THE PRINCE'S OBSESSION

"Apa sedikitpun kamu tidak mengenalku?" tanya pangeran Ly menatap lekat wajah Nia.

"ayolah jangan bertele-tele, kalau aku tau untuk apa aku bertanya, lagi pula meskipun di sini aku merasa wajahmu mirip seseorang tapi mengingat itu adalah hal yang mustahil dan tak akan mungkin, jadi disini aku bertanya dengan serius siapa kamu sebenarnya."

Pangeran Ly menatap datar Nia, saat dia ingin menjawab pertanyaan Nia saat itu juga hpnya Nia berdering.

"hallo" jawab Nia.

"sayang kamu dimana sih ayo pulang sekarang di rumah ada tamu, dan jangan membuang waktu dengan menanyakan siapa mereka yang pasti ini sangat penting dan kamu harus pulang sekarang titik nggak pake koma!" ucap Risma dengan nada tegas tak terbantahkan.

"baik ma, Nia pulang sekarang."

Pangeran Ly terdiam.

Ada sedikit rasa kasihan yang nia rasakan melihat ke terdiaman pangeran Ly, nia sadar pasti tidak mudah bagi pangeran Ly menyiapkan semua kejutan ini.

"mamaku menelpon, menyuruhku untuk pulang sekarang, makasih untuk hadiahnya aku sangat senang dan terharu, tapi karena kita belum saling mengenal akan lebih baik kita berkenalan lebih dulu, namaku Nia, ya meskipun kamu sudah tau, namamu siapa?"

"Alvatih Lysander." jawab pangeran Ly dengan singkat.

"Nama yang keren, baiklah kak Al ini bunga darimu aku terima, btw makasih ya aku senang banget, tapi maaf aku harus pulang sekarang, dadah kak Al....sampai jumpa besok." setelah mengucapkan itu Nia pun segera pergi meninggalkan pangeran Ly seorang diri di sana.

Pangeran Ly duduk di kursi yang menghadap ke danau, masih terlihat jelas di sana bukti perjuangannya sore ini tapi sedikitpun Nia tidak menghargainya, apalagi mengingatnya sebagai suami, jujur rasanya saat ini hati pangeran Ly teramat sakit, lebih tepatnya sakit tak berdarah.

Di posisinya Nia melajukan mobilnya dengan dengan kecepatan sedang, tidak lama kemudian dia pun tiba di rumah.

Terlihat di garansi terparkir sebuah mobil mewah, dengan perasaan bingung Nia pun masuk ke dalam, "assalamualaikum." ucapnya mendekat ke arah ruang tamu.

"wa'alaikumsalam." jawab mereka semua yang ada di sana,

"Nia sayang sini!" Risma memanggil karena saat itu Nia hanya mematung kebingungan.

Panggilan mamanya menyadarkan Nia jika dirinya tidak sedang bermimpi, dia pun mendekat kearah Risma lalu duduk di samping mamanya itu.

"Nia sayang, itu Wulan dan itu om Arman, gih salam sama om dan tante!" ucap Risma.

Nia mengangguk patuh dan memperkenalkan diri sambil mencium punggung tangan sepasang suami istri itu.

"sayang sekali kamu datangnya terlambat nia coba saja tadi kamu tidak keluar saat ini kamu pasti sudah berkenalan dengan calon suamimu." ucap Risma.

Nia menautkan alisnya, "maksud mama apa?"

"Begini Nia sebenarnya saat kamu lahir, anak tante yang saat itu berusia 3 tahun dia begitu menginginkan kamu dia selalu menangis ingin membawamu pulang, bahkan dia selalu demam tinggi jika tiga hari saja kalian tidak bertemu, waktu itu kebetulan Arimbi bibinya papamu berkunjung ke kota, setelah di lihatnya ternyata jiwa kalian sudah terikat, maka dari itu kami sepakat untuk menjodohkan kalian, dan setelah terjadinya rencana perjodohan itu, putra tante sudah tidak pernah demam dan mengigau memanggil nama mu lagi, dan hari ini tante dan om datang kesini khusus untuk membicarakan tentang kelanjutan perjodohan waktu itu, karena sesuai perjanjian waktu itu tiga purnama lagi itu adalah jadwal yang sudah di tentukan dan di sepakati waktu itu, sengaja kami datang lebih awal setidaknya agar kalian punya waktu untuk saling mengenal."

