Awalnya kupikir Roni adalah tipikal suami yang baik, romantis, lembut, dan bertanggung jawab, namun di hari pertama pernikahan kami, aku melihat ada yang aneh dari diri Suamiku itu, tapi aku sendiri tidak berani untuk menduga-duga sebenarnya apa yang tersembunyi di balik semua keromantisan suamiku itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyakitkan
Aku penasaran kenapa Mas Roni bisa masuk ke dalam rumah itu, bukankah kata Sisi, Dokter Eva itu sudah berkeluarga, dia punya suami dan anak-anak, tapi kenapa mereka seberani itu?
“Bang tunggu sini sebentar ya, saya mau ke warung kopi yang ada di depan situ!" Kataku pada tukang ojek sambil menunjuk ke warung kopi yang terletak di seberang jalan, depan klinik Dokter Eva.
"Iya Mbak!“ sahut tukang ojek itu.
Aku kemudian langsung berjalan menuju ke warung kopi yang terletak di seberang klinik bidan Eva, rencananya ingin mengetahui tentang keluarga itu, supaya rasa penasaranku terjawab.
Hari sudah terlihat gelap, sepertinya ini sudah jam 06.00 lewat, seorang ibu penjaga warung kopi itu sedang membuatkan kopi untuk salah seorang pelanggan yang terlihat sedang duduk di sana, Aku pun segera menghampiri ibu itu.
"Permisi Bu, boleh numpang tanya?" tanyaku.
"Oh iya Mbak, mau tanya apa ya?” sahut ibu tukang kopi itu.
"Apakah hari ini Dokter Eva ada praktek? Kelihatannya kliniknya sepi!“ ujarku berbasa-basi.
“Oh hari ini kan hari libur, Dokter Eva tadi praktek setengah hari, kliniknya tutup cepat, paling hanya ada beberapa perawat saja yang berjaga di dalam, memangnya Mbaknya mau periksa apa?“ tanya si Ibu warung.
“Saya mau periksa kehamilan Bu, Kebetulan saya sudah positif, lalu apakah rumah yang di samping itu adalah rumah Dokter Eva? Tapi kenapa rumah itu kelihatan sepi?“ tanyaku lagi.
“Kalau mau periksa besok pagi lagi saja Mbak, kebetulan suami Dokter Eva sedang ke luar kota, dan anak-anak mereka pun sedang liburan ke rumah neneknya, jadi memang di rumah itu tidak ada orang paling hanya Dokter Eva saja yang sedang beristirahat!“ jelas ibu tukang kopi itu.
"Ibu tau dari mana?"
"Bu Dokter sendiri yang bilang waktu tadi beli kopi serenceng!" sahut si Ibu lagi.
Aku terdiam, mataku terpaku pada rumah Dokter Eva yang ada di samping kliniknya, pantas saja rumah itu terlihat sepi, suami Dokter Eva sedang dinas keluar, dan anak-anaknya pun sedang tidak ada, itu berarti di dalam rumah itu hanya ada Dokter Eva dan Mas Roni, entah apa yang mereka lakukan di sana. Mereka juga masuk ke dalam rumah itu begitu cepat, seolah Mas Roni itu hanya mengantarkan Dokter Eva saja, tapi kini motornya pun sudah terparkir di dalam rumah itu.
Entah kenapa hatiku begitu sakit, kemungkinan besar Mas Roni dan Dokter Eva sedang bermaksiat di dalam sana, Apakah aku harus mendatangi rumah itu lalu langsung menggerebek mereka, aku benar-benar bingung apa yang harus aku lakukan.
"Lho kok malah bengong Mbak?" tanya ibu warung kopi itu bingung, karena melihatku yang langsung terdiam dan masih berdiri terpaku di depan warungnya.
“Bu, Apakah ada orang yang suka keluar masuk ke dalam rumah itu kalau sedang sepi?” tanya ku balik, aku sangat ingin tahu bagaimana situasi lingkungan sekitar sini, sampai tidak ada yang tahu kalau di dalam sana ada perbuatan maksiat.
“Duh Mbak, itu kan Jalan Raya Mbak, mobil motor tiap hari padat lalu lalang, saya mana Perhatikan Kalau ada teman atau saudara atau siapa yang datang ke rumah Dokter Eva, walaupun saya kadang suka melihat Dokter Eva itu naik ojek, entah dari mana, tapi kan saya tidak terus-terusan memperhatikan dia, karena saya buka warung dan kadang juga warung suka ramai!“ jawab ibu warung kopi itu.
Aku mengangguk-anggukkan kepalaku tanda mengerti, ya benar, ini adalah pinggir jalan raya yang sangat ramai, banyak motor dan mobil lalu lalang dan orang-orang pun juga tidak mungkin memperhatikan klinik maupun rumah itu, dan siapa saja yang masuk ke dalamnya, Wajar saja sih Ibu warung kopi ini juga tidak memperhatikan, meskipun dia mengatakan kalau Dokter Eva sering pulang naik ojek, tapi setelah itu dia tidak memperhatikan lagi karena dia juga punya warung dan pelanggan yang harus dilayani.
