NovelToon NovelToon
KKN Berujung Istri Juragan

KKN Berujung Istri Juragan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Romansa Fantasi / Beda Usia / Gadis nakal
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Azzahra rahman

Program KKN Sarah tidak berakhir dengan laporan tebal, melainkan dengan ijab kabul kilat bersama Andi Kerrang, juragan muda desa yang sigap menolongnya dari insiden nyaris nyungsep ke sawah. Setelah badai fitnah dari saingan desa terlewati, sang mahasiswi resmi menyandang status Istri Juragan.

Tetapi, di balik selimut kamar sederhana, Juragan Andi yang berwibawa dibuat kewalahan oleh kenakalan ranjang istrinya!
Sarah, si mahasiswi kota yang frontal dan seksi, tidak hanya doyan tapi juga sangat inisiatif.

"Alis kamu tebel banget sayang. Sama kayak yang di bawah, kamu ga pernah cukur? mau bantu cukurin ga? nusuk-nusukan banget enak tapi ya sakit."

"Jangan ditahan, cepetin keluarnya," bisiknya manja sambil bergerak kuat dan dalam.
Saksikan bagaimana Andi menahan desah dan suara derit kasur, sementara Sarah—si malaikat kecil paling liar—terus menggodanya dengan obrolan nakal dan aksi ngebor yang menghangatkan suasana.

Ini bukan sekadar cerita KKN, tapi yuk ikuti kisah mereka !!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Azzahra rahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Awal Baru Sarah dan Andi

Malam itu, bulan menggantung bulat sempurna di atas langit desa. Angin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan suara jangkrik yang bersahut-sahutan. Di kamar yang sederhana namun penuh kehangatan, Sarah duduk di tepi ranjang. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Bukan karena takut, tapi karena malam itu adalah malam pertama ia resmi menjadi istri

Andi duduk di tepi ranjang, wajahnya memerah karena gugup. Sejak tadi tangannya hanya memainkan ujung sarung yang dikenakannya, sementara Sarah menatapnya sambil tersenyum geli.

Andi dan Sarah akhirnya duduk berdua di kamar pengantin yang dipenuhi aroma bunga melati. Lampu minyak di sudut ruangan berkelip pelan, menebarkan cahaya temaram yang membuat suasana semakin syahdu.

“Mas…” Sarah memanggil lembut, nada suaranya seperti bercampur godaan. “Kenapa diam saja? Biasanya banyak bicara, sekarang malah jadi patung.

Andi menelan ludah. “Aku… aku cuma… ya, bingung harus ngomong apa,” ujarnya jujur, membuat wajah Sarah makin sumringah.

Sarah mendekat, duduk di sampingnya, lalu dengan nakal menyentil lengan Andi. “Mas ini lucu sekali. Kita sudah sah jadi suami istri, tapi kok kayak anak kecil yang ketahuan mencuri permen.”

Andi menoleh, tatapan matanya gugup tapi penuh rasa sayang. “Aku takut salah, takut bikin kamu nggak nyaman.”

Mendengar itu, Sarah malah semakin gemas. Ia mengangkat wajahnya lebih dekat ke Andi, lalu berbisik, “Kalau Mas nggak mulai, biar aku saja yang nakal duluan.”

Andi terbelalak, wajahnya semakin panas. Namun sebelum sempat ia protes, Sarah sudah mencuri kecupan cepat di pipinya. Andi terdiam, matanya berkedip cepat, lalu refleks menutup wajah dengan kedua tangannya.

“Ya Allah, Sarah…” gumamnya, malu sekaligus bahagia.

Sarah terkikik, lalu menarik tangan Andi agar tidak menutupi wajahnya. “Mas… mulai sekarang, jangan panggil aku Sarah terus. Panggil sayang, dong.”

Andi tercekat, pipinya makin merah. Ia menunduk, lalu pelan-pelan berbisik, “Sa… sayang.”

Sarah langsung tersenyum lebar, matanya berbinar. “Hmm, gitu dong. Sekali lagi.”

Andi menghela napas, mencoba menguasai diri, lalu menatap mata istrinya. “Sayang.” Kali ini lebih tegas, lebih tulus.

Jantung Sarah berdegup cepat mendengar itu. Ia pun, dengan nakal, menyandarkan kepalanya ke bahu Andi. “Aku suka kalau Mas manggil begitu. Jangan berhenti, ya.”

Malam pertama mereka pun dipenuhi obrolan hangat, canda, dan tatapan mesra. Tidak ada yang berlebihan, hanya dua hati yang sedang belajar menyatu. Andi yang polos akhirnya luluh oleh keberanian Sarah. Sementara Sarah, meski genit dan nakal, tetap menunjukkan kasih sayang yang tulus. Dalam keheningan malam, mereka berdua larut dalam pelukan penuh cinta, tanpa perlu banyak kata

“Minum dulu, Sayang,” ucapnya sambil menyodorkan gelas.

Sarah menerima, tangannya sedikit bergetar. Kata “Sayang” itu terasa asing tapi juga manis, menyalakan getar dalam dirinya. Setelah meneguk air, ia tersenyum tipis. “Kamu nggak capek?”

Andi duduk di sampingnya, menatap lekat. “Capekku hilang waktu lihat senyummu.”

