Di balik senyum manis dan mata indah Narynra, terdapat kesedihan mendalam yang disebabkan oleh pernikahan ayahnya dengan ibu tirinya. Sebelum pernikahan itu, Narynra membuat perjanjian rahasia dengan ibu tirinya yang hanya diketahui mereka berdua. Apakah isi perjanjian itu? Sementara itu hubungan Narynra dengan Kaka tirinya tidak pernah akur, dan situasi semakin buruk setelah ayahnya terkesan selalu membela kakak tirinya, membuat Narynra merasa tidak betah di rumahnya. Akankah Narynra dan kakak tirinya bisa berdamai?
Narynra kemudian bertemu Kayvan, seorang pria yang tampan dan perhatian. Setelah pertemuan pertama, Kayvan terus berusaha mendekati Narynra, dan mereka akhirnya menjalin hubungan asmara.
Sementara itu, seorang pria misterius selalu memperhatikan Narynra dari kejauhan dan terus mengirimkan pesan peringatan kepada Narynra bahwa Kayvan tidak baik untuknya. Siapa pria misterius ini? Apa tujuannya? Akankah Narynra bahagia bersama Kayvan atau atau bersama yang lain?,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Midnight Blue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pergi dari rumah
Setelah itu, Elisya pergi meninggalkan Edward dan Lukas, meninggalkan suasana yang tidak nyaman di ruang makan. Edward menatap Elisya dengan mata yang penuh penyesalan, sementara Lukas hanya diam dan menundukkan kepala.
Edward menatap Elisya yang pergi meninggalkan ruang makan, dia merasa bersalah atas kesalahannya. Dia menoleh ke Lukas dan berkata, "Lukas, kamu makan aja dulu ya, Ayah mau bicara sama Ibu."
Lukas mengangguk dan mulai makan, sementara Edward mengikuti Elisya ke kamar. Dia ingin meminta maaf dan memperbaiki kesalahannya.
Sementara itu, Elisya sudah berada di kamar, dia merasa kecewa dan sedih atas kesalahpahaman yang terjadi. Elisya duduk di tepi tempat tidur, menundukkan kepala dan memikirkan bagaimana perasaan Narynra saat ini. Dia merasa bersalah, Elisya tidak berani untuk pergi ke kamar Narynra, mungkin kehadirannya di sana akan membuat Narynra semakin sedih karena dia menjadi alasan Ayahnya salah paham padanya. Elisya hanya bisa duduk diam dan memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk memperbaiki situasi ini.
Di balik pintu kamar, Edward mengetuk pintu cukup lama, tapi tidak ada respon dari Elisya. "Sayang, maafin aku, tolong buka pintunya, kita harus bicara," ucap Edward dengan nada yang lembut.
Namun Elisya tidak membuka pintu, dia hanya menjawab dari dalam, "Jangan minta maaf ke aku, tapi minta maaf ke Narynra. Sebelum kamu dapat maaf dari Narynra, sepertinya ga ada yang harus kita bicarakan," ucap Elisya dengan nada yang tegas.
Edward terdiam sejenak, lalu menjawab, "Oke, mas sekarang temuin Naryn, mas minta maaf ke dia," ucap Edward dengan nada yang penuh penyesalan. Setelah itu, Edward pergi meninggalkan kamar Elisya.
Di sisi lain, Narynra turun ke bawah membawa koper dan berniat untuk pergi meninggalkan rumah. Namun Lukas melihat Narynra menarik koper dan langsung mengejarnya. "Lo mau kemana?" Tanya Lukas dengan nada yang penasaran.
Narynra tidak menoleh ke Lukas, dia hanya menjawab singkat, "Bukan urusan lo," ucap Narynra dengan nada yang dingin. Dia terus fokus pada hp nya yang sedang menampilkan informasi tentang taxi online yang sudah dipesan.
Lukas tidak puas dengan jawaban Narynra, dia kembali bertanya dengan nada yang lebih tegas, "Jawab gue, lo mau kemana?"
Namun Narynra tidak menjawab, dia malah buru-buru keluar rumah menuju taxi online yang sudah menanti di depan rumahnya. Narynra menarik kopernya dengan cepat dan tidak menoleh ke belakang, seolah-olah dia ingin segera meninggalkan rumah.
"Naryn, tunggu!" teriak Lukas, tapi Narynra tidak menoleh ke belakang. Narynra langsung masuk ke dalam taxi online dan menutup pintu dengan keras, seolah-olah dia ingin menutup semua komunikasi dengan keluarganya.