"Ya sudah Bu, terima kasih informasinya, besok lagi saja deh saya datang buat periksa!" Pamitku pada ibu warung kopi itu, sang Ibu hanya menganggukan kepalanya karena ada beberapa orang yang memesan kopi dan mie rebus, dan aku pun langsung kembali berjalan menuju ke abang tukang ojek yang masih setia menungguku.
Sebelum aku sampai di tempat Abang ojek yang menungguku, aku sempat mengambil foto rumah itu, setelah itu aku kembali berjalan.
Entah dengan perasaan yang bagaimana, yang pasti sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata.
“Bang, Kita balik pulang ke rumah saya ya!" Kataku lemas saat sudah sampai di tempat Abang ojek menungguku.
"Sudah selesai mbak? Memangnya Mbak tidak mau masuk rumah itu? Saya tahu Mbak sedang mengikuti suaminya kan, kenapa tidak digerebek saja sekalian Mbak?" tanya tukang ojek itu, kelihatannya dia sangat bersimpati padaku.
"Tidak usah bang, belum waktunya, sekarang lebih baik kita pulang saja, Terima kasih karena sudah lama menunggu!" Jawabku yang kemudian langsung naik ke atas motor yang sudah dinyalakan oleh Abang ojek itu.
Kemudian Abang ojek Itu melajukan motornya kembali pulang ke rumahku, sepanjang perjalanan aku berpikir, aku butuh orang untuk berkonsultasi, aku tidak mungkin gegabah melabrak sendirian ke rumah itu, Aku tidak punya cukup keberanian meskipun emosiku sudah di atas ubun-ubun, aku teringat pada janin yang kini baru bersemi di dalam rahimku, aku tidak ingin karena emosiku membuat aku jadi tidak stabil dan malah akan merugikan Bayiku ini, walau bagaimana ini bukan bayi yang berdosa, dia tidak tahu apa-apa, dan aku berkewajiban untuk menjaganya sampai lahir ke dunia nanti.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih selama 1 jam karena jalanan yang terlihat macet, aku pun langsung masuk ke dalam rumah.
Entah kenapa di ruang tamu itu aku langsung menangis, aku juga tidak tahu kenapa perasaanku begitu rapuh aku hanya bisa menumpahkan semuanya dengan tangisan.
Kini sudah jelas, suamiku Mas Roni berselingkuh dengan Dokter Eva, entah mereka sudah berapa lama, tapi yang lebih pahitnya lagi mereka sudah bersama bahkan sebelum aku menikah, dan saat aku mengikutinya itu sudah sangat terbukti mereka bersama di dalam satu rumah yang sedang sepi, aku sudah bisa membayangkan apa yang mereka lakukan di sana, itu sungguh sangat menyakitkan hatiku.
Setelah aku mulai bisa menenangkan diriku Aku kemudian mengambil ponsel, Aku hendak menelepon Sisi, Aku ingin mencurahkan isi hatiku padanya, paling tidak hanya Sisi yang tahu masalahku saat ini.
"Halo Fani, kamu baik-baik saja kan? Tumben kamu meneleponku malam-malam begini!“ terdengar suara Sisi dari seberang telepon saat aku menghubunginya.
"Si, Aku baru saja membututi Mas Roni, ternyata benar dia pergi ke klinik Dokter Eva, tapi bukan ke kliniknya, melainkan rumah yang ada di samping klinik itu, saat itu keluarga Dokter Eva sedang tidak ada di rumah, aku sudah tanyakan pada ibu warung kopi yang ada di seberang jalan klinik itu!" ungkapku sambil menahan tangis.
“Lalu?"
“Saat itu rasanya aku ingin sekali datang ke rumah itu untuk menggerebek mereka, tapi aku ingat, aku tidak boleh gegabah, yang akan menyakiti diriku sendiri, aku harus tetap waras, apalagi kini kondisiku sedang mengandung, tapi di sisi lain hatiku sangat sakit Si, Bahkan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya!" lanjutku yang sudah tidak lagi bisa menahan air mata yang tumpah
"Ya Tuhan Fan, aku ikut merasakan apa yang kamu rasakan, aku bisa bayangin Bagaimana rasanya, kamu tenang saja dulu, jangan terpancing emosi, kalau semuanya sudah jelas, kamu pun sudah punya bukti, menurutku kamu jujur saja pada suamimu saat dia pulang nanti, ajak bicara dari hati ke hati!“ jawab Sisi.
"Jujur? Apakah aku harus mengungkapkan semua pada Mas Roni?" tanyaku lagi.
"Iya Fan, karena kamu sudah melihat sendiri bukti-bukti yang kamu temukan selama ini, dan sudah saatnya kamu meminta pertanggungjawaban dari suamimu, dan mengungkapkan semua apa yang kamu ketahui, sudah tidak ada yang harus diselidiki lagi, karena semua sudah jelas!" Jawab Sisi.
"Baik Si, Malam ini aku akan tunggu Mas Roni pulang, dan aku akan bicara serius dengannya, dan kalaupun aku harus berpisah dengan Mas Roni aku ikhlas, aku ikhlas merawat bayi ini sendirian, karena walau bagaimana hatiku telah sakit dan hidupku juga telah hancur karena kebohongannya!“ ucapku dengan suara parau dan tangis yang tidak bisa tertahankan lagi.
Bersambung….