"Mas! Kamu tega!"
"Berisik! Gak Usah Bantah! Bersyukur Aku Kasih Kamu 10 Ribu sehari!"
"Oh Gitu! Kamu kasih Aku 10 Ribu sehari, tapi Rokok sama Buat Judi Online Bisa 200 Ribu! Gila Kamu Mas!"
"Plak!"
"Mas,"
"Makanya Jadi Istri Bersyukur! Jangan Banyak Nuntut!"
"BRAK!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
"Mbak Nani bener gapapa nemenin Nisa dulu?"
Dengan langkah santai Nisa berjalan berdua dengan rekan sesama pegawai laundry. Menuju warung bakso yang sudah menjadi langganan Mereka.
"Gapapa Nis. Lagi pula inget gak pesen Ibu tadi apa. Rezeki, jangan ditolak."
Nisa tersenyum, mengikuti langkah rekannya ke dalam warung bakso dan memesan menu yang sama dan keduanya memilih duduk di dalam warung.
"Emang makan bakso itu gak ada waktunya ya Mbak. Kapan saja dimakan rasanya tetap enak."
"Makanya kalau di Tiktok bilang, semua permasalahan perempuan bisa selesai dengan bakso. Pagi mau sarapan ya bakso, siang laper habis kerja enak makan bakso, eh malam kayak kita gini pulang kerja capek ya makan bakso."
Nisa tertawa, ada-ada saja Mbak Nani. "Makasi ya Mbak."
Tiba-tiba air mata Nisa menetes, "Loh, Nis, kok Kamu malah nangis. Baksonya aja belum jadi dimakan." Mbak Nani menatap cemas pada Nisa.
"Gapapa Mbak. Aku cuma terharu aja. Mbak, Ibu sama teman-teman baik banget sama Aku. Aku merasa punya keluarga."
"Iya Nis. Anggap Mbak keluargamu ya. Mbak juga disini tinggal merantau, jauh dari keluarga."
Moment makan bakso berubah menjadi haru biru oleh keduanya dan untung saja di warung bakso pelanggannya hanya ada Mereka berdua.
***
Bambang dengan begitu profesional melakukan tugasnya, melayani dengan baik semua Klien Mereka seperti arahan si Boss.
"Kamu baru ya?" Salah seorang Klien, bermata sipit, kepala plontos dengan tubuh sedikit pendek dan gempal.
"Iya Tuan." Bambang menyodorkan alat hisap yang diterima dan dinikmati si Klien.
Tanpa ada kata-kata terlihat Si Klien mulai merasa terbang dan tubuhnya perlahan bergoyang mengikuti hentak irama yang memabukkan.
Bambang berusaha menepis, meski beberapa kali Bambang harus memejamkan mata, jijik. Bahkan ingin muntah rasanya.
Tapi melihat disudut lain, Irma dan Nita juga melakukan hal yang sama, melayani Klien Mereka dengan begitu menggairahkan.
Mata Bambang kembali terpejam. Aroma alkohol disana sini, bercampur aroma dosa lain yang berkubang dan membelit leher Mereka.
"Nisa, maafkan Mas."
***
Di sepertiga malam yang sunyi, Anisa terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Dengan langkah pelan, ia bangkit dari tempat tidur dan melangkah menuju sudut kamar yang biasa ia gunakan untuk beribadah. Tangannya meraih sajadah yang sudah tergulung rapi, lalu ia sujud dalam kesunyian malam, menunaikan shalat tahajud dengan penuh khusyuk.
Setelah selesai, ia berdoa lirih, suaranya hampir tak terdengar, “Ya Allah, lindungi dan jagalah suami hamba, dimanapun dirinya berada. Kembalikan Dia dalam keadaan utuh dan tanpa kurang satu apapun.” Mata Anisa berkaca-kaca, airmata hangat mengalir di pipinya, mengusap wajahnya dengan lembut.
Sejak Bambang, suaminya, mulai bekerja di sebuah kafe jauh dari rumah, pikiran Anisa sering kali dihantui rasa gelisah yang tak bisa dijelaskan. Ada banyak hal kecil yang terasa ganjil, seolah-olah ada sesuatu yang disembunyikan di balik senyum dan cerita Bambang saat mereka berbicara melalui telepon. Namun, ia memilih untuk menyimpan rasa cemas itu dalam diam, berharap doa-doanya mampu menjaga suaminya dari segala mara bahaya dan godaan yang mungkin ada. Malam itu, di tengah keheningan, Anisa kembali menundukkan kepala, menguatkan hati dan memohon ketabahan.
***
Bambang terbangun, matanya menyipit. Terasa berat tubuhnya saat hendak bangkit.
"Akh!" Bambang memegang kepalanya. Pening.
"Sudah bangun Kamu?" Bambang segera sadar, ditatapnya sekitar, dalam kamar mewah dan Mereka masih diatas kapal pesiar.
