NovelToon NovelToon
Gara-Gara COD Cek Dulu

Gara-Gara COD Cek Dulu

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Wanita Karir / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:916
Nilai: 5
Nama Author: Basarili Kadin

Berawal dari pembelian paket COD cek dulu, Imel seorang guru honorer bertemu dengan kurir yang bernama Alva.
Setiap kali pesan, kurir yang mengantar paketnya selalu Alva bukan yang lain, hari demi hari berlalu Imel selalu kebingungan dalam mengambil langkah ditambah tetangga mulai berisik di telinga Imel karena seringnya pesan paket dan sang kurir yang selalu disuruh masuk dulu ke kosan karena permintaan Imel. Namun, tetangga menyangka lain.

Lalu bagaimana perjalanan kisah Imel dan Alva?
Berlanjut sampai dekat dan menikah atau hanya sebatas pelanggan dan pengantar?

Hi hi, ikuti aja kisahnya biar ga penasaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Basarili Kadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Makan Malam

Malam hari, setelah Gian datang tadi sore dengan antusiasnya serta banyak membawa camilan, Alva mengajakku makan malam ini sekitar jam 20.00 melalui chat What's Up. Saat ini jam masih menunjukkan pukul 19.35 dan masih ada waktu untukku berdandan.

Senang tidak senang jika ada yang mengajak makan malam, karena aku belum pernah merasakannya bersama pasangan saking tidak boleh keluarnya malam-malam. Waktu kuliah aku ngekost nya dalam pantauan pemilik rumah, karena orang tuaku yang menitipkannya. Jadi aku tidak bisa bermain kemana-mana dan sekarang aku akan melakukannya.

Hal yang tidak aku senanginya bukan berarti tidak senang melainkan takut, takut aja gitu kalau ada CCTV hidup. Walaupun rasanya tidak mungkin, tetapi tetap saja hati ini bimbang karena terbiasa dengan larangan dan pengawasan.

Tok tok tok!

Pintu sudah diketuk oleh seseorang, mungkin itu Alva karena tiga menit lagi pun jam delapan. Aku pun berjalan menuju pintu dan membukanya.

"Sudah siap?" tanyanya tiba-tiba setelah kubuka. Wajahnya sumringah dan senyumnya pun merekah. Iya, dia Alva yang akan mengajakku makan-makan malam ini.

"Ye ngagetin aja, baru juga dibuka buat mastiin," jawabku ngeyel.

"He he, sudah siap, Neng?" tanyanya.

"Gini aja boleh?" tanyaku memiringkan kepala dengan mata manja menatapnya.

"Gak, gak mau. Pake kerudungnya sekarang dan ganti bajunya pake gamis!" Suruhnya berubah ketus.

"Lah kok gitu sih!?" Protesku.

"Ganti!" tegasnya seraya menutup pintu dan menunggu di luar.

Dengan malas tetapi senang, aku pun mengubah pakaianku yang tadinya pakai kaos polos panjang set celana warna marun dengan rambut yang terurai dihiasi jepit mutiara, seketika kuubah menjadi gamis dan kerudung hitam tanpa corak.

"Sudah," ucapku ketika membuka pintu.

"Ini baru cantik," pujinya kembali tersenyum.

"Oh jadi gak cantik ya?" tanyaku manyun.

"Bukan gak cantik, tapi aku gak mau lekuk tubuh kamu dilihat orang lain," jawabnya.

"Hemm." Aku berdehem.

"Ya sudah, ayo berangkat sekarang!" Ajaknya, aku pun mengambil tas yang berisi ponsel dan dompet.

***

Di tempat makan.

"Gimana pulangnya seru gak, Neng?" tanya Alva ketika aku masih mengunyah makananku. Apa dia tidak bisa bertanya setelah aku selesai mengunyah gitu?

"Emhh, ya gitu deh. Seru aja sih, A. Cuma ya nyaman di sini aja gak terlalu pusing," jawabku sambil menyendoki makanan.

"Kenapa?" tanyanya lagi.

"Ya ... Imel nyaman di sini aja," ucapku mendongak, menatap ke arahnya.

"Karena ada aku?" tanyanya tersenyum.

Aku tersenyum sambil menggelengkan kepala dan kembali sambil meminum minumanku.

"Heu heu, bisa jadi mungkin. Tapi ya di sini lebih adem aja, gak berisik dan bikin mumet."

"Aku pikir kamu akan lama di sana, ternyata hanya sebentar."

"Ya karena itu, di rumah itu bikin pusing, rumit, ruwet, segala deh ada."

"He he, apa mereka nanya soal kalung itu?" tanyanya membuatku fokus padanya seketika.

"Mereka tidak bertanya soal apa pun tentang ini, entah karena tidak melihatnya secara sadar atau karena mereka menganggap Imel bisa membelinya."

"Neng?"

"Iya?"

"Emh ... Apakah ada pekerjaan lain selain ngajar?" tanyanya seakan terlihat gugup, mungkin dia takut kalau pertanyaan itu membuatku malu atau terlihat rendah.

"Enggak, Imel nganggur aja. Kalau mau cari yang gajinya besar silakan cari aja, lagian gak maksa juga. Siapa juga yang mau," kataku sinis.

"Bukan, bukan begitu maksudnya. Tapi kan honor itu gajinya kecil ya, ya kalung itu juga memang murah cuma empat jutaan, tapi kalau Neng disangka beli berarti harus ada uang tambahan dong?" tanyanya curiga.

