"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23 Pengepul
Kedatangan pak Angga dan istrinya
tak begitu lama, setelah mengatakan jika
Alvin sangat mirip dengan
keponakannya yang hilang, tak lama
kemudian mereka pamit, sebuah telepon
membuat mereka mengakhiri pertemuan
mereka.
Sebelum pergi, pak Angga sempat
memberikan kartu namanya, beliau
bahkan berpesan untuk tak perlu sungkan,
menghubungi jika Alvin butuh
bantuan.
Ada rasa kagum ketika Alvin
mengantar kepergian pak Angga dan
istrinya, tubuh tegap dan terawat, mobil
mewah yang dikendarai, membuat
Alvin tiba-tiba ingin menjadi kaya.
Tak ingin berharap menjadi
keponakan dari seorang kaya raya, Alvin
hanya ingin dirinya kaya, jika kaya ia akan
lebih mudah dalam membantu sesama,
seperti pak Angga barusan yang dengan
mudah membantu dirinya, meski hanya
mengambil rapor.
Keinginan Alvin menjadi kaya terus
bergelut di kepala, hingga membuat
dirinya sadar jika menjadi kaya tidak
hanya bisa di pikirkan, melainkan harus di
wujudkan.
"Hari ini aku akan mulung"
gumamnya.
Ya, selama ini meski Alvin sering
mengumpulkan rosok, tapi ia belum
pernah benar-benar menjadi pemulung, ia
hanya mengumpulkan rosok dari memilah
sampah yang ia ambil setiap harinya.
Setelah berganti pakaian dengan kaos
lusuh, Alvin segera mengambil karung
dan berjalan mencari rosok.
Baru beberapa langkah, Alvin sudah
menemukan banyak botol bekas,
melangkah lagi, ia menemukan kardus
bekas, melangkah lagi, ia menemukan
kabel bekas. Begitu seterusnya, hingga
adzan ashar terdengar dan menyadarkan
Alvin jika dirinya sudah mulung selama
3 jam, dan itu sudah membuat karung
yang ia bawa terlihat penuh.
Alvin pun memutuskan untuk
segera pulang dan membersihkan diri.
Sebab, kini dirinya juga baru sadar bahwa
langkahnya sudah tiba di kampung
sebelah, kampung yang terbilang cukup
elit dibanding kampung yang ia tinggali.
"Alvin!!" teriak seseorang membuat
langkah Alvin terhenti dan menoleh.
"Nah kan bener Alvin" ucap seorang
laki-laki yang memanggilnya.
Merasa terpanggil dan berasal dari
sekolah yang sama, Alvin pun mendekat
ke arah segerombolan anak yang tak
dikenalnya. Alvin mengingat mereka
pasti berasal dari kelas lain di sekolahnya.
"Ada apa?" tanya Alvin datar.
"Kamu ngapain? Juara olimpiade
fisika kok bawa karung sampah gitu?"
tanya salah seorang diantara gerombolan
tersebut.
"Ada hubungannya juara olimpiade
fisika dengan pemulung?" jawab Alvin
yang malah bertanya.
"Kamu ngaku mulung?" tanya laki-laki
tadi yang kemudian diiringi tawa
membahana seolah mengejek, sebab kini
gerombolan anak yang sedang nongkrong itu, ikut mentertawakan Alvin.
"Emang iya, ini kerjaan ku" jawab
Alvin santai, ia tak terpengaruh meski
segerombolan anak tersebut mengejeknya.
"Ngapain sih? Bikin malu SANG
JUARA aja, kalau punya siswa pemulung
kayak kamu ini! Kalau gak mampu bayar
sekolah di SANG JUARA mending
mundur, gak usah halalin segala cara buat
tetep disana" ujar laki-laki yang lain.
"Dia kan siswa beasiswa" sahut yang
lain.
Olokan terus dilayangkan oleh
segerombolan anak orang kaya yang kini
tengah mentertawakan pekerjaan Alvin.
Tak ingin sakit hati, Alvin pun memilih
pergi.
Memang seharusnya ia tak
menghampiri mereka tadi, Batinnya.
Belum terlalu jauh melangkah,
Alvin di panggil lagi, begitu Alvin
menoleh terlemparlah tumpukan gelas
plastik ke arahnya.
"Itu gelas sisa minuman kami, sebagai
bentuk bantuan dari kami untuk kamu,
lumayan kan biar karungmu itu makin
penuh" ujar si pelempar yang lagi-lagi
disambut tawa membahana.
Tak ingin ambil pusing, Alvin
segera mengambil gelas-gelas plastik yang
kini telah berceceran itu, dimasukkannya
ke dalam karung seraya tersenyum.
"Lumayan seribu rupiah" gumamnya.
"Eh eh, dia senyum loh. Dia seneng
banget dapat sampah kita gaes" ujar salah
seorang yang memperhatikan Alvin.
Alvin yang juga mendengar pun
hanya menatap mereka dengan tatapan
tanpa ekspresi.
"Dia lihat kesini loh, jadi takut diliatin
pemulung kayak gitu" ucap yang lain.
"Jangan nyeremin gitu vin, kami kan
cuma pingin ngasih sampah kami biar
kamu bisa makan" sahut yang lain
mengejek.
