NovelToon NovelToon
Lewat Semesta

Lewat Semesta

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Aulia risti

Anara adalah siswi SMA berusia 18 tahun yang memiliki kehidupan biasa seperti pada umumnya. Dia cantik dan memiliki senyum yang manis. Hobinya adalah tersenyum karena ia suka sekali tersenyum. Hingga suatu hari, ia bertemu dengan Fino, laki-laki dingin yang digosipkan sebagai pembawa sial. Dia adalah atlet panah hebat, tetapi suatu hari dia kehilangan kepercayaan dirinya dan mimpinya karena sebuah kejadian. Kehadiran Anara perlahan mengubah hidup Fino, membuatnya menemukan kembali arti keberanian, mimpi, dan cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aulia risti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Malam itu, Bagas sudah menunggu di tempat biasa. Aroma daging panggang menguar, membuat perut siapa pun sulit menolak.

“Lama banget lo!” protes Bagas begitu Fino datang.

Fino hanya duduk, meletakkan tasnya.

“Macet, Gas,” jawabnya singkat.

Bagas terkekeh. “Gue lihat wawancara lo. ‘Anara, aku merindukanmu.’ Cieee…”

“Apaan sih lo. Diam nggak.” Fino melirik malas.

Bagas tertawa, tapi tawa itu berhenti cepat. Wajahnya berubah serius.

“Jadi… lo ambil tawaran itu? Lo bakal berhenti panahan?”

Fino mengangguk pelan.

“Gimanapun, dia bokap gue. Perusahaan lagi nggak baik-baik aja. Kalau gue dibutuhin, ya gue harus turun tangan.”

“Tapi mimpi lo, No?”

“Dua tahun terakhir cukup buat gue. Gue bahagia kok sama apa yang gue jalanin.”

Bagas menatapnya dalam. “Terus… Anara?”

Fino meneguk birnya, tersenyum tipis.

“Gue yakin dia pasti ngerti.”

Keduanya terdiam. Hanya suara arang berdesis dan aroma daging panggang menemani mereka. Malam terasa cepat, hari berganti hari. Tapi rindu Fino pada Anara tak pernah pudar.

**

Suatu hari, Fino berkunjung ke cabang perusahaan ayahnya. Saat ia sedang memeriksa barang-barang yang akan dikirim ke luar negeri, sebuah suara lantang memecah konsentrasi.

“ANARA! TUNGGU, NAK!”

Fino langsung menoleh. Nama itu membuat jantungnya berdegup kencang.

Tak jauh, seorang pria paruh baya berlari tertatih. Fino mengenalinya seketika.

“Pak Jordan…” gumamnya.

Ia meninggalkan pekerjaannya dan berlari menghampiri pria itu.

“Pak Jordan? Saya Fino, temannya Anara.”

Jordan menatapnya sesaat, lalu mengangguk pelan. “Oh… anak kurang ajar itu.”

Fino mengabaikan ucapannya. “Bapak barusan manggil Anara? Di mana dia?”

Jordan menunjuk ke arah pantai. “Dia lari ke sana.”

Fino segera bergegas.

Di pinggir pantai, seorang perempuan berlari kencang, rambut panjangnya terurai liar. Ia berteriak lantang, penuh tantangan.

“Kejar gue kalau bisa!”

“Anara!” Fino berteriak, mempercepat langkah.

Hap!

Tangannya berhasil meraih jemari perempuan itu. Mereka berhenti, napas sama-sama terengah. Tatapan mereka bertemu. Tapi bukan sebagai dua orang yang saling mengenal, melainkan orang asing.

Anara kini berbeda. Rambutnya dicat cokelat kemerahan dengan highlight pirang, eyeliner tebal menajamkan matanya, bibir merah menyala, rokok mengepul di tangannya. Jaket kulit hitam membungkus tubuh rampingnya, dipadu ripped jeans dan boots berpasir. Sorot matanya dingin, penuh perlawanan.

Ia mengernyit.

“Lo siapa?” tanyanya datar.

“Aku Fino, Nar.”

