Aruna terjebak ONS dengan seorang CEO bernama Julian. mereka tidak saling mengenal, tapi memiliki rasa nyaman yang tidak bisa di jelaskan. setelah lima tahun mereka secara tidak sengaja dipertemukan kembali oleh takdir. ternyata wanita itu sudah memiliki anak. Namun pria itu justru penasaran dan mengira anak tersebut adalah anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fatzra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20.
Aruna membelalakkan matanya saat seseorang itu menyebutkan namanya. Ternyata wanita itu yang bernama Celine, lalu kenapa ia mendekatinya apa maksudnya?
Julian menatap mereka dari jauh, ia terus mengamati pergerakan wanita itu jangan sampai Celine membuat keributan di acaranya malam ini. Entah kenapa ia memiliki firasat buruk kepada wanita itu.
"Jadi namamu Aruna?" tanya Celine, memandangi wanita itu dari atas kepala hingga ujung kaki.
"Iya emangnya kenapa?" tanya Aruna tanpa melihat ke arah wanita itu.
Celine memicingkan matanya, lalu melipat tangan ke dada. "Tidak apa-apa. Aku hanya bertanya," ucapnya, lalu melengos pergi.
"Tidak jelas!" desisnya dalam hati. Sebisa mungkin Aruna menjaga sikapnya karena sadar dirinya sedang disorot kamera wartawan dan beberapa kamera dari ponsel para tamu yang hadir. Ia tetap berusaha tersenyum walau, pun, wanita itu sangat mengganggu pandangannya.
Saat para wartawan dan beberapa kamera tidak menyorotnya lagi, Aruna meneguk habis minumannya, Lalu duduk ke kursi.
Lagi-lagi Celine mendekatinya. "Kau satu-satunya wanita yang dekat dengan, Julian. Yakin hanya sekedar rekan kerja?" tanya wanita itu.
Wajah Aruna berubah kesal. Pertanyaan macam apa itu. "Kau lihat sendiri bukan, pria itu mengatakan kalau aku rekan kerjanya, jadi apa masalahmu?" Ia balik bertanya.
Celine terkekeh, "Lihatlah, semua orang di sini. Mereka menunjukkan kalau mereka benar-benar rekan kerja yang sesungguhnya, sementara kau, tidak mencerminkan siapa-siapa."
"Lalu, apa kau mencerminkan sebagai rekan kerja dengan penampilanmu?"
Wanita itu terbahak, lalu menutup mulutnya. "Aku, rekan kerja? Kau tidak lihat cincin yang melingkar di jari manisku ini? Aku tunangannya, bukan rekan kerja!" ucapnya, menyombongkan diri, seraya menunjukkan cincin berlian yang melingkari jari manisnya.
Mendengar hal itu hati Aruna bak tersambar petir, jantungnya berdegup kencang, ia tidak tahu kenapa bisa merasakan hal itu. Namun, ia berusaha bersikap biasa saja. "Oh, tunangannya, terus apa masalahmu denganku?" tanyanya dengan nada sedikit bergetar nyaris tak terlihat.
"Aku hanya ingin memperingatkan, kau jangan macam-macam dengan dia," ucap Celine, lalu tersenyum sinis.
Tiba-tiba Julian berada di antara mereka. Ia menarik lengan Celine, karena masih banyak wartawan pria itu memperlakukannya dengan manis. "Celine, ayo ikut aku," ucapnya, Namun matanya tersorot ke arah Aruna.
Celine melihat itu, ia melirik Aruna dengan sinis. Ia menaruh curiga pada wanita itu. "Kenapa tatapan mereka begitu dalam. Ada hubungan apa sebenarnya di antara mereka."
Aruna sebal melihat mereka, ia keluar dari tempat itu walaupun acara belum selesai. Namun, ia melihat Julian sedang berjalan menarik paksa Celine. Entah ada masalah apa di antara mereka, bukankah tadi mereka bersikap manis di dalam? wanita itu hanya menggeleng tidak mengerti.
Aruna memutuskan untuk pulang. sesampainya di rumah ia menyempatkan diri melihat Raven. rupanya anak itu sudah terlelap dengan nyenyak. akhirnya ia memutuskan untuk tidur.
Sementara Julian dia masih sibuk mengurusi Celine yang terus-menerus menanyakan tentang Aruna. sekeras apapun ia menjelaskan, wanita itu tidak percaya dan terus mencurigainya.
Akhirnya mereka bertengkar hebat di luar gedung tempat acara itu, hanya gara-gara mendebatkan siapa Aruna. Julian tidak peduli jika wanita itu marah, lama-lama ia merasa muak dengan wanita itu yang dipikirannya saat ini hanyalah hasil tes DNA yang dua hari lagi akan keluar dan ia akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di malam itu, tepatnya lima tahun yang lalu apakah Aruna selama ini berkata jujur, atau hanya mempermainkannya saja.
