Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amar Pulang
"Ka-kamu!" Rohani menunjuk ke arah Andin.
Alih-alih takut, dia malah cengengesan melihat wajah mertuanya yang merah padam.
Dan pada akhirnya, Rohani terpaksa mengalah dengan meninggalkan kamar Andin.
Amar yang sebelumnya mendengar keributan antar istri dan emaknya hanya bisa menghela napas.
Kemudian dia kembali menghubungi nomor Andin. Lagi-lagi dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Karena nomor tersebut sudah tidak aktif.
"Sepertinya nanti malam aku harus pulang," ungkap Amar pada karyawannya yang sekarang berjumlah sekitar lima orang.
"Gak apa bang, biar pagar ini kami yang selesaikan," sahut karyawan paling lama.
Amar masuk ke kamar, dia mulai memasukkan beberapa steel bajunya ke tas punggungnya.
Dia pulang bukan karena khawatir tentang emaknya ataupun istrinya. Karena dia yakin, baik Andin ataupun emaknya tidak akan melewati batas.
Namun rindu lah, yang menjadi penyebab utamanya untuk pulang. Rindu akan istrinya.
Begitu bengkel las di tutup. Amar bersiap-siap untuk pulang ke kampung halamannya.
Sekitar jam sembilan pagi hari, Amar tiba di rumahnya.
Dia langsung mengucapkan salam, ingin segera bertemu sang pujaan hatinya.
"Abang, kok pulang," Andin menyalami Amar.
Dan Amar memeluk erat serta mencium ubun-ubun istrinya. "Rindu," bisiknya.
"Emak lagi keluar, karena bosan aku nyetrika," Andin menunjukkan tumpukan baju yang tinggal sedikit lagi.
"Simpan aja ya, jangan di lanjutkan lagi," perintah Amar.
Andin menuruti perintah suaminya. Dia paham, suaminya pasti sedang rindu.
Setelah semuanya selesai, Andin menuju kamar mandi, dia membersihkan dirinya. Karena sejak pagi dia memang belum mandi.
Sedangkan Amar sudah lebih dulu ke kamar mandi.
Dan karena kamar mandi di rumah mereka hanya ada satu, terpaksa mereka harus melakukan aktifitas menyenangkan di dalam kamar.
Tak berapa lama kemudian, setelah melakukan aktifitas fisik, Amar keluar untuk sekedar mandi dan juga mengambil air putih.
Karena di kamar, Andin memang tidak pernah menyediakan air putih. Sebab, dia sangat jarang bahkan tak pernah bangun malam, hanya untuk sekedar minum.
Dia bangun malam, hanya jika ingin melakukan tahajud ataupun ke kamar mandi.
"Baru pulang, bukan emaknya dulu di temui, eh malah ke kamar," sindir Rohani.
Amar menyalami Rohani yang sedang mengupas buah pepaya di dapur.
"Maaf mak, tadi emak kan, gak ada di rumah," pinta Amar.
"Kenapa pulang? Banyak uang?" tanya Rohani, karena teringat ponsel menantunya yang sudah rusak.
Dia takut, jika nanti uang Amar habis untuk membelikan ponsel baru Andin.
"Alhamdulillah mak," sahut Amar.
"Kalo gitu, berikan emak uang tiga jutaan," pinta Rohani menadahkan tangannya.
"Nanti ya mak, aku ke kamar mandi dulu," balas Amar.
Rohani memanyunkan bibirnya. "Baru pulang, langsung enak-enakan," gumamnya, kala Amar menghilang di balik pintu kamar.
Sesuai permintaan emaknya. Kala Andin ke kamar mandi, Amar mengeluarkan uang dengan jumlah empat juta untuk di berikan pada emaknya.
Rohani sumringah, kala menghitung uang yang di berikan oleh Amar. Dia berpikir jika anaknya masih bisa di manfaatin seperti dulu.
Tanpa Rohani tahu, bahwa itu semua merupakan perintah dari Andin. Apalagi, kala mengetahui jika belakangan ini, pekerjaan suaminya semakin lancar.
Tak hanya di berikan untuk emaknya. Bahkan, Amar meminta Rohani untuk mengirimkan uang dengan jumlah yang sama untuk paman dan bibi yang telah merawat Andin.
"Nah, ini baru benar. Ingat, doa emak menembus langit, makanya kamu bisa mendapatkan uang dengan mudah," cetus Rohani menyembunyikan uangnya di balik kutang.
Amar langsung mengikuti langkah kaki Andin, begitu istrinya keluar dari kamar mandi.
