NovelToon NovelToon
Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ayusekarrahayu

Maya, anak sulung yang doyan dugem, nongkrong, dan bikin drama, nggak pernah nyangka hidupnya bakal “dipaksa” masuk dunia yang lebih tertib—katanya sih biar lebih bermanfaat.

Di tengah semua aturan baru dan rutinitas yang bikin pusing, Maya ketemu Azzam. Kalem, dan selalu bikin Maya kesal… tapi entah kenapa juga bikin penasaran.

Satu anak pembangkang, satu calon ustadz muda. Awalnya kayak clash TikTok hits vs playlist tilawah, tapi justru momen receh dan salah paham kocak bikin hari-hari Maya nggak pernah boring.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayusekarrahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 1 Kebebasan Terakhir

Dentuman musik menghentak tanpa ampun, memantul di dinding kaca, berbaur dengan sorak sorai pengunjung yang larut dalam malam. Lampu strobo berkedip-kedip, menciptakan ilusi seakan dunia ini hanya ada dua warna gelap dan terang.

Di tengah riuh itu, seorang gadis berdiri dengan tangan terangkat tinggi, rambut panjangnya terurai berantakan, matanya berkilat penuh gairah. Ia tertawa lepas, tawa yang lebih nyaring daripada musik yang menggedor telinga.

Namanya Maya. Gadis berusia dua puluh tahun yang terkenal kocak, keras kepala, dan paling anti dengan kata aturan. Baginya, hidup adalah panggung, dan ia adalah pemeran utama yang tak mau diatur naskah mana pun.

“Ya ampun, Maya!” teriak Mika, sahabatnya, sambil setengah menutupi telinga.

“Nggak ada capeknya, ya, lo? gue aja udah pegel semua.”

Maya merangkul bahu Mika dan mengguncangnya pelan, membuat minuman di tangan Mika hampir tumpah. “Capek itu pilihan, Mik. gue sih nggak pernah pilih capek. gue pilih hepi!”

“Gila lo,” Mika terkekeh, tapi wajahnya tak bisa menyembunyikan senyum. Ia sudah terbiasa dengan gaya sahabatnya itu.

Mereka berdua menembus kerumunan, tertawa, menari, sesekali melontarkan komentar konyol pada orang-orang di sekitar. Maya selalu bisa membuat suasana cair, bahkan pada orang asing. Ada sepasang pria di meja dekat bar yang terbahak melihat tingkahnya menirukan gaya DJ, lengkap dengan ekspresi wajah lebay seolah sedang mengendalikan ribuan pasukan musik.

“Ladies and gentlemen!” teriak Maya pura-pura memegang mikrofon, padahal hanya botol kosong di tangannya. “Malam ini kita di sini bukan buat diem, bukan buat mikirin masalah hidup, bukan juga buat galau mikirin mantan! Malam ini… kita bebas!”

Sorak sorai kecil terdengar dari sekitar, beberapa orang menepuk tangan seakan Maya benar-benar sedang memberi orasi.

Mika menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. “Astaga, bisa nggak sih lo sehari aja jadi normal?”

“Normal itu overrated,” sahut Maya cepat, lalu kembali menenggak minumannya.

****************

Jam bergulir cepat. Musik terus menghentak, tubuh-tubuh semakin liar di lantai dansa, tapi Maya tetap segar. Bagi Mika, jam dua pagi sudah lebih dari cukup untuk pulang. Namun bagi Maya, ini baru pemanasan.

“Mik, ayo satu lagu lagi, habis itu kita pulang,” rayunya sambil menarik tangan sahabatnya.

Mika menghela napas panjang. “Lagu terakhir ya, sumpah. Abis itu kita pulang, gue beneran udah nggak kuat.”

“Okeee, janji deh.”

Maya menepati janjinya setidaknya setelah tiga lagu tambahan yang ia anggap “bonus.” Mika hampir pingsan, sementara Maya masih bisa bercanda dengan bartender soal koktail termanis di dunia.

Ketika akhirnya mereka keluar dari diskotik, hawa dingin malam langsung menyergap. Udara luar terasa segar, seakan memberi tamparan setelah berjam-jam terjebak dalam kepulan asap rokok dan aroma alkohol. Jalanan sudah sepi, hanya ada beberapa kendaraan lewat.