Nia terdiam seribu bahasa mendengar ucapan yang keluar dari mulut calon mertuanya itu. "Ma pa.. apa sumua itu benar?"

"iya nak itu benar, maafkan kami yang belum sempat membicarakan ini denganmu." jawab Arka.

"Lalu di mana laki-laki yang katanya akan di jodohkan dengan ku?"

"Dia baru saja pulang saat kamu datang tadi, dia terpaksa pulang duluan karena tiba-tiba ada masalah di kantor yang harus segera di selesaikan." jawab wulan ibunya si laki-laki misterius itu yang kabur itu.

Nia terdiam, "kamu tenang saja Nia, kamu bisa bertemu dengannya besok, karena ternyata kalian satu kampus." ucap Arman.

"kalau boleh tau nama anak om siapa?"

Arman tertawa kecil, sepertinya putrimu ini adalah tipe orang sangat cekatan Arka, sama sepertimu tidak suka bertele-tele dan selalu ingin tau lebih cepat alias kepo." ucap Arman dan Arka tertawa kecil.

"Bukankah memang sudah seharusnya begitu man?"

"ya ya kamu benar sekali." jawab Arman.

"Nia sayang di sini kamu wanita dan putra om adalah laki-laki, jadi akan lebih baik besok kamu cukup menunggu saja, biar dia yang datang menemuimu, itu adalah sebagai bukti jika kami menghargaimu, kamu wanita kaum yang mulia maka dari itu sebagai pihak laki-laki maka putra om lah yang harus memperjuangkan mu layaknya memperjuangkan berlian yang langka."

"Itu terdengar berlebihan om, aku tidak semulia itu, bahkan aku merasa aku tak lebih dari batu kali, aku..."

"Nia sudah nak apa yang dikatakan om Arman benar biarkan putranya om Arman memperjuangkan hubungan kalian bukankah dari situ kamu bisa menilai seberapa tulusnya dia." ucap Risma cepat memotong ucapan nia.

"Baik ma." jawab Nia menunduk lesu.

"Baiklah Arka, Risma, karena semuanya sudah jelas aku dan istriku pamit dulu." ucap Arman sambil mengulurkan tangan.

Arka pun menyambutnya dengan cepat, "Baiklah Man terimakasih untuk kunjungan nya, lain kali datanglah kembali kita adakan makan malam bersama."

"tentu kamu atur saja waktunya kapan, dengan senang hati aku dan anak istriku pasti akan datang." jawab Arman.

"Baiklah kalau begitu hati-hati di jalan."

Setelah keluarga Arman pergi meninggalkan kediaman kelurga Arka, Nia pun mulai menunjukkan aksinya, "mamaaaaaa..... papaaaaa.... apa ini kenapa kalian menjodohkan ku aku belum mau nikah ma pa... plis deh kalian ngeselin banget sih tau gini aku nggak usah kembali aja dari hutan itu, kalian nyebelin." ucapnya marah dan segera berlari masuk ke dalam kamarnya.

"Nia.... berhenti nia dengarkan penjelasan mama dan papa dulu nia!"

Nia tidak perduli kini pintu kamarnya sudah terkunci rapat dari dalam.

Di dalam sana Nia menumpahkan semua kekesalannya dia menangis sambil tengkurap dan kepalan tanganya terus memukuli bantal gulingnya.

Di posisi pangeran Ly kini dia sedang baring telentang di kasurnya dengan tangan di bawah kepala dan satu kaki yang ditekuk. otaknya berkelana membayangkan wajah cantik sang istri, tapi sayangnya hanya status tanpa kepastian.

Pangeran Ly ingin marah dan lansung membawa Nia bersamanya tapi karena ritual yang di lakukan keluarga Nia pangeran Ly tidak bisa sembarangan menyentuh Nia.