Bambang baru sadar, Ia tak mengenakan apa-apa. Dan parahnya, ada sisa-sisa percintaan yang entah kapan dan bagaimana, sebab Bambang tak sadar telah melakukannya.
"Kamu ternyata hot juga, nih buat Kamu!" Bambang yang masih berusaha mencerna apa yang semalam terjadi, tiba-tiba matanya membola, melihat segepok uang masih dengan segel bank yang biasa wara-wari di baleho setiap jalan.
"Lain kali, Saya mau Kamu sadar pas begitu sama Saya. Tapi Kamu kayaknya gak mau kan melakukan begitu kalau gak mabok!" Seringai tawa licik dan meremehkan dari Si Pria Botak bermata sipit.
Bambang ingat, semalam Ia melayani Si Klien dengan barang haram dan entah bagaimana Ia bisa tertidur dan akhirnya berbuat sesuatu yang dilaknat oleh Tuhan dengan melayani sesamanya di ranjang.
"Sudah. Gak usah drama. Kayak cewek aja. Tadi Boss Kalian hubungi Saya. Katanya Kamu harus balik. Padahal Saya masih mau pake Kamu. Tapi, it's ok. Sesuai perjanjian saja."
Bambang ditinggalkan. Tak ada lagi harga diri. Ia tak ubahnya pria bayaran dengan kedok pekerjaan. Bambang merutuki kebodohannya, meski gepokan uang yang ada dihadapan matanya membuat silau dan melupakan dosa.
"Kerja Kalian semua bagus. Klien puas! Itu bonus Kalian!"
Si Boss melemparkan gepokan uang kepada semua yang terlibat termasuk Bambang.
Bagaimana tak silau, meski hati nurani menjerit. Harga diri sudah koyak namun gepokan uang dihadapan mata, seolah sebanding dengan kerja keras dan pengorbanan yang dilakukan.
Bambang tersenyum. Meski tak ada lagi sisa harga diri namun dompetnya semakin tebal dan Bambang mulai berdamai dengan dirinya sendiri.
"Gila kerja tiga hari bisa dapat 50 juta! Bisa cepet kaya Gue!"
Bambang menjadi ahli matematika seketika. Sebelum berangkat Mereka diberi modal pakaian dari ujung kaki hingga kepala. Diberikan upah untuk mulai melakukan pekerjaan, di kasih segepok oleh Si Botak Sipit, dan sekarang bonus pula.
Rasanya, Bambang makin enggan melepas pekerjaan haramnya. Pundi-pundinya semakin menebal. Sayang sekali dilepaskan.
"Besok Kalian baru stand by di Cafe seperti biasa. Hari ini free."
Begitulah Si Boss sebelum membubarkan Mereka yang terlibat dalam pekerjaan besar.
Langkah kaki Irma dan Nita perlahan namun menggoda, mendekati Bambang.
"Gimana Mas Bams, sudah nyaman ya? Gak sangka deh! Mas Bams bisa ACDC begitu! Hahaha!"
Tawa meremehkan Irma dan Nita, nyaris membuat Bambang lepas kendali namun bayangan uang segini banyak dalam genggaman membuat Bambang memilih mengabaikan saja, "Gak usah berisik! Sesama Lonte gak usah ribet! Banyak bacot Kalian!"
Tawa Irma dan Nita kembali renyah terdengar, "Lucu juga ya Nit kalau Mas Bambang marah. Ih tatut! Tapi selamat loh Mas! Si Koko kayaknya suka beneran tuh sama Mas Bambang! Bakal jadi Kucingnya nih!"
Bambang tak memperdulikan ejekan dan tawa meremehkan keduanya, memilih segera pulang rindu rasanya dengan Anisa.
Melihat Bambang yang abai dan tak menggubris, Nita berbisik kepada Irma, "Gimana Ir, jadi?"
"Biarkan saja dulu. Masih seru lihat drama rumah tangga Mereka. Nanti Kita bikin semuanya sesuai yang Kita mau."
"Ok. Kamu ini. Paling bisa dan licik!"
"Oh tentu!"
***
"Mas sudah pulang? Kok gak ngabarin Nisa?" Saat Nisa membuka pintu, rupanya Bambang yang datang.
"Sengaja Sayang. Kejutan."
Nisa meraih tas Bambang, menyiapkan air minum Bambang. Suami baru pulang tentu Istri menyambut dan melayani dengan sepenuh hati.
Nisa bahagia, Bambang pulang dalam keadaan sehat, selamat dan tanpa kurang suatu apapun namun entah mengapa dihati kecil Nisa ada yang mengganjal namun sulit terdefinisikan perasaan yang Ia sendiri tak mampu mengerti.
dan tak berdaya dia SDH di monitor oleh si bos
Nisa jg trllu bodoh jd istri