"Besok, aku akan menyuruh bang Azhar ke sini, untuk bikin kamar mandi di kamar," cetus Amar kala mereka sudah berada di kamar.
"Bang Azhar suaminya mbak Tari? Dia lagi merantau bang, kerja untuk proyek gitu," jelas Andin, seraya memakai baju di depan Amar.
"Kalo gitu, besok abang cari tukang lainnya aja," ujar Amar seraya menguap.
Andin membiarkan suaminya terlelap. Karena tahu, suaminya baru saja dari perjalanan jauh, dan kala sampai pun, suaminya lebih memilih untuk menyenangkannya terlebih dahulu.
Malamnya, Amar dan Andin pamit keluar pada Rohani. Dan dengan baik hatinya, Rohani memberikan izin tanpa banyak tanya.
Walaupun Rohani tahu, keduanya keluar untuk membelikan ponsel baru untuk Andin. Akan tetapi dia tidak mempermasalahkan hal itu. Karena dia sendiri pun, sudah mendapatkan apa yang dia mau.
Amar melajukan sepeda motornya ke sebuah toko yang menjual ponsel secara lengkap.
Keduanya langsung di tawarkan beberapa jenis ponsel oleh karyawan disana.
Setelah mendapatkan ponsel yang di inginkan, keduanya keluar dari sana.
Dan sekarang tujuan mereka ialah menghabiskan waktu dijalanan seperti pemuda-pemudi yang sedang kasmaran.
"Maafkan emak ya, jikalau sikap mak, kadang-kadang keterlaluan," pinta Amar kala mereka menghentikan sepeda motornya di sebuah warung penjual sate di pinggir jalan.
"Iya, aku tidak mengambil hati apa yang emak katakan bang, karena aku sendiri menikmatinya," balas Andin tulus.
"Emak emang gitu, suka iri dengan pencapaian orang lain ... Dan aku sendiri, udah nyerah dengan sifatnya," terang Amar.
"Jangan menyerah bang, tugas kita sebagai anak harus menyadarkan emak, tuntun emak agar tidak semakin jauh denga. Rabb-nya. Karena jujur, selama aku tinggal disana, aku hanya melihat mak salat, jika ia sedang ada masalah, ataupun sesukanya," papar Andin seraya menggigit bibirnya.
"Aku tahu, dan itu sudah terjadi sejak lama," jelas Amar mengelus kepala Andin yang ditutupi warna senada dengan bajunya.
...****************...
Satu minggu sudah Amar berada di kampung, dan hari ini dia akan kembali ke tempatnya mencari nafkah.
Dan sebelum pergi, dia mengeluarkan dua buah kotak berwarna merah. Dia memperlihatkan isinya pada Andin.
"Pilihlah, mana yang kamu suka," perintah Amar memperlihatkan gelang emas pada Andin.
"Untukku?" Andin berbinar.
"Ya, dan satunya lagi untuk emak ... Tapi, aku sengaja tidak memilih model yang sama, namun beratnya sama kok,"
"Aku pilih ini," Andin mengambil kotak di tangan kanan Amar.
"Pakai lah," perintah Amar.
"Bagaimana kalo simpan aja, bukan karena gak suka, tapi karena kurang nyaman pakai emas, apalagi selama ini aku memang belum pernah memakainya," jelas Andin.
Amar menganggukkan kepalanya. Dia paham bagaimana kehidupan istrinya dulu, dan karena itulah, Amar berjanji pada dirinya sendiri untuk membahagiakan Andin sampai kapan pun.
"Yang ini, adik berikan untuk emak ya," pinta Amar.
"Abang aja, karena bagaimana pun, emak juga tahu jika itu abang yang belikan," tolak Andin secara halus.
"Aku pamit, dan semoga disini segera hadir Amar junior, agar kamu ada yang menemani," Amar mengelus perut rata istrinya.
Wajah Andin memerah, namun dia mengaminkan doa dari suaminya.
Setelah Amar menghilang dengan sepeda motornya. Baik Andin dan Rohani sama-sama masuk kedalam.
Tak lupa, Andin menutup pintu depan.
"Anak lelaki memang milik emaknya sampai kapan pun," Rohani mengangkat tangannya, memperlihatkan gelang di tangannya.
"Gak usah cemburu gitu, Amar itu aku didik untuk berbakti sama emaknya, bukan malah memanjakan orang asing yang baru masuk dalam kehidupannya," lanjut Rohani.
Karena enggan berdebat dengan Rohani. Andin pun berlalu ke dapur.
"Cih, dia pasti nangis tuh, di dapur," kekeh Rohani.
Dan dia berjalan pelan, mengikuti langkah kaki Andin.