Irish kembali, membawa dua anak kembar dan luka lama yang telah berubah menjadi kekuatan. Ethan, pria yang dulu mengabaikannya tanpa rasa, kini tak bisa mengalihkan pandangan. Ada yang berbeda dari Irish, keteguhan hatinya, tatapannya, dan terutama... anak-anak itu. Nalurinya berkata mereka adalah anaknya. Tapi setelah semua yang ia lakukan, pantaskah Ethan berharap diberi kesempatan kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 1
Empat tahun bukan waktu yang sebentar. Tapi bagi Ethan, empat tahun terasa seperti menanggung beban yang tak pernah selesai.
Irish, perempuan yang dulu dinikahinya bukan karena cinta. Perempuan yang tak pernah berhasil menembus tembok dingin di hatinya, karena dia memiliki wanita lain yang dia cintai, yaitu, Carisa, istrinya sekarang.
Dulu, ia tidak mencintai Violet. Itulah kenyataan paling kejam, dan karena tak mencintai, ia merasa berhak memperlakukan Violet semena-mena. tanpa sedikit pun merasa bersalah.
Hanya setelah Violet pergi, setelah malam itu, malam di mana dia merenggut kesucian Irish, lalu wanita itu pergi tanpa mengambil apapun darinya. Ethan menyadari betapa ia telah melampaui batas. Penyesalan itu tumbuh perlahan, menusuk tiap kali ia mengingat bagaimana Violet dulu memandangnya dengan air mata bercampur putus asa.
Dan, setelah empat tahun, Violet kembali, dengan nama yang lain, Irish.
Dan, yang lebih mengangetkan, Violet kembali dengan dua orang anak, kehadiran anak kembar yang berusia empat tahun, anak yang mungkin adalah darah dagingnya bersama Irish, mengguncang dunianya.
Mungkinkah benar itu anaknya?
Jika iya, Ethan tahu ia tak punya hak apa pun untuk memaksa Irish memaafkan. Namun sebagai ayah, ia tak mau kehilangan anaknya.
Menebus kesalahannya? Mungkin itu satu-satunya hal yang masih bisa ia perjuangkan sekarang.
“Ethan, ada apa kau memanggilku? Aku masih punya dua operasi lagi sore ini. Cepat katakan saja.” Leo duduk di sofa tamu Ethan, meneguk soda dingin yang sudah disiapkan khusus untuknya.
“Lei, ada sesuatu yang ingin kukonsultasikan denganmu.” Ethan duduk berhadapan dengannya, menatap serius.
“Jangan bilang ini soal kamu dan istrimu lagi?” Leo menghela napas, lalu menggumam, “Sudah berkali-kali kubilang, pertama, rawat kesehatan kalian berdua dengan baik, kedua, soal anak itu juga urusan takdir, dan....”
“Bukan itu!” Ethan buru-buru memotong. “Aku mau tanya, bagaimana caranya melakukan tes paternitas?”
“Tes paternitas?” Leo menatapnya heran. “Kamu kan belum punya anak. Kenapa tiba-tiba bicara soal tes paternitas?”
“Mungkin… setelah tes itu, aku akan punya seorang dua anak berusia empat tahun.” Ethan menyandarkan badan dengan sedikit senyum di wajahnya.
“Dua anak berusia empat tahun?!” Leo tertawa tidak percaya. “Ethan, lebih masuk akal kalau kamu bilang baru saja membeli semua tanah di pusat kota dan mau membangun taman hiburan. Itu jauh lebih realistis.”
“Anak itu bukan anakku dengan Carisa.” Ethan menggeleng pelan.
“Bukan kamu dan Carisa?” Leo terdiam, menatapnya penuh rasa ingin tahu. “Lalu anak siapa?”
Ethan hanya memandang Leo tanpa sepatah kata pun, tapi sorot matanya penuh arti.
Leo mulai menebak-nebak, lalu wajahnya berubah drastis. Empat tahun? Violet?
“Jangan bilang ini ada hubungannya dengan Violet?” Leo nyaris berdiri karena terkejut.
Ethan tetap diam, hanya menatapnya dengan keyakinan.
Leo merasakan dadanya berdebar kencang. “Ethan, kamu tahu kan ini bukan drama sinetron? Anak itu tidak muncul begitu saja setelah kalian berpisah. Secara medis, perlu proses jelas supaya gen ayah dan ibu bergabung, baru bisa lahir anak. Tidak semudah itu!”
Ethan merenung sebentar mendengar penjelasan Leo, lalu dengan nada sungguh-sungguh berkata, “Mungkin karena… kemampuanku cukup kuat, jadi berhasil di percobaan pertama.”
Leo menatapnya tanpa kata. Bahkan dengan kondisi terbaik Irish sekalipun, dan kemampuan Ethan yang diakui hebat, peluangnya tetap terlalu kecil.
Apalagi, selama menikah empat tahun dengan Carisa pun mereka belum juga punya anak. Leo hanya bisa membayangkan seberapa buruk kondisi kesehatan Carisa sebenarnya, sampai-sampai tak kunjung hamil meski Ethan sedemikian percaya diri.
Ethan tidak mau memperpanjang topik soal “kemampuannya”, jadi langsung mengalihkan pembicaraan. “Baiklah, lupakan itu. Yang mau kutahu, kalau aku ingin tes paternitas, apa saja yang perlu disiapkan?”
Leo menarik napas, berusaha bersikap profesional. “Sampel darah, rambut, air liur, atau sel rongga mulut semuanya bisa dipakai. Biasanya tes dilakukan lewat pemeriksaan kromosom polimorfisme atau tes pengetikan DNA. Setiap manusia punya 23 pasang kromosom, dengan gen di masing-masing lokus. Separuh gen dari ayah, separuh lagi dari ibu. Kalau lokus DNA anak cocok dengan ayah dan ibunya, barulah hubungan orangtua bisa dipastikan.”
Ethan mengangguk. “Bagaimana cara menentukan hasilnya nanti?”
“Pada tes DNA, akan diperiksa belasan hingga puluhan penanda genetik,” jelas Leo. “Kalau semua cocok, hubungan orangtua-anak bisa dipastikan. Kalau lebih dari tiga lokus berbeda, hubungan itu bisa dikesampingkan. Kadang satu-dua lokus berbeda bisa karena mutasi, jadi harus diuji ulang. Akurasi menolak hubungan ayah hampir 100%, sementara akurasi memastikan hubungan ayah bisa mencapai 99,99%.”
Ethan berpikir sejenak, lalu bertanya hati-hati, “Kalau ibunya tidak mau ikut tes, tesnya tetap bisa dilakukan?”
“Bisa,” jawab Leo, meski agak ragu. “Tes tanpa sampel ibu memang sedikit lebih terbatas, tapi tetap cukup akurat kalau ayah dan anaknya diambil sampel. Kalau mau, aku bisa membantumu mengatur tesnya.”
Ethan menghela napas, tampak lebih lega. “Terima kasih.”
gemessaa lihatnya