ME OR HER, MR?

Saat malam hari ada orang yang menekan bel rumah berkali-kali, aku mengintip dan mengecek dari dalam jendela ada sebuah kotak di pintu. 

Setelah melihat sekeliling aman, aku pun keluar, lalu saat kubuka — betapa terkejutnya aku — isinya ternyata tiga bangkai burung. Refleks aku langsung melemparnya.

Serafim terbangun dan menanyakan siapa yang menekan Bel, karena takut dia khawatir aku berbohong kalau belnya rusak. 

Paginya aku langsung menelpon pengacara dan beberapa bodyguard untuk berjaga di rumahku. 

Saat pesta ulang tahun di sebuah hotel di hadiri Sahabatku Neil, Arthur Manajer operasionalku beberapa staf di kantor kami memang lumayan dekat, ada mertua dan kaka iparku juga kerabat dan Mitra kerja. 

Kakak iparku terus memujiku, karena siapa sangka ia menyukai pidatoku di acara seminar kampus serafim dan banyak beberapa orang mengupload cuplikan pidatoku dan kebersamaanku dengan serafim, mereka juga mendoakan kami agar segera di beri momongan. 

Kini banyak mahasiswa dan masyarakat yang mendukung kami, apalagi setelah aku memberikan amal bersama serafim berupa semen dan dana dari kantong kami sendiri untuk beberapa jembatan di beberapa yayasan dan pembangunan jembatan daerah, selain itu aku juga sering menghadiri beberapa tempat pembangunan dan memberi beberapa tips agar pembangunan kokoh dan tidak dicurangi pekerjaan yang nakal dalam memanipulasi material. 

Kini masa kampanye di gelar. Angka pendukungku semakin naik, Dan pada akhirnya aku pun terpilih menjadi menteri infrastruktur. 

Kami merayakan kemenangan itu, serafim yang awalnya tidak menyukaiku memilih jadi pejabat pemerintah tetap menghargai keputusanku dan mendukungku diam-diam. 

(Serafim) 

Aku sebenarnya tidak menyukainya akan pilihannya menjadi seorang menteri tapi dia sangat bertekad, jadi aku membiarkannya dan tetap mendukungnya. 

Suatu hari aku mendengar obrolan dia dengan kakakku entah kenapa lagi-lagi mereka kadang terlihat akur… kadang seperti musuh, aku pun bingung entah ada apa sebenarnya di antara mereka. 

Suamiku padahal punya saham besar di perusahaan kami, bahkan sebelum kedua orang tuanya meninggal, tapi seolah Zephyr takut pada kakakku. 

Masa pra kampanye sudah berakhir, suamiku sibuk muncul di acara publik. 

Banyak masyarakat terutama mahasiswa yang menyukai dan mendukungnya karena dia pintar. Dan akhirnya masa pemilu datang jujur aku tidak memilihnya, aku berharap dia tidak terpilih meskipun aku kadang ikut Mendampinginya, hati kecilku berteriak  tapi aku tidak bisa mengatakannya. Dia terlalu ambisius. 

Namun siapa sangka suaraku hanya satu dan pendukungnya lebih banyak, dia pun terpilih jadi Menteri infrastruktur dan pembangunan. 

Zephyr  merayakan keberhasilan bersama tim suksesnya termasuk Ayah dan kakakku. 

Aku hanya duduk di pojokkan, dia menghampiriku. 

“Sayang terimakasih kau sudah mendukungku.”

Dia menunjuk dadaku dengan telunjuknya. “Meski aku tahu kau tidak menyukai hal ini,” lalu dia menciumku bibirku dengan lembut.

“Phyr, jangan menciumku di sini, aku malu?”

Dia malah menggodaku. 

“Kenapa, apa aku perlu membawamu ke kamar malam ini.”

Aku tersenyum. 

“Hentikan Phyr!” 

Tepat saat itu ada panggilan masuk ke ponselnya. 

Aku menatapnya lembut. 

“Sayang, kalau kau mau terima telepon, tidak apa-apa aku akan pergi ke dalam dan mengobrol bersama yang lain.”

Zephyr menyunggingkan senyuman. 

“Tidak apa-apa aku akan menelponnya nanti.”

Dan saat dia akan menciumku ada notifikasi chat masuk. 

(Zephyr) 

Sial. Zea miscall dan kirim pesan, ketika aku sedang bermesraan dengan Serafim 

Aku pamit pada Serafim untuk mengeceknya.

Zea: Phyr, apa kau tidak merindukanku, kapan kau akan menemuiku aku ingin bertemu denganmu!

Aku berdiri di dekat tiang. 

Sempat ragu dan hampir menelponnya tapi aku melihat Serafim melihat ke arahku. Lalu dia izin masuk. Aku pun mengangguk sebagai kode setuju. 