Lukas segera masuk ke rumah untuk mengambil kunci mobilnya, dia berlari ke arah kamarnya dan mengambil kunci mobil dari atas meja.
Edward yang sedang berjalan ke kamar Narynra melihat Lukas tampak terburu-buru dan langsung menghampiri dia. "Kamu mau kemana?" Tanya Edward dengan nada yang penasaran, melihat Lukas membawa kunci mobil hendak keluar rumah.
Lukas menoleh ke Edward dan menjelaskan, "Itu Yah, Narynra barusan pergi bawa koper pakai taxi online, aku tanya mau kemana dia ga jawab, ini aku mau kejar dia," jawab Lukas dengan nada yang khawatir.
Edward langsung mengerti situasi dan memutuskan untuk ikut mengejar Narynra. "Ayo buruan, ayah ikut kita kejar Ade kamu," ucap Edward dengan nada yang tegas. Mereka berdua bergegas pergi dan menuju ke mobil, Edward dan Lukas segera masuk ke dalam mobil dan mulai mengejar taxi yang Narynra naikin.
Mereka berdua bergegas mengemudi dan berusaha mengejar taxi yang sudah beberapa menit di depan mereka. Namun, setelah beberapa saat mengejar, mereka kehilangan jejak taxi yang Narynra naikin. Edward dan Lukas saling menatap dengan wajah yang penuh kekhawatiran.
"Tidak mungkin kita kehilangan jejak, kita harus cari tahu kemana Narynra pergi," ucap Edward dengan nada yang penuh tekad. Lukas mengangguk setuju.
Lukas dan Edward menyusuri jalanan yang padat, mencari taksi yang Narynra naiki, tapi tak ada tanda-tanda keberadaannya. Mereka berdua saling menatap, ekspresi wajah mereka menunjukkan kekhawatiran dan kebingungan. Setelah beberapa jam mencari, mereka memutuskan untuk pulang, kelelahan dan keputusasaan mulai menghantui mereka.
Saat tiba di rumah, Edward langsung mengambil ponselnya dan mulai menelpon beberapa teman Narynra dan keluarganya. Dia berharap Narynra mungkin mengunjungi salah satu dari mereka. Dengan nada yang penuh harap, Edward berbicara dengan setiap orang yang dia hubungi, tapi hasilnya nihil. Narynra tidak pergi ke rumah salah satu dari mereka.
****
Sementara di tempat lain, Tiffany membuka pintu rumahnya dan terkejut melihat Narynra membawa koper. Wajah Tiffany penuh tanda tanya, dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Lo kenapa?" tanya Tiffany dengan nada penasaran, sambil mengerutkan keningnya.
Narynra tidak langsung menjawab pertanyaan Tiffany, melainkan membalikkan pertanyaan dengan nada yang agak berbeda. "Gue boleh nginep di tempat lo ga?"
Tiffany terkejut dengan pertanyaan itu, tapi dia tidak menunjukkan rasa tidak nyaman. Dengan senyum kecil, dia mengangguk dan mengajak Narynra masuk. "Boleh ko, ayo kita masuk dulu."
Mereka masuk ke dalam rumah, dan Tiffany mengajak Narynra ke kamarnya. Saat berjalan, Tiffany terus memperhatikan koper yang dibawa Narynra, rasa ingin tahu di dalam hatinya semakin besar.
Setelah sampai di kamar, Tiffany mengajak Narynra untuk duduk di tepi tempat tidur. "Lo mau minum apa?" tanya Tiffany sambil menunjuk ke arah meja kecil di sebelah tempat tidur.
Narynra menolak tawaran Tiffany dengan gerakan tangan yang santai. "Ga usah Fan, gue ga mau minum apa-apa."
Tiffany menatap Narynra dengan tatapan yang penuh perhatian, mencoba memahami apa yang sedang Narynra alami. Narynra masih diam, wajahnya terlihat sedih dan murung. Tiffany mengamati Narynra cukup lama, tapi Narynra belum juga mengatakan sepatah kata pun.
Tiba-tiba, HP Tiffany berdering. "Dring... dring..." Terlihat di layar HP bahwa yang menelfon adalah Edward, ayah Narynra. Tiffany membiarkan telfon pertama dan kedua, tapi pada telfon ketiga, Tiffany mengangkatnya.
"Halo," jawab Tiffany dengan nada yang biasa.
