NovelToon NovelToon
DiJadikan Budak Mafia Tampan

DiJadikan Budak Mafia Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Mafia / Balas Dendam / Lari Saat Hamil / Berbaikan / Cinta Terlarang / Roman-Angst Mafia
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: SelsaAulia

Milea, Gadis yang tak tahu apa-apa menjadi sasaran empuk gio untuk membalas dendam pada Alessandro , kakak kandung Milea.
Alessandro dianggap menjadi penyebab kecacatan otak pada adik Gio. Maka dari itu, Gio akan melakukan hal yang sama pada Milea agar Alessandro merasakan apa yang di rasakan nya selama ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SelsaAulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Senja menyelimuti langit, meninggalkan semburat jingga yang memudar di ufuk barat.

 Di ruang makan yang diterangi cahaya lampu hangat, Milea dan Gio menikmati makan malam dalam keheningan. Hanya denting sendok dan garpu yang memecah kesunyian, seakan menjadi iringan bagi perasaan yang tak terucapkan.

Setelah makan malam, Gio meraih tangan Milea, jemarinya mencengkeram lembut namun terasa begitu kuat. Mereka berjalan menuju kamar, langkah kaki mereka bergema pelan di lantai. Di sana, di bawah cahaya lampu tidur yang redup, Gio menyodorkan beberapa butir obat, resep dokter untuk Milea.

"Minum ini," katanya, suaranya terdengar parau, mencoba meredam gejolak di dalam hatinya.

Milea menerima obat itu, raut wajahnya datar. Ia menelan obat-obatan tersebut tanpa sepatah kata pun, selain ucapan terima kasih yang singkat dan dingin.

Tatapannya kosong, menatap ke arah jendela, di mana bayangan pohon rindang di halaman rumah mereka bergoyang pelan diterpa angin malam.

Tatapan Gio berubah, tajam dan menusuk seperti duri. Kekecewaan dan amarah bercampur aduk dalam dadanya.

 Sikap dingin Milea membuatnya frustasi. Ia ingin sekali memeluk Milea, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, namun kata-kata seakan tersangkut di tenggorokannya.

Milea sendiri tak menyadari perubahan ekspresi Gio, pikirannya melayang entah ke mana, terjebak dalam lautan kesedihan yang tak mampu ia ungkapkan. Keheningan kembali menyelimuti mereka, lebih berat daripada sebelumnya.

Dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab dan perasaan-perasaan yang terpendam. Malam itu, di bawah langit yang gelap, hubungan mereka seakan semakin rapuh, terancam oleh dinding es yang semakin menebal di antara mereka.

"Ada apa denganmu, Milea?!" Suara Gio menggelegar, rendah namun penuh tekanan, menguncang tubuh Milea hingga ke tulang sumsum.

Tangannya mencengkeram pundak Milea dengan kuat, jari-jarinya seperti cakar baja yang menancap dalam daging. Mata Gio menyala-nyala, mengintimidasi.

Milea menatap mata Gio dengan tatapan yang tak kalah tajam. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, namun ia tahan. Ia ingin Gio melihat betapa hancur hatinya, betapa terluka jiwanya.

"Apa aku harus senang karena diculik olehmu? Apa aku harus bahagia menjadi budakmu? Apa aku harus menikmati hari-hari bersama pria yang telah memisahkan aku dari kakakku?!" Suara Milea bergetar, namun tetap teguh. Setiap kata yang keluar dari bibirnya adalah peluru yang menembus pertahanan Gio.

"Sepertinya aku terlalu baik padamu akhir-akhir ini, hmm? Sampai kau berani seperti ini padaku?" Amarah Gio meledak. Cengkramannya semakin kuat, nyaris membuat Milea terengah-engah.

"Baik? Kau baik padaku? Sadarlah, Gio! Jika kau baik, kau tidak akan menculikku, menjadikan aku budak seksmu!" Milea berteriak, air mata akhirnya tumpah membasahi pipinya. Tangisnya pecah, suara isak tangisnya menyayat hati.

"Jangan lupakan statusmu! Kau budakku! Kau alatku untuk membalas dendam pada Alessandro! Jangan mengira kau wanita spesial dalam hidupku. Bagiku, kau hanya wanita murahan, rendahan, mengerti?!" Gio melepaskan Milea dengan kasar, tubuhnya jatuh terduduk di lantai, lemas dan hancur.

Milea runtuh. Air matanya mengalir deras, membasahi wajahnya yang pucat. Kata-kata Gio, tajam dan kejam, menghancurkan sisa-sisa harapan yang masih tersisa di hatinya.

Ia merasa seluruh dunianya runtuh, terkubur di bawah beban penindasan dan keputusasaan. Di tengah kegelapan malam, tangis Milea menjadi satu-satunya suara yang terdengar, menceritakan betapa pedihnya luka yang ia derita.

