NovelToon NovelToon
Pewaris Sistem Kuno

Pewaris Sistem Kuno

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Spiritual / Sistem / Kultivasi Modern
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ali Jok

Jaka, pemuda desa yang tak tahu asal-usulnya, menemukan cincin kuno di Sungai Brantas yang mengaktifkan "Sistem Kuno" dalam dirinya.

Dibimbing oleh suara misterius Mar dan ahli spiritual Mbah Ledhek, ia harus menjalani tirakat untuk menguasai kekuatannya sambil menghadapi Bayangan Berjubah Hitam yang ingin merebut Sistemnya.

Dengan bantuan Sekar, keturunan penjaga keramat, Jaka menjelajahi dunia gaib Jawa, mengungkap rahasia kelahirannya, dan belajar bahwa menjadi pewaris sejati bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang kebijaksanaan dan menjaga keseimbangan dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ali Jok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

LABORATORIUM RAHASIA KELUARGA

Mbah Ledhek memandangi medaliun peninggalan orang tuaku dengan sorot mata berbinar, tangannya yang berkerut memegangnya dengan hati-hati seolah itu adalah benda paling berharga di dunia. "Sudah dua puluh tahun Mbah menunggu saat ini," gumamnya, suara bergetar penuh emosi. "Tempat ini... laboratorium rahasia orang tuamu... adalah tempat di mana segalanya bermula dan berakhir." Aku dan Sekar saling bertukar pandang, sama-sama merasakan getaran aneh antara antisipasi dan kecemasan.

Bahkan Banaspati yang biasanya tenang tampak gelisah, api di matanya berkedip-kedip tak menentu seperti nyala lilin diterpa angin. "Kita butuh persiapan matang," lanjut Mbah Ledhek, menatapku dengan serius. "Perjalanan ke Gunung Penanggungan bukan sekadar pendakian biasa. Itu adalah perjalanan melalui lapisan realitas yang berbeda, di mana yang nyata dan maya saling bertautan." Aku mengangguk pelan, merasakan beratnya tanggung jawab yang tiba-tiba menumpu di pundakku. Dalam diam, aku berjanji akan menemukan kebenaran tentang orang tuaku, apa pun risiko yang harus kuhadapi.

Persiapan kami berlangsung selama dua hari penuh, diisi dengan ritual-ritual perlindungan dan pengumpulan perlengkapan. Bu Parmi dengan sigap menyiapkan bekal dan peralatan, meski wajahnya tak bisa menyembunyikan kekhawatiran mendalam yang menghantuinya. "Jaga dirimu baik-baik, Nak," pesannya berulang kali sambil tangannya tak henti menghapus air mata yang mengalir. Mbah Ledhek dengan sabar mengajarkan kami mantra-mantra perlindungan kuno, sementara Banaspati setia berpatroli di sekitar desa, memastikan tidak ada ancaman tak terlihat yang mengintai. Sekar membantuku mempelajari peta kuno yang diberikan Mbah Ledhek, sebuah diagram rumit penuh simbol-simbol spiritual yang menunjukkan jalur tak kasat mata menuju gunung suci.

Malam sebelum kepergian, kami duduk melingkar di bawah pohon kehidupan, masing-masing tenggelam dalam renungan tentang perjalanan yang akan datang.

"Apa yang paling kau harapkan untuk temukan di sana, Jaka?" tanya Sekar dengan suara lembut menusuk keheningan malam.

Aku menarik napas dalam-dalam, memandang bintang-bintang yang berkerlip di langit. "Jawaban," gumamku. "Tentang siapa sebenarnya orang tuaku, mengapa mereka harus melakukan semua ini, dan... apa warisan sesungguhnya yang mereka tinggalkan untukku."

Fajar menyingsing dengan langit berwarna jingga keemasan saat kami memulai perjalanan penuh teka-teki. Gunung Penanggungan berdiri megah di kejauhan, puncaknya tersembunyi di balik kabut misterius seolah menyimpan rahasia berusia berabad-abad.

Mbah Ledhek memimpin dengan tongkat kayunya yang sudah usang, diikuti oleh aku dan Sekar berjalan berdampingan, sementara Banaspati dengan setia berjalan di belakang sebagai penjaga barisan belakang.

Perjalanan awal melalui hutan terasa biasa saja, namun semakin kami mendekati kaki gunung, atmosfer di sekitar kami berubah drastis.

Udara bergetar dengan energi spiritual yang kuat, pepohonan tampak bergerak dalam pola yang tidak alami, dan suara-suara bisikan tak kasat mata terdengar dari segala penjuru.

"Jangan sampai terpengaruh oleh ilusi gunung ini," peringatan Mbah Ledhek saat jalan setapak mulai berbelit dan berubah arah secara tak wajar. "Gunung ini memiliki caranya sendiri untuk melindungi rahasianya." Kami menghadapi rintangan pertama, sebuah jurang dalam dengan jembatan akar yang tampak rapuh dan sudah lapuk. Banaspati, dengan kemampuan barunya yang semakin matang, mengerahkan sayap api untuk membentuk jembatan energi sementara yang memancarkan kehangatan.

"Luar biasa," gumam Sekar, heran menyaksikan transformasi Banaspati yang semakin menunjukkan sisi pelindungnya. Aku tersenyum bangga pada penjaga setiaku, merasakan ikatan yang semakin kuat di antara kami.

Setelah berjam-jam berjalan melalui medan yang semakin aneh dan penuh tantangan, kami akhirnya tiba di sebuah tebing batu yang tampak biasa.

Namun Mbah Ledhek mengangkat tangannya, dan dinding batu itu tiba-tiba bergetar, bergeser perlahan untuk mengungkapkan pintu tersembunyi dengan simbol-simbol kompleks yang memancarkan cahaya redup.

