena itu ibunya ini menangis. Valeria lantas mencoba menghiburnya. Dengan senyum hangat dan manisnya, ia lalu kembali memeluk sang ibu.

"Valeria juga pasti merindukan Mama juga. Tapikan setelahnya kita bertemu lagi Ma. Hanya seminggu aja Valeria di Perancis, buat ketemu Erin." Kata Valeria.

"Tapi kalau Mama tidak mengijinkannya, ya sudah Valeria tidak akan memaksa." Lanjutnya kini pasrah.

Dasha merasa kasihan dengan wajah sedihnya Valeria. Jadi akhirnya ia memberikan ijin. Mungkin dirinya hanya sedang sensitif saja perasaannya.

"Kamu boleh ke sana nak. Tapi harus terus dengan kakak kamu ya? Jangan nakal juga di sana." Ucap Dasha penuh peringatan.

Dengan antusias Valeria mengangguk. Ia sangat senang karena akhirnya mendapatkan ijin ke Perancis juga. Walaupun dengan drama penuh tangisan seperti ini.

1
Putri Sahara
lanjut thor
partini
kalau sampai bisa kabur dan bibi membantu nya ,wah bisa di eksekusi kamu bisa
Mia Camelia
lanjut thor😁
Risnanyabudi
aku rasa Raffaele itu hnya dimanfaatkan oleh Daddy angkat nya papinya mungkin dibunuh sama Daddy angkat Raffaele 🙄klo kebenaranya terungkap pasti bakal nyesel tu raffaele
TRI FAA
lanjut thorr
partini
setalah kabur semoga Rafael stres karena sudah ada rasa di hati nya biar nyesek orang ko jaharaaa sekali
Raquel Leal Sánchez
Wahhh!!
lord ivan
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
Dear_Dream
Jalan ceritanya bikin penasaran
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!