"Makasih ya, Sampahmu memang
Makananku. Hanya saja, kamu terlihat
seperti sampah daripada sampah yang aku
bawa ini. Makasih ya sampahnya' ujar
Alvin sambil tersenyumn kemudian
berlalu.
"SIAL!!! dia ngejek kita kan, pemulung
itu ngejek kita!!" ucap salah seorang yang
dianggap ketua diantara gerombolan itu.
Membuat yang lain memilih diam,
sementara yang lain tampak
menenangkan sang ketua.
Sesampainya di rumah, Alvin segera
menggabungkan rosok yang ia
kumpulkan tadi pagi, dengan yang ia
dapat siang hingga sore ini.
Karena tak ingin tumpukan rosok
dirumahnya semakin meninggi, Alvin
memang memilih untuk menyetorkannya
ke haji Maliki setiap hari.
Usai membersihkan diri, beribadah
dan mengisi perutnya, Alvin pun
membawa gerobak sampah yang berisi
rosok yang telah ia kumpulkan hari ini ke
haji Maliki, mengingat haji Maliki akan
segera tutup jika menjelang magrib.
"Waduh le, perasaan kamu kemarin
udah setor, sekarang setor lagi. Kalau
begini ceritanya bisa bisa kamu jadi
pengepul juga le, nyaingi aku" sambut haji
Maliki dengan nada bercanda.
"Loh, itu bisa jadi inspirasi saya loh
bah, kenapa saya gak jadi pengepul aja ya
hehe" jawab Alvin mengimbangi
candaan haji Maliki.
"Yawes sana, jadi pengepul sendiri aja.
Gak usah setor kesini, setor ke tempatnya
langsung. Mosok modalmu sek kurang,
nyoh tak utangi nek kurang' ujar haji
Maliki sembari tertawa.
Alvin yang sedang menurunkan
rosok dan mulai membawanya satu
persatu ke timbangan yang ada pun hanya
tersenyum.
Usai proses timbang menimbang, haji
Maliki pun memberikan uang hasil rosok
Alvin hari ini.
"Saya seminggu kedepan libur le, ke
Madura soalnya, ngirim anak Lanang yang
sekarang di pondok, sekalian itu si Hani juga mau liburan ke rumah mbahnya" ujar
haji Maliki.
"Terus saya setor rosoknya gimana
bah?" tanya Alvin.
"Ya kamu kumpulkan aja dulu, yang
lain juga tak suruh ngumpulkan dulu
soalnya. Tapi kalau kamu setor ke tempat
lain juga gpp, tak liat juga setoran dari
kamu yang akhir akhir ini makin banyak"
ujar haji Maliki.
"Maaf sebelumnya bah, Abah mboten
keberatan kalau saya setor ke tempat lain?"
tanya Alvin berhati hati. Membuat haji
Maliki tertawa terbahak-bahak.
"Buat apa saya keberatan le,
melihatmu yang semakin semangat gini
loh saya udah seneng, apalagi jika kamu
sukses, jangankan setor rosok ke tempat
lain, kamu jadi pengepul rosok sendiri loh saya gak masalah le" ujar haji Maliki seraya
tersenyum.
"Gak usah gak enak hati, rejeki itu
sudah tertakar dan gak mungkin tertukar"
nasehat haji Maliki tampak serius.
"Baiklah kalau begitu bah, nanti kalau
Abah sudah pulang dari Madura baru saya
setor kesini lagi ya" jawab Alvin di iringi
anggukan kepala oleh haji Maliki.
Sepulang dari menyetorkan rosoknya,
Alvin pun kembali berfikir, apa yang
disampaikan haji Maliki tadi benar. Ia bisa
saja menjadi pengepul rosok sendiri.
Melihat kondisi rumah kontrakan yang
memiliki teras dan halaman yang meski
tidak cukup luas, setidaknya masih ada
ruang.
Alvin berinisiatif ingin membuat
tempat baginya menampung rosok.
Melihat tabungan yang ia miliki, ia
berfikir seharusnya ia mampu.
Dengan modal tekad yang kuat,
Alvin memutuskan diri untuk menjadi
pengepul.
Keesokan harinya, Alvin benar-
benar mewujudkannya, dengan membeli
seng bekas dan kayu yang cukup murah,
Alvin membuat tempat di halaman
rumah yang ia tinggali, sebagai tempat
yang akan ia gunakan untuk menampung
rosok.
Tentunya setelah ia mendapat ijin dari
pak Rusdi, selalu pemilik rumah, pak
Rusdi yang hanya tinggal dengan istrinya
itu pun mengijinkan Alvin. Bagi mereka
untuk apa membiarkan rumah yang tak
ditempati itu terus kosong, lebih baik
digunakan oleh anak muda dengan
semangat tinggi seperti Alvin, untuk
jadi tempat tinggal sekaligus usahanya.
Mengingat anak anak pak Rusdi yang
kini sudah cukup sukses di ibu kota.
Setelah tempat yang disiapkan jadi,
Alvin memilih untuk membeli
timbangan bekas ke tempat rosok lain,
yang lebih besar, selain haji Maliki.
Selain membeli timbangan, Alvin
juga mengutarakan niatnya ingin
menyetorkan rosok disana, setelah itu ia
pun sempat tawar menawar harga untuk
rosok yang akan di setorkannya lagi,
hingga terjadilah sebuah kesepakatan.