Sarah merona, lalu menunduk. Malam itu mereka berbicara panjang: tentang masa kecil, mimpi-mimpi, bahkan hal-hal kecil seperti makanan favorit. Semakin lama, keheningan di antara obrolan mereka justru menghadirkan kenyamanan.

Andi lalu menggenggam tangan Sarah, jemarinya hangat. “Aku janji, mulai malam ini sampai nanti aku tua, aku akan jagain kamu. Bukan cuma sebagai istri, tapi sebagai sahabat, teman hidup, segalanya.”

...----------------...

Keesokan harinya, suasana rumah mertua terasa berbeda. Sarah bangun pagi-pagi, mencoba menyesuaikan diri dengan kehidupan baru. Ia mengikuti ibu mertua ke dapur, belajar menyiapkan sarapan sederhana.

Awalnya canggung, tapi Andi tiba-tiba muncul, masih mengenakan kaus oblong dan sarung. Ia langsung ikut membantu, memotong sayur sambil sesekali mencuri pandang pada istrinya.

“Mas, jangan motong asal, itu kepanjangan,” tegur Sarah sambil menahan senyum.

Andi nyengir. “Iya, sayang. Aku belajar dari kamu.”

Sarah meliriknya, geli sekaligus terharu. Panggilan “sayang” itu sekarang keluar lebih lancar, dan tiap kali terdengar, hatinya bergetar hangat.

Saat makan bersama keluarga, Sarah ditanya-tanya oleh kerabat dan tetangga yang datang berkunjung. Semua terlihat antusias menyambutnya sebagai bagian baru dari keluarga. Sarah berusaha ramah, menjawab dengan sopan, meski beberapa kali ia melirik Andi yang duduk di sampingnya.

Andi, yang biasanya kaku, kini tak ragu menunjukkan perhatian kecil. Ia menuangkan air minum untuk Sarah, mengambilkan lauk, bahkan sesekali membisikkan, “Kalau malu, pegang tanganku saja.”

Sarah pun tersenyum nakal, diam-diam menggenggam tangan suaminya di bawah meja. Andi tersentak, tapi tak melepaskan. Ia justru menggenggam balik, wajahnya berseri-seri meski telinganya merah padam.

Sarah mulai mengenal adat desa. Ada tradisi kunjungan keluarga, di mana pengantin baru menyambangi rumah tetua desa untuk memberi salam. Andi selalu setia menemani, bahkan kadang menggoda Sarah dengan panggilan manja di depan orang lain.

“Sayang, capek nggak? Kalau capek, nanti aku pijitin,” bisik Andi saat perjalanan pulang.

Sarah langsung menoleh dengan mata berbinar, lalu menepuk pelan dada Andi. “Mas sekarang jago romantis, ya? Jangan bikin aku ketagihan.”

Andi terkekeh malu, tapi jelas ia menikmati perannya sebagai suami yang penuh cinta.

Sarah sering bertingkah nakal—kadang pura-pura ngambek kalau Andi lupa bilang “sayang”, kadang tiba-tiba mencium pipinya lalu kabur. Andi, meski selalu salah tingkah, akhirnya belajar membalas dengan caranya sendiri. Ia suka menyelipkan perhatian kecil: menyiapkan air hangat, membantu mencuci piring, atau sekadar menatap istrinya dengan senyum tulus.

Hubungan mereka menjadi campuran indah antara canda, keintiman, dan cinta yang makin dalam.

Suatu malam, menjelang akhir masa KKN, Sarah duduk di beranda rumah mertua, menatap bintang. Andi datang, duduk di sampingnya, lalu menggenggam tangannya.

“Sayang…” Andi berbisik, kali ini tanpa ragu.

Sarah menoleh, matanya berkilau. “Iya, Mas?”

Andi menatapnya penuh perasaan. “Aku bersyukur banget, kamu ada di sini, di sisiku. Rasanya aku nggak perlu apa-apa lagi selain kamu.”

Sarah terdiam, lalu bersandar di bahunya. “Dan aku bersyukur, Mas selalu sabar, selalu tulus. Aku tahu… meski aku sering nakal, Mas tetap sayang sama aku.”

Andi tersenyum, lalu mengecup kening Sarah dengan lembut. “Sayangku… aku ketagihan setiap kali kamu nakal. Karena dari situ aku tahu, kamu nyaman sama aku.”

Sarah tertawa kecil, lalu menutup mata, menikmati momen itu.

Di malam penuh bintang itu, tanpa kata-kata berlebihan, keduanya sadar: cinta mereka sudah kokoh. Sarah dengan kenakalan manisnya, Andi dengan kepolosan dan kesabarannya—keduanya saling melengkapi, menjadikan pernikahan mereka bukan sekadar ikatan, melainkan rumah yang hangat.

Dan dengan panggilan sayang yang kini mengalir lancar dari bibir Andi, Sarah tahu, cintanya akan terus tumbuh di tanah desa yang sederhana, tapi penuh kebahagiaan.

1
Mahrita Sartika
adegan romantis kurang durasi 😍
Ara25: heheh 🤭
total 1 replies
Mahrita Sartika
hah KKN ya,,, jadi ingat dengan masa kuliah dulu
Mahrita Sartika
masih menyimak 🤭🤭🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!