“Phyr, akhirnya kau mengangkat telepon dariku.”

“Zea… aku sedang bersama tim, di sini ada mertua dan kakak iparku. 

“Apakah istrimu ada disana juga?”

“Zea aku… 

“Zephyr, aku lebih berhak atas dirimu, kau adalah milikku, berani-beraninya kau melarangku menelponmu.”

Zea terus mengoceh, lalu aku menutup telepon tanpa mengatakan apapun lalu memblokir telponnya. 

Dan saat kembali ke dalam, aku melihat di sana ada Serafim sedang mengobrol dengan  Shane dan Liam. 

Batinku bertanya kenapa tiba-tiba ada kedua pria itu di acaraku. Saat aku mendekatinya Shane dan Liam mengucapkan selamat padaku. Dan yang mengajak mereka ke acara musik ternyata Louis. Ya… Shane rupanya mitra bisnis Louis juga, sedangkan Liam adalah sahabat Serafim dan kakaknya sekaligus pengacara di perusahaan mereka. 

Aku mencoba mengakrabkan diri dengan keduanya. Seseorang timku menawarkan wine pada Serafim tapi Shane dan Liam yang menolaknya. 

Benar aku bahkan tidak tahu kalau Serafim tidak pernah minum wine. 

Shane menjawab sambil menyerahkan gelas itu. 

“Dulu aku pernah memberikan padanya tapi dia tidak menyukainya.”

Liam yang duduk sangat dekat dengan Serafim menimpali. 

“Itu karena aku dan Louise pernah melarangnya, dulu waktu kami ada pesta aku harus menggendongnya sampai ke rumah.”

Tiba-tiba Louise ikut bergabung. 

“Benar, gadis ini tidak cocok minum wine dia akan merepotkan saat di rumah maupun di luar. Aku harus membawanya dalam keadaan pingsan sampai ke rumah, dan Ayahku akan memarahiku habis-habisan.”

“Kakak, sebenarnya aku hanya meminumnya beberapa kali tapi seolah aku sering meminumnya.”

Lalu mereka pun tertawa. 

Serafim dan yang lain hanyut dalam obrolan mereka, aku hanya memperhatikannya dari kejauhan melihat tawanya yang terus muncul dari wajahnya, namun pikiranku terpaut pada Zea. 

Aku menjauh dari mereka untuk menelponnya. 

“Zea, bagaimana kabarmu?”

“Phyr, apa kau bersenang-senang dengan istrimu?”

“Zea…”

“Aku di sini sendirian, apakah sekarang kau sudah melupakanmu. 

“Aku… ingin kau memahamiku, tolong mengertilah dan bersabarlah sedikit lagi, jaga dirimu, aku akan segera menemuimu jika semuanya sudah selesai. 

Zea tidak menjawabnya ia memutus panggilan terlebih dahulu. 

Jam sudah menunjukkan jam sepuluh malam, aku langsung mencari Serafim ia sedang bicara dengan Ayahnya. 

(Serafim) 

Ayahku memberitahu. 

“Nak, sepertinya suamimu sedang mencari istrinya?” ujarnya sambil melihat ke arah belakang. 

Aku langsung menoleh. Zephyr menatapku dan ia melangkah perlahan. 

“Sayang ayo pulang ini sudah malam,” ujarnya sambil memperlihatkan  jam di handphone.”

Tapi kepalaku sedikit pusing, dan aku melihat ada dua Zephyr. 

“Phyr apa kau punya kembaran?”

Tiba-tiba aku kehilangan keseimbangan, 

“Zea apa kau minum?”

Aku menggeleng berusaha untuk sadar setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi. 

Keesokan harinya. Saat aku bangun kedua tanganku sudah terikat dasinya, dan saat melihat tubuhku amu hanya di bungkus dengan selimut. 

“Ya Tuhan, apa yang terjadi semalam?” Pekikku. 

Saat aku menoleh Zephyr tidak ada di sampingku.

Aku mencoba memejamkan mata agar mengingat kejadian semalam. 

Tapi Zephyr mengetuk pintu, padahal pintu kamar sudah terbuka, lalu ia masuk. 

“Selamat pagi istriku yang nakal!”

Aku mengerutkan dahiku. 

“Apa maksudmu, Phyr, kenapa terus kenapa kau mengangkat kedua tanganku?”

Dia berdiri di samping tempat tidur dengan entengnya menjawab. 

“Kau yang memintaku, aku tidak menyangka semalam kau…”

“Semalam kenapa, Phyr?” tanyaku penasaran

“Serafim, apa kau melupakan kejadian semalam?”

Aku menggeleng. 

“Ya Tuhan apa benar kau tidak ingat apa pun?”

Bersambung…