"Iya, halo Tiffany, maaf om ganggu waktu kamu," kata Edward dengan nada yang sopan.
Tiffany menjawab dengan singkat, "Ada apa ya om?"
Edward langsung ke pokok permasalahan, "Ini om mau tanya, apa Narynra di rumah kamu?"
Mendengar pertanyaan itu, Tiffany langsung memegang lengan Narynra dan menekan tombol mute pada HP-nya. "Ayah lo," ucap Tiffany sambil menunjuk layar HP-nya kepada Narynra.
Narynra memahami situasi dan memberikan instruksi kepada Tiffany. "Jangan bilang gue disinii, trus kalo dia nanya lo tau ga gue di mana, lo jawab aja ga tau."
Tiffany mengangguk dan menekan tombol unmute pada HP-nya.
"Halo, Tiffany kamu denger suara om?" tanya Edward.
"Denger om," jawab Tiffany dengan nada yang biasa.
Edward melanjutkan pertanyaannya, "Jadi Narynra di rumah kamu tidak?"
Tiffany menjawab sesuai instruksi Narynra, "Engga om, Narynra ga di sini."
Edward bertanya lagi, "Kira-kira kamu tau ga Narynra sekarang di mana?"
Tiffany menjawab dengan mantap, "Saya ga tau om."
Edward meminta tolong kepada Tiffany, "Om minta tolong ya, nanti kalau kamu tau Narynra di mana, kasih tau om."
Tiffany menjawab dengan singkat, "Baik om."
Setelah itu, Edward memutuskan telfon itu. Tiffany menutup HP-nya dan menatap Narynra dengan ekspresi yang penuh pertanyaan. Narynra masih diam, tapi sedikit lebih tenang setelah telfon itu selesai.
Narynra membuka diri dan meminta pelukan dari Tiffany dengan merentangkan kedua tangannya. "Fan," ucap Narynra dengan nada yang lembut.
Tiffany langsung merespons permintaan Narynra dan memeluknya erat. Narynra mulai menitikkan air mata dalam pelukan Tiffany, menunjukkan betapa sedih dan terluka hatinya.
"Apa gue seburuk itu di mata Ayah gue, Fan?" tanya Narynra dengan suara yang terguncang.
Tiffany melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Narynra dengan lembut. "Maksudnya gimana, Ryn? Gue ga ngerti," ucap Tiffany dengan nada yang penuh perhatian.
Narynra mengambil napas dalam-dalam sebelum menceritakan apa yang terjadi. "Lo berantem sama Ayah lo?" tanya Tiffany dengan nada yang penasaran.
Narynra mengangguk dan mulai menceritakan kejadian yang menyebabkan dia bertengkar dengan ayahnya. "Iya, gue ga ngerti aja kenapa Ayah gue bisa mikir gue setega itu," ucap Narynra dengan nada yang kecewa.
Tiffany meminta Narynra untuk menceritakan lebih detail. "Tega gimana? Coba lo cerita gimana sampe kalian berantem," ucap Tiffany dengan nada yang penuh perhatian.
Narynra kemudian menceritakan kejadian yang terjadi setelah dia pulang dari makam Bundanya. "Tadi abis pulang dari makam Bunda gue kan bikin teh, trus tehnya tumpah ke tangan ibu tiri gue, abis itu gue obatin ko luka dia, gue juga gantiin dia masak, trus tadi gue makan kan ehh tiba-tiba Ayah gue langsung bilang, gue ga bantuin ibu tiri gue yang lagi terluka dan dia bilang kalo gue ga punya rasa peduli sama orang lain," ucap Narynra dengan nada yang masih berlinang air mata.
Tiffany mendengarkan dengan seksama dan kemudian bertanya, "Ibu tiri lo diem aja kah?"
Narynra menjawab, "Dia mau ngomong sih cuma langsung di potong Ayah."
Tiffany kemudian memberikan pendapatnya, "Berarti ayah lo cuma salah paham dong ke lo."
Narynra mengangguk, tapi masih terlihat kecewa. "Ya walaupun cuma salah paham tapi gue udah terlanjur kecewa sama pemikiran dia, masa dia mikir gue gitu, harusnya dia lebih tau anaknya gimana, dia liat gue dari kecil bukan 1 atau 2 tahun tapi puluhan tahun," ucap Narynra dengan nada yang penuh kesedihan.
Tiffany memeluk Narynra lagi, memberikan dukungan dan kenyamanan kepada temannya yang sedang terluka hati.