Mika merapatkan jaketnya. “Besok gue pasti tepar. Kalau gue nggak bangun buat kuliah, itu semua salah lo, May.”

“Kalau lo nggak bangun kuliah, berarti lo akhirnya tahu rasanya jadi gue,” jawab Maya sambil cengengesan.

"Big no! ya, Maya senakal-nakalnya gue, gue ga bakalan ninggalin kuliah sehari pun", jawab Mika Tegas.

"Ah, iyaa gue lupa, lo kan lagi ngincer dosen baru lo itu kaan", Maya memainkan kedua alisnya, wajah tengilnya berusaha menahan tawa.

"Mayaaa stop yaa", Mika menatap Maya horor.

"ahaha iya iyaa, gausah liat gue kayak gitu, lo jadi mirip suzanna versi Depok",

“Heh kalau orang tua gue tahu gue ikut-ikutan lo ke tempat kayak gini gimana?” Mika menatapnya tajam.

Maya mengangkat alis. “Santai aja, Mik. Yang penting kita seneng. Hidup ini buat dijalanin, bukan buat ditakutin.”

Mika hanya bisa menggeleng. Kadang ia iri pada Maya, bagaimana gadis itu bisa seolah tak peduli pada beban apa pun. Tapi di sisi lain, Mika juga tahu,di balik semua tawa dan kelakar, Maya sering menyimpan sesuatu yang tak pernah ia ceritakan.

***************

Maya sampai di rumah hampir pukul tiga pagi. Jalanan kampung sudah sunyi, hanya suara jangkrik dan sesekali gonggongan anjing yang terdengar. Ia berjalan pelan, berusaha menahan tawa sendiri ketika teringat ekspresi panik Mika saat hampir jatuh karena salah pijak di lantai dansa.

Tangannya meraba pintu gerbang kecil rumah. Ia membuka perlahan, berharap bisa menyelinap tanpa suara. Malam ini terlalu indah untuk diakhiri dengan omelan.

Namun begitu ia melangkah masuk ruang tamu, Maya langsung membeku.

Di sofa panjang, lampu redup menerangi wajah-wajah yang sudah menunggunya. Wajah yang penuh amarah.

Ayahnya duduk dengan rahang mengeras, tangan terlipat di dada. Ibunya berdiri tak jauh, tatapannya menusuk, seakan bisa menembus semua alasan yang mungkin akan Maya lontarkan. Sementara itu Alin adiknya tengah duduk sembari mengunyah keripik kentang.

Seolah begitu tidak bersabar menyaksikan bagaimana sang kakak akan mengelak kali ini. Tingkahnya seperti seseorang pecinta serial drama yang akan melihat drama secara langsung.

Maya menatap sinis pada Alin, mulutnya menggerutu pelan. Sementara itu Alin justru terlihat menahan tawanya.

“Maya,” suara ayahnya pelan tapi berat, nyaris lebih menakutkan daripada teriakan. “Kamu kira ini jam berapa?”

"Jam tiga pah, kok belum pada tidur? lagi nungguin hasil ngepet Maya malam ini ya?, aduh Maya lagi apes duitnya kepake", Ucap Maya terlihat tak bersalah.

"ppfttt...", Alin terlihat menahan tawanya.

“Maya!” suara ayahnya membentak, membuat Maya sedikit tersentak.

Biasanya, ia selalu bisa mengelak dengan candaan, tapi malam ini berbeda. Sorot mata ayahnya lebih tajam dari biasanya, penuh dengan rasa marah yang ditahan-tahan.

Maya menelan ludah. Tiba-tiba semua keberanian dan tawa yang tadi memenuhi dirinya menguap begitu saja.

"Tamat riwayat gue", cicit Maya pelan.

✨️Bersambung✨️

1
Ayusekarrahayu
Ayooo bacaa di jaminnn seruuu
Rian Ardiansyah
di tunggu kelanjutannya nyaa kak
Tachibana Daisuke
Bikin syantik baca terus, ga sabar nunggu update selanjutnya!
Ayusekarrahayu: sudah up ya kak
total 1 replies
Rian Ardiansyah
ihh keren bngtttt,di tungguu kelanjutan nyaaaa kak😍
Ayusekarrahayu: makasiii😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!