“Gue nggak kenal sama lo. Lepasin tangan gue.” Anara berusaha menarik diri, tapi Fino menggenggam erat.

“Kamu kenapa, Nar? Penampilan lo… sikap lo… semuanya berubah.”

Anara mendengkus, lalu tiba-tiba menjinjit, menarik tengkuk Fino, dan menciumnya.

Fino membeku. Ia tak bergerak bahkan setelah Anara melepas tautan bibirnya.

“Itu kan yang lo mau…” katanya sinis, lalu berbalik berlari, meninggalkan Fino yang masih terpaku.

“Astaga… dia jadi arogan sekarang. Tolong maafkan Anara,” suara Jordan tiba-tiba terdengar. Ia berdiri di samping Fino dengan wajah penuh sesal.

“Dia kenapa, Pak? Kenapa jadi kayak gini?” suara Fino pecah.

Jordan menarik napas panjang. “Dia amnesia.”

“Amnesia?” Fino menoleh cepat, terkejut.

Jordan mengangguk. “Beberapa tahun lalu, waktu debt collector datang ke restoran, Anara nggak sengaja kena pukulan balok. Dia melindungi aku. Sejak itu… dia sempat koma seminggu. Dokter bilang amnesia ringan, tapi sampai sekarang dia belum mengingat apa pun. Lambat laun, sikapnya berubah… jadi seperti yang lo lihat sekarang.”

Fino menggeleng tak percaya. “Kenapa nggak dibawa berobat lebih lanjut?”

Jordan menunduk. “Gimana caranya? Aku aja kemari buat bersembunyi dari debt collector. Kalau balik ke Jakarta, sama aja bunuh diri.”

“Pak… ini serius. Anara butuh pertolongan. Dia bukan cuma kehilangan ingatan, tapi juga dirinya sendiri.”

Jordan terdiam, menahan napas berat.

“Kalau gitu izinkan aku merawatnya. Sampai dia sembuh,” sela Fino cepat.

Pria tua itu memandang ragu. “Tapi… gimana aku bisa percayakan putriku padamu?”

Fino mengeluarkan kartu hitam dari dompetnya. “Di sini ada saldo satu miliar. Bapak bisa pakai sepuasnya.”

Jordan menatap kartu itu lama. Fino tahu, uang selalu jadi titik lemahnya.

Akhirnya Jordan mengangguk pelan. “Baiklah. Bawa Anara. Tapi ingat… bagaimanapun keadaannya, dia tetap putriku satu-satunya. Jangan sakiti dia.”

Fino hanya menatap lurus dengan wajah datar.

Malam itu, Fino resmi membawa Anara keluar dari rumah petak Pak Jordan. Mobil hitamnya melaju pelan di jalan pedesaan, sementara Anara duduk di kursi penumpang dengan wajah menoleh keluar jendela, acuh tak acuh.

“Lo yakin mau bawa gue? Lo bahkan nggak kenal gue,” katanya ketus tanpa menoleh.

Fino hanya melirik sekilas, suaranya tenang.

“Aku kenal. Lebih dari yang kamu kira.”

Anara mendengkus kecil, menyalakan rokok.

“Dasar gila.”

Sepanjang perjalanan, Fino hanya diam, membiarkan keheningan menelan mereka.

Sampai di rumah Fino, Anara langsung melemparkan jaket kulitnya ke sofa, duduk seenaknya sambil memainkan ponselnya.

“Nice place,” komentarnya dingin.

“Lo suguhin apa di sini? Gue harap bukan ceramah basi soal masa lalu yang bahkan gue nggak inget.”

Fino menaruh kunci mobil di meja. “Kamuapar? Mau aku masakin sesuatu.”

Anara mendongak dengan alis terangkat, lalu terkekeh sinis.

“Serius? Cowok kaya raya kayak lo masih bisa masak? Jangan bilang lo mau nunjukin sisi family man lo biar gue luluh.”

Fino tidak terpancing. “Aku cuma pengen kamu nyaman di sini, Nar.”

Tatapan Anara melembut sepersekian detik mendengar panggilan itu—Nar. Namun ia cepat-cepat menutupi dengan wajah cuek.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!