*

*

*

Di ruang kerjanya yang remang-remang, Gio mencoba menenangkan diri. Aroma kayu jati tua dan kulit buku memenuhi ruangan, namun tak mampu menenangkan badai yang mengamuk dalam dirinya.

Ia menuangkan segelas wiski, cairan berwarna amber itu berkilat di bawah cahaya lampu meja. Tangannya gemetar saat mengangkat gelas itu ke bibir, menelan cairan yang terasa dingin dan menyengat.

Ia duduk di kursi kerja kulitnya yang empuk, tubuhnya lunglai. Matanya terpejam, mencoba menghalau bayangan Milea yang terus menghantui pikirannya.

Jari-jarinya memijat pelan pelipisnya, meredakan sakit kepala yang tiba-tiba menyerang.

Bau wiski yang menyengat bercampur dengan aroma kopi basi dan kertas-kertas tua, membentuk aroma khas ruang kerjanya yang malam ini terasa begitu menyesakkan. Ia merasa terjebak, terkurung dalam labirin kesedihan dan penyesalan.

"Apa aku terlalu kejam padanya? Apakah kata-kataku tadi melukai hatinya?" Pertanyaan itu terngiang dalam benaknya, suara hati yang lirih namun menusuk.

Tanpa disadari, matanya berkaca-kaca, bayangan wajah Milea yang hancur terukir jelas di retina matanya. Rasa sesal, sehalus embun pagi, mulai merayap ke dalam hatinya yang keras.

Namun, sebelum rasa sesal itu berkembang lebih jauh, Gio segera membentak dirinya sendiri. "Tidak! Gio, kau berhak berbicara seperti itu! Dia budakmu, dan kau tuannya! Kau memang harus mendidik anjing yang mulai liar!" Ia mengulang mantra itu berulang kali, mencoba memadamkan api penyesalan yang mulai berkobar.

Ia tak boleh kehilangan kendali, tak boleh kehilangan kekejamannya. Balas dendamnya harus berjalan mulus, sesuai rencana awal. Ia harus tetap tegar, tetap menjadi Gio yang dingin dan tak kenal ampun.

Bayangan Alessandro, musuh bebuyutannya, dan bayangan Berlin yang terbaring lemah muncul dalam pikirannya, menguatkan tekadnya untuk tetap berpegang teguh pada rencananya, sekalipun itu berarti harus mengorbankan hati nuraninya.

Ponsel Gio bergetar, memecah kesunyian di dalam ruang kerja itu. Ia melirik sekilas, nama Marco yang tertera di layar. Dengan sigap, ia menjawab panggilan itu.

"Ada apa?" suara Gio terdengar datar.

"Tuan," suara Marco terdengar sedikit panik, "Nona Gisela... Nona Gisela mabuk berat."

Gio mengerutkan kening. Gisela?? "Hubungi keluarganya," perintah Gio, suaranya tegas.

"Maaf, Tuan," Marco menjawab dengan ragu, "Nona Gisela tidak ingin keluarganya tahu. Begitupun dengan teman-temannya."

Gio terdiam sejenak, memikirkan situasi yang rumit. Gisela, wanita yang pernah menyelamatkan adiknya dari bahaya. Ia teringat akan budi baik Gisela. "Baiklah," kata Gio akhirnya, suaranya sedikit melunak, "Aku akan segera ke sana."

Ia mengakhiri panggilan telepon, jari-jarinya masih memegang erat ponsel. Ia akan menolong Gisela, bukan karena rasa simpati, tetapi karena rasa terima kasih atas kebaikan wanita itu di masa lalu hingga saat ini.

1
it's me NF
lanjut... 💪💪
Siti Hadijah
awalnya cukup bagus,, semoga terus bagus ke ujungnya ❤️
SelsaAulia: terimakasih kaka, support terus ya ☺️❤️
total 1 replies
Elaro Veyrin
aku mampir kak,karya pertama bagus banget dan rapi penulisannya
SelsaAulia: terimakasih kaka
total 1 replies
Surga Dunia
lanjuttt
Theodora
Lanjut thor!!
Surga Dunia
keren
Theodora
Haii author, aku mampir nih. Novelnya rapi enak dibaca.. aku udah subs dan like tiap chapternya. Ditunggu ya update2nya. Kalau berkenan mampir juga yuk di novelku.
Semangat terus kak 💪
SelsaAulia: makasih kakak udh mampir 🥰
total 1 replies
✧༺▓oadaingg ▓ ༻✧
karya pertama tapi penulis rapi bget
di tunggu back nya 🥰
SelsaAulia: aaaa.. terimakasih udah mampir☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!