Di tengah derasnya hujan di sebuah taman kota, Alana berteduh di bawah sebuah gazebo tua. Hujan bukanlah hal yang asing baginya—setiap tetesnya seolah membawa kenangan akan masa lalunya yang pahit. Namun, hari itu, hujan membawa seseorang yang tak terduga.
Arka, pria dengan senyum hangat dan mata yang teduh, kebetulan berteduh di tempat yang sama. Percakapan ringan di antara derai hujan perlahan membuka kisah hidup mereka. Nayla yang masih terjebak dalam bayang-bayang cinta lamanya, dan Arka yang ternyata juga menyimpan luka hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rindi Tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 20
Cinta di Bawah Hujan
Hari itu hujan turun deras, seolah langit sengaja menghadirkan kembali kenangan pertama Nayla dan Arka bertemu. Di tengah hujan, di bawah payung yang berbeda, dua hati yang sempat retak kini dipertemukan lagi dengan cara yang tak disangka.
Nayla baru saja selesai mengajar ketika hujan mengguyur. Ia berdiri di depan sanggar, menatap jalanan yang basah dengan pikiran melayang. Sudah hampir sebulan ia menjaga jarak dari Arka. Ia merasa lebih kuat, lebih yakin pada dirinya sendiri. Tapi satu hal yang tidak berubah: rasa rindunya pada lelaki itu.
Tiba-tiba, sebuah payung hitam besar terbuka di sampingnya. Arka berdiri di sana, tubuhnya sedikit basah, tapi senyum tipisnya tetap sama seperti dulu. “Aku janji nggak akan maksa kamu jawab apa-apa hari ini,” ucapnya pelan. “Aku cuma pengen ada di sini, nemenin kamu pulang.”
Nayla menatapnya lama. Ada getaran halus di hatinya, perasaan yang sudah lama ia tekan. Ia menghela napas, lalu melangkah pelan di bawah payung yang sama. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia tidak lagi mundur.
Mereka berjalan dalam diam, hanya suara hujan yang menemani. Arka sesekali melirik Nayla, tapi ia menahan diri untuk tidak bicara lebih banyak. Sampai akhirnya Nayla yang membuka suara.
“Arka… aku udah pikirin semuanya.” Suaranya lirih, tapi tegas. “Aku nggak bisa terus hidup dalam ketakutan. Aku nggak mau cinta kita jadi luka buat aku. Jadi… kalau kita mau lanjut, aku harus percaya. Dan percaya itu butuh keberanian. Aku mau coba lagi, tapi kali ini dengan cara yang berbeda.”
Arka berhenti melangkah, menatap Nayla dengan mata berkaca-kaca. “Kamu serius, Nay? Kamu mau kasih aku kesempatan lagi?”
Nayla mengangguk, senyum tipis terukir di wajahnya meski air matanya jatuh bersama hujan. “Iya. Tapi dengan syarat: kamu juga harus berani. Berani untuk benar-benar melepaskan masa lalu, berani buat buktiin kalau aku adalah pilihanmu, bukan cadanganmu.”
Arka tak mampu menahan dirinya lagi. Ia menurunkan payung, membiarkan keduanya basah kuyup di bawah hujan. Lalu ia meraih tangan Nayla, menggenggamnya erat. “Demi Tuhan, Nayla, kamu satu-satunya pilihanku. Aku janji, aku nggak akan pernah lagi biarin kamu ragu. Aku nggak akan pernah biarin siapa pun ganggu kita.”
Nayla menatapnya, dan kali ini ia percaya. Hatinya masih menyimpan luka, tapi luka itu tidak lagi menakutkan. Justru dari luka itu lahir kekuatan baru, cinta yang lebih matang, lebih berani.
Hujan semakin deras, tapi mereka tidak peduli. Arka menarik Nayla ke dalam pelukan, memeluknya erat seolah tak ingin melepaskan. Nayla membiarkan dirinya larut dalam pelukan itu, merasakan kehangatan yang selama ini ia rindukan.
“Lucu ya,” Nayla berbisik sambil tersenyum di bahu Arka. “Kita selalu ketemu di bawah hujan.”
Arka terkekeh pelan. “Mungkin karena hujan selalu jadi saksi kita. Dari awal kita ketemu sampai sekarang, hujan yang selalu ada.”
Nayla mengangguk, matanya terpejam. “Kalau begitu, biar hujan juga yang jadi saksi kita mulai dari awal. Bukan lagi sebagai orang yang penuh takut, tapi sebagai dua orang yang berani.”
Arka menunduk, mencium kening Nayla dengan lembut. “Aku sayang kamu, Nayla. Dan aku nggak akan pernah berhenti.”
Air mata Nayla bercampur dengan hujan. “Aku juga sayang kamu, Arka. Kali ini, aku percaya.”
Mereka tertawa kecil di bawah hujan, meski tubuh menggigil, hati mereka terasa hangat. Untuk pertama kalinya setelah semua badai, mereka merasakan ketenangan.
Di kejauhan, Rani yang kebetulan melihat dari mobilnya tersenyum lega. Ia tahu sahabatnya akhirnya menemukan keberanian untuk mencintai tanpa takut. Ia melajukan mobilnya pergi tanpa mengganggu, membiarkan dua insan itu menulis bab baru dalam hidup mereka.
Hujan terus turun, tapi kali ini bukan simbol kesedihan. Bagi Nayla dan Arka, hujan adalah awal—awal dari cinta yang tidak lagi rapuh, cinta yang berani berdiri meski diterpa badai.
Dan di bawah hujan itu, mereka berjanji, meski dunia berubah, meski masa lalu selalu mencoba menghantui, mereka akan tetap berdiri bersama.
Sebab cinta yang bertahan bukanlah cinta yang tak pernah diuji, melainkan cinta yang tetap memilih bertahan meski badai mencoba memisahkan.