"Ini dia," bisik Mbah Ledhek dengan suara bergetar. "Pintu gerbang menuju laboratorium rahasia." Simbol-simbol di pintu itu ternyata sesuai dengan ukiran di medaliun dan cincinku, membentuk pola yang rumit namun indah.

Dengan tangan gemetar, aku mengangkat medaliun warisan itu, dan seberkas cahaya biru terang memancar darinya, menyinari setiap simbol di pintu batu. Tapi pintu itu tetap tertutup rapat.

"Apa yang salah?" tanya Sekar dengan suara cemas. Mbah Ledhek mengamati dengan seksama, matanya yang tajam meneliti setiap detail. "Ini membutuhkan penyatuan tiga generasi," gumamnya penuh makna.

"Jaka, coba sentuh pintu dengan tangan yang memakai cincin warisan, dan bayangkan dengan kuat tentang orang tuamu." Aku melakukan seperti petunjuknya, dan kali ini, pintu batu bergemuruh keras membuka, mengungkapkan koridor gelap yang menuju kedalaman gunung dengan udara dingin yang menyembur keluar.

Bagian dalam laboratorium ternyata sangat modern dan canggih, bertolak belakang sama sekali dengan eksteriornya yang kuno dan tersembunyi.

Panel-panel holografik menyala secara bertahap saat kami masuk, menerangi ruangan dengan cahaya biru kehijauan, dan udara terasa dingin serta steril seperti rumah sakit modern. "Selamat datang, Generasi Ketiga," suara sintesis yang familiar menyambut kami dari segala penjuru ruangan.

Mar tiba-tiba bereaksi di dalam pikiranku. "Aku mengenali sistem ini... ini adalah versi awal dari diriku! Ada memori yang terhubung di sini!" Ruangan utama dipenuhi dengan peralatan canggih dan layar-layar hologram yang masih aktif, menunjukkan berbagai data dan diagram yang terus berputar.

Di meja kerja utama, terdapat buku catatan tebal dan foto-foto berbingkai, termasuk foto orang tuaku yang masih muda, tersenyum bahagia dengan seorang bayi dalam pelukan mereka.

Aku mengambil foto itu dengan tangan gemetar, hati berdesir kencang mengenali wajah yang selama ini hanya kulihat dalam vision dan mimpi. "Ini... ini aku," gumamku, suara hampir tak keluar.

Sekar memegang bahuku dengan erat, memberikan kekuatan dalam diam. Di layar utama, sebuah pesan mulai terbentuk dengan huruf-huruf bercahaya: "Untuk Jaka yang kami cintai. Jika kau melihat ini, berarti kau telah menemukan jalan menuju kebenaran. Maafkan kami karena harus meninggalkanmu, tapi ketahuilah bahwa semuanya dilakukan untuk melindungimu dari..." Pesannya tiba-tiba terputus saat alarm darurat berbunyi nyaring memecah kesunyian.

Banaspati langsung siaga, api di matanya berkobar waspada. "Ada yang tidak beres," geram Mbah Ledhek, tongkatnya sudah diacungkan siap. Dari kedalaman laboratorium yang gelap, suara langkah kaki berat terdengar semakin mendekat, diikuti bayangan tinggi yang mulai terbentuk dalam kegelapan.

Aku berdiri tegak, mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Tapi yang muncul dari kegelapan bukanlah musuh, melainkan sebuah proyeksi hologram orang tuaku.

"Jaka," suara ayahku terdengar jelas, penuh kasih sayang. "Jika kau melihat rekaman ini, berarti kau telah berhasil mewarisi sepenuhnya sistem yang kami ciptakan." Ibu tersenyum lembut. "Kami selalu percaya padamu, Nak." Proyeksi itu kemudian menunjukkan sebuah peta bintang dengan koordinat tertentu. "Ini adalah lokasi Generasi Keempat," jelas ayah. "Sistem yang lebih sempurna, yang menyatukan teknologi dan spiritualitas." Tapi tiba-tiba proyeksi itu terganggu, dan suara lain yang lebih dalam terdengar.

"Akhirnya kau tiba, Pewaris. Kami sudah menunggumu lama." Sekarang, dari balik kegelapan, muncul sosok-sosok bayangan dengan mata merah menyala. Banaspati langsung melompat ke depan, mengeluarkan suara menggeram.

"Penjaga sistem," bisik Mbah Ledhek. "Mereka yang ditugaskan menjaga laboratorium ini."

Salah satu sosok itu mengangkat tangannya. "Kami bukan musuhmu, Pewaris. Kami di sini untuk mengujimu, apakah kau layak menerima warisan terakhir orang tuamu?" Aku menghela napas, siap menghadapi ujian terberat dalam hidupku. Warisan keluarga ini ternyata lebih besar dari yang pernah kubayangkan.

1
ShrakhDenim Cylbow
Ok, nice!
Walaupun latar belakangnya di Indonesia, tapi author keren gak menyangkut-pautkan genre sistem dengan agama🤭
ShrakhDenim Cylbow: Bagoos💪
total 2 replies
Marchel
Cerita yang bagus lanjutkan kak..
Ali Asyhar: iyaa kak terimakasih dukungannya
total 1 replies
Ali Asyhar
semoga cerita ini membuat pembaca sadar bahwa mereka penting untuk dirinya
T A K H O E L
, , bagus bro gua suka ceritanya
bantu akun gua bro
Ali Asyhar: oke bro
total 5 replies
Ali Asyhar
otw bro
Vytas
semangat up nya bro
Vytas
mampir juga bro,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!