Julian menghela nafas panjang merasa lelah. Setelah acara itu selesai ia buru-buru kembali ke hotel. bahkan ia meninggalkan Celine, membiarkannya pulang sendiri ke hotel. pria itu merebahkan diri di atas kasur, lalu memejamkan mata.
Di tempat lain Aruna tidak bisa tidur ia terus memikirkan Julian dan Celine. Apakah benar wanita itu tunangannya? namun, kenapa pria itu sangat kasar kepadanya? awalnya ia sakit hati melihat tingkah mereka yang bersikap manis di hadapannya. Ia tidak akan memikirkan mereka lagi, wanita itu memejamkan matanya agar bisa tidur.
Pagi harinya Aruna memutuskan untuk tetap diam di rumah melakukan aktivitas sehari-hari dan mengantar Raven ke sekolah. Ia masih enggan membuka restorannya selain karena masih lelah, ia juga takut terjadi sesuatu.
Tiba-tiba pintu rumahnya terketuk dengan keras. Wanita itu terkejut dan mendekat ke arah pintu, ia mengintip dari celah jendela siapa yang ada di luar. wajah yang sudah tidak asing lagi berada di sana. Namun, Aruna sangat malas untuk membukakan pintu, hari ini dia hanya ingin tenang tanpa gangguan dari orang itu
Julian terus mengetuk pintu ia tahu kalau Aruna ada di dalam tapi kenapa wanita itu tidak mau keluar, apakah ia mencoba menghindarinya lagi? "Aruna buka pintunya,"
Aruna pergi ke kamarnya lalu mengunci pintu takutnya pria itu nekat mendobrak rumahnya lalu mencarinya ke kamar. Rasanya ia sudah malas berurusan dengan Julian. Karena merasa bising pria itu terus mengetuk pintu akhirnya ia menyumpal telinganya dengan earphone.
Julian mengusap wajahnya frustasi. Tujuannya ke tempat itu ia hanya ingin menjelaskan siapa Celine sebenarnya Karena ia merasa perlu menjelaskannya. iya tidak mau ada salah paham di antara mereka. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya, lalu menekan nomor Aruna untuk menelpon. Sayangnya teleponnya selalu di reject, ia tidak mengerti lagi kenapa Aruna bersikap begitu, sekali lagi ia yang lagi pintu rumah Aruna. Wanita itu benar-benar tidak mau keluar dengan terpaksa ia meninggalkan rumah Aruna.
Setelah dirasa pria itu pergi Aruna membuka pintu untuk memastikan Julian tidak ada di sekitar rumahnya. Ia bernafas lega tidak mendapati pria itu di sekitar rumahnya entah kenapa rasanya ia terancam dengan keberadaan Celine di kota ini. padahal ia tidak melakukan apapun dengan wanita itu bahkan baru pertama kali bertemu
Karena sudah siang Aruna pergi ke sekolah Raven untuk menjemputnya. Namun, di jalan ia tidak sengaja melihat mobil Julian menyalip kendaraannya jangan-jangan pria itu mau ke sekolah anaknya. Aruna melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi agar tidak didahului pria itu.
Akhirnya ia sampai di sekolah Raven, iya tidak melihat mobil Julian di sekitar sekolah, berarti pria itu entah pergi ke mana. Wanita itu merasa bersyukur dan berharap pria itu tidak mengusiknya lagi karena jujur saja ya sudah muak.
Bel pulang sekolah berbunyi Raven keluar dari kelasnya berlari ke arahnya. "Mama aku sudah pulang, tadi belajar dengan guru sangat asyik aku mendapatkan nilai tertinggi di kelas," celoteh anak itu dengan nada menggemaskan.
Aruna tersenyum, lalu mengusap lembut kepala Raven, "kau hebat hari ini," ucapnya seraya mengacungkan jempol.
"Iya, Mama. Karena aku mendapatkan nilai yang tinggi hari ini aku boleh minta hadiah?" tanyanya dengan wajah memelas.
Aruna agak terkejut mendengarnya. "wah hadiah? apa yang kau inginkan?" tanyanya, menatap hangat anak itu.
Raven mengetukkan jari telunjuk ke samping kepalanya. "Mama harus baikan sama ayah. beberapa hari ini ayah tidak berkunjung ke rumah apakah Mama memarahinya?"
Aluna mengerutkan keningnya. "Mama tidak memarahinya. Dia sedang sibuk bekerja, karena itu akhir-akhir ini ayah jarang ke rumah," ucapnya terpaksa bohong.
Raven menatap tajam ibunya, "tapi Mama janji akan baikan sama ayah?"
Wanita itu menganggukkan kepalanya "Iya, Mama janji,"
"Siapa yang kau panggil ayah itu?"
Terima kasih.