Nara Anjani Sukma berada di situasi harus menikah dengan adik angkat pria yang akan melamarnya. Sakti Pradana tidak menduga ia akan bertukar jodoh dengan kakak angkatnya. Dua karakter bertolak belakang, pertemuan tak terduga dan pernikahan mendadak seperti tahu bulat, drama rumah tangga apa yang akan mereka jalani.
===
“Sudah siap ya, sekarang aku suamimu. Bersiaplah aku buat kamu bahagia jiwa dan raga.” Sakti Pradana.
“Aku penasaran, apa milikmu bisa sesakti namamu.” Nara Anjani Sukma
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Sakti Memang Sakti
BAb 32
“Minggir, kamu berat.”
“Minggir apanya, belum selesai ini.” Sakti kembali bergerak pelan menyesuaikan ritme yang pas untuk mereka. Matanya terpejam sambil menger4ng penuh nikmat.
Nara hanya bisa pasrah, meski masih merasakan tidak nyaman di bawah sana, tapi sensasi yang ia rasakan luar biasa. Bersyukur selama ini selalu menjaga diri dan menyerahkan kehormatannya untuk pria yang tepat, suaminya.
Semakin lama gerakan Sakti semakin kencang, Nara memekik pelan karena sampai pada pelepasannya. Meraih surga dunia. Sakti tersenyum mengagumi wajah istrinya dan berhenti bergerak membiarkan wanita itu menikmati sensasi bercinta.
Mengecup kedua mata istrinya.
“Aku lanjut ya,” ujarnya tanpa menunggu dijawab kembali bergerak pelan.
“Sak-ti.”
“Apa, aku lamain ya?”
Nara menggeleng pelan sambil menggigit bibir.
“Ra, aku mau sampai Ra.” Gerakan Sakti semakin cepat lalu menarik tubuhnya sambil mengej4ng.
Nara mengernyitkan dahi karena cairan cinta sang suami tumpah begitu saja. Ada sekelumit tanya dalam benaknya.
“Hah.” Menghela saat merebah di samping Nara. dengan nafas terengah dan kedua mata terpejam merasai kenikmatan dunia. Wajah Sakti tersenyum berhasil melakukan itu, meski ia menyadari sama-sama amatir.
Ia pun berbaring miring menatap Nara yang masih kebingungan dan langsung memeluknya.
“Terima kasih ya, sayang. Aku makin cinta kamu, luar biasa ternyata mer4wanin kamu.”
“Ini maksudnya apa?”
Sakti menoleh lalu menatap perut yang ditunjuk Nara.
“Oh iya, aku bersihkan dulu.”
Gegas beranjak mencari tisu, padahal bukan itu yang Nara maksud.
“Sengaja dibuang, kamu nggak mau punya anak?”
“Mau-lah, mau banget. Aku bilang kita harus punya banyak anak. Apalagi sama kamu.”
“Tapi kenapa ….”
“Ssstt.” Sakti menarik selimut setelah melempar tisu begitu saja, ikut berbaring lagi di samping Nara dan menutupi tubuh mereka. “Akta nikah kita belum keluar Ra. Aku nggak mau nanti orang akan menghuj4t kamu karena masalah tanggal di akta nikah dengan akta kelahiran anak kalau pemilu malam ini langsung membuahkan hasil. Netizen negara ini luar biasa Ra.”
“Aku nggak masalah, toh kita sudah halal. Pemilu apaan sih.” Nara mencubit pinggang Sakti.
“Auw, jangan Ra. Sakit. Area sensitif ini, nanti kalau mau lagi gimana?”
“Bodo amat.”
“Kita baru saja melaksanakan Pemilu, pencoblosan Ra. Secara langsung dan rahasia. Cuma kita berdua yang tahu.” Sakti terkekeh sendiri sedangkan Nara masih cemberut. “Serius sayang, ini demi kamu. Buktinya kita baru akad saja, dibilang nikah dadakan-lah, segala hamil duluan. Kalau sudah keluar akta nikah, langsung digas nggak usah dibuang sana sini. Aku pendam dalam-dalam.”
Nara memukul pelan lengan Sakti yang memeluk dan membenamkan wajah di ceruk lehernya.
“Lagi ya Ra, kamu enak banget loh.”
“Ogah, tidur. Punyaku masih sakit.”
“Masa sakit sih, kamu Sakti-sakti terus sambil mendessah.” Mengejek sambil memperagakan wajah dan racauan istrinya. Nara kembali beraksi dengan memukuli dad4 suaminya yang tergelak.
“Ya udah aku ngalah, kita tidur ya. besok pagi masih bisa, terus siangnya, terus sorean dikit terus malam dan ….”
“Heh, memangnya nggak ada kerjaan begituan melulu.”
“Nggak sabar pengen cepat honeymoon.”
Malas berdebat Nara pun berbalik memunggungi Sakti, nyatanya malah memeluk dari belakang. Tubuhnya bergidik, merinding karena dicium berkali-kali di bahu dan tengkuk.
“Terima kasih ya cinta, aku makin cinta.”
“Gombal.”
“Hanya sama kamu,” sahut Sakti.
“Bohong, bilang enak padahal Sakit.”
“Karena aku sakti dan tongkatku ini mandraguna bikin kamu tersakti-sakti.”
“Tangannya,” pekin Nara. Tangan nakal Sakti malah meraba dan memainkan dua gundukan milik Nara.
“Semua bagian tubuh kamu bikin c4ndu. Kayak pengen gigit, argggh.”
“Diam atau tidur di sofa.”
“Iya Ra, iya. Selamat malam, sayang.”
Tidak ada yang bicara, hanya terdengar tarikan dan deru nafas. Namun, Sakti masih penasaran. Wajahnya kembali tersenyum, membayangkan sesuatu.
“Posisi begini kayaknya enak, kita coba ya.”
“Astaga, Sakti!!!”
apalagi sampe jilat lepehan sendiri
sakti harus keluarin kemampuan buat ngelawan orang2 penuh racunnn