"Emh, kenapa memangnya? Menghina gaji profesi guru?"

"Astagfirulloh bukan, Neng. Aa cuma takut Neng melakukan pekerjaan lain selain itu karena tadi Neng bilang kalau orang tua nyangka Neng bisa beli sendiri."

"Kan Neng Imel cantik jelita imut manja ini, bisa nabung Aa," ucapku meyakinkan sebelum banyak pertanyaan lain.

Geli sekali aku mengatakan hal itu, tetapi itu membuat dia tersenyum.

"Kalau bisa, jika nanti setelah menikah sama Aa nya, Neng gak keberatan kalau disuruh tinggal di rumah aja, gapapa gak kerja juga, kalau ngajar boleh aja. Kalau misal pekerjaan lain seperti kerja kantoran, atau kerja sampingan jadi ART atau apa gitu, maaf ya Aa gak bisa izinin."

"Kalau misal punya bisnis gimana?"

"Gapapa, tapi emang Neng punya bisnis apa?"

"Gak ada sih, kan cuma nanya. Ya siapa tahu nanti dibuatin sama Aa nya."

"Iya-iya boleh."

"Emang bisa?" tanyaku tidak yakin karena tidak kebayang seberapa lama dia akan bisa membuatkanku usaha.

"Bisa, Neng." Singkat padat jelas dan apakah meyakinkan? Entahlah.

"Oiya, gapapa kan ya dipanggilnya Neng dan aku ngebiasain Aa, umur kita beda 3 tahunan kan ya? Aku lebih tua dari kamu," ujarnya.

"Heem iya, A."

Karena aku juga terbiasa memanggil Aa kepada laki-laki dewasa, entah itu umurnya di atasku atau di bawahku, selagi dia bukan anak sekolah aku mengira seumuran saja atau lebih tua, jadi manggil Aa saja.

***

Makan malam pun selesai, tetapi kita masih ada di lokasi untuk lanjut ngobrol-ngobrol.

"Neng, ga keberatan kalau punya suami kurir?" tanya Alva.

"Ya gapapa."

"Kenapa gak pesan paket lagi?"

"Emangnya kenapa?"

"Atuh Aa gak bisa ketemu Nengnya dengan alasan antar paket."

Jujur saja, aku masih canggung dan belum terlalu berani untuk ngobrol bersamanya. Padahal jika sudah lama, aku bisa terlihat gila dengan kerandomanku.

"Ya ampun A, pesan paket teh harus pake uang, gajian aja Nengnya masih lama," kataku seperti orang kesusahan.

"Kemarin dikasih bekal berapa sama papa mama?" tanyanya.

"Dua ratus ribu?" jawabku.

"Ya sudah, nanti di kosan ditambahin ya," ucapnya membuat mataku seketika membulat.

"Hah! Gak usah lah A. Imel juga masih punya bekal tapi dipinjam tetangga kosan, eh teman maksudnya yang di sebelah itulah," kataku menolak dengan nada yang cerewet.

"Berapa yang dipinjam emang?"

"Dua juta," jawabku menutup mulut, aku lupa dan terlalu jujur, aku pun menunduk.

"Dua juta? Terus Neng pegang dua ratus ribu? Mana cukup Neng Neng, kenapa malah dipinjemin."

"Daripada kalung ini yang harus dijual, soalnya dia maksa-maksa. Kalau gak ngasih katanya kalung ini aja jual. Ya sudah kasih aja seadanya segitu, kalau dikasih semua Imel makan apa?"

"Ada-ada aja, jadi orang kebaikan banget sih, lain kali jangan gitu ah. Sewajarnya aja."

Dalam hati Aku sudah wajar ini A bahkan itu udah dianggap sedekah, aku juga pilih-pilih ah, mending bantu orang yang bener-bener membutuhkan aja daripada orang gengsian ga tau diri

"Iya, A."

"Ya sudah, nanti Aa tambahin aja."

"Eh gak usah gak usah. Gak mau!" Tolakku.

"Mau makan apa emang?"

"Ya nasi lah, tiap pagi juga ada orang baik yang nganterin makanan," kataku bangga.

"Siapa? Cowok atau cewek?"

"Cowok lah, siapa lagi."

"Siapa, pacar kamu?" tanyanya membuatku ngeri, matanya seperti menyala dan siap untuk menerkam, panggilanku berubah lagi menjadi kamu.

"Cowok, murid Imel sendiri, sih."

"Bohong!"

"Ya sudah kalau gak percaya."

"Ya lagian kenapa bisa anak atau murid sekolahan?" tanyanya mulai meninggikan suara tetapi tidak marah.

"Aa pemarah?"

"Engga Neng tapi Aa nanya dengan tegas, dia siapa?"

"Ya dibilangin murid sekolah."

"Ya sudahlah, besok pagi Aa juga antar makanan buat kamu ke kosan."

"Ya sudah besok pagi, Imel ceritain aja di kosan.

"Neng aja lah kamu bilangnya jangan Imel."

"Yeuh kok gitu?!"

"Biar lain dari yang lain."

"Hmmh!"

1
Bonsai Boy
Jangan menunda-nunda lagi, ayo update next chapter sebelum aku mati penasaran! 😭
Hiro Takachiho
Gak sabar nih baca kelanjutannya, jangan lama-lama ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!