Dalam hidup terkadang kita tidak bisa memaksakan kehendak meskipun ingin. Rasa ingin memiliki yang begitu besar harus mengalah pada takdir dan kenyataan yang tidak sejalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri_1987, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan Reyna saat ini. Mungkin rasanya seperti telah tumbuh taman bunga di hatinya dengan sejuta kupu-kupu dengan sayapnya yang berwarna-warni beterbangan di sana.
Ya .... Mungkin seperti itulah rasanya. Rasa teramat bahagia karena bisa menghabiskan waktu bersama dengan Dimas. Pria yang tidak pernah pergi dari dalam hatinya.
Mereka menghabiskan waktu berdua, bergandengan tangan menikmati pemandangan sekitar Villa, menyentuh dan bergelung dalam selimut yang sama tanpa ada rasa khawatir ada yang mengganggu waktu kebersamaan mereka.
Dimas berulang kali membisikkan kata cinta, yang membuat perasaan Reyna semakin melambung.
'Ya Allah..... Bolehkah jika aku meminta waktu berhenti saat ini? Agar kami bisa lebih lama lagi seperti ini....'
Mereka layaknya sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu. Mesra, tidak pernah meninggalkan satu sama lain. Kemanapun selalu bersama. Itulah Reyna dan Dimas.
Orang yang melihat pun pasti tidak akan menyangka jika mereka sebenarnya adalah pasangan selingkuh.
Tetapi apapun itu, Reyna tidak mau pikiran negatif singgah dalam pikirannya sebentar saja. Dia tidak ingin moodnya rusak oleh pikirannya sendiri. Dia harus menikmati hari selama di sini.
Ya.... Tidak heran, karena jika sudah kembali nanti mereka pasti akan kucing-kucingan untuk bertemu seperti biasanya. Karena itu, Reyna tidak mau melepaskan Dimas walau sebentar. Dan Dimas selalu tertawa geli saat Reyna mengungkapkan alasannya. Mungkin kesannya terlalu berlebihan.
Reyna dan Dimas sedang menikmati makan malam di luar Villa saat ponselnya tidak berhenti berkedip. Memang, Dimas sengaja membisukan dering ponselnya agar tidak mengganggu kemesraan mereka.
Bahkan, Dimas sengaja tidak mengangkat telpon yang berhubungan dengan pekerjaan, tidak mau terganggu adalah alasannya. Reyna merasa sangat istimewa. Belum tentu Dimas akan melakukan semua itu saat sedang bersama Sherin.
Reyna tahu siapa yang menelpon Dimas sekarang. Pasti itu Sherin. Tidak bisakah dia membiarkan mereka sebentar saja dengan tidak mengganggu dengan telepon-teleponnya yang tidak penting itu?
Sejak mereka sampai di Villa, Sherin sering kali menghubungi Dimas dan menanyakan hal-hal yang menurut Reyna tidak penting.
Menelpon hanya untuk menanyakan hal-hal remeh seakan Dimas adalah balita yang belum bisa menjaga dirinya sendiri, dan tetap membutuhkan pengawasannya kapanpun dan dimanapun Dimas berada. Dan semu itu membuat Reyna jengah.
Dalam benak Reyna berharap Dimas tidak menjawab telpon dari Sherin kali ini. Tapi ternyata dugaannya salah. Dimana-mana memang istri sah selalu menang. Entah itu di dunia nyata maupun dunia maya.
Dimas mengangkat telpon dari Sherin dengan memberi isyarat pada Reyna agar tidak bersuara. Reyna menggigit bibir kecewa.
Tidak begitu lama, Dimas kembali meletakkan ponselnya di meja. Reyna tidak terlalu menyimak pembicaraan mereka. Dia tidak mau rasa cemburu merusak momen bahagianya bersama Dimas.
Reyna dan Dimas kembali ke Villa setelah memuaskan mengisi perut dan menikmati langit malam pegunungan yang indah. Besok mereka sudah harus pulang. Tapi ada perasaan tidak rela di hati Reyna.
Meninggalkan Villa berarti mereka harus kembali sembunyi-sembunyi untuk bisa bersama. Dan itu berarti Reyna akan merasakan cemburu dan sakit hati lagi jika memikirkan Dimas sedang bersama dengan Sherin.
Tapi entah kenapa Reyna seakan tidak menyukainya. Wanita itu menginginkan Dimas seutuhnya, tanpa harus berbagi dengan Sherin.
Mungkin kalau Reyna egois, tanpa memikirkan perasaan orang di sekitarnya terutama Ibunya, wanita itu pasti sudah menjadikan Dimas miliknya seutuhnya.
Pikiran konyol apa lagi itu? Mengapa Reyna menjadi seperti itu?
*****
"Mas...." langkah Reyna terhenti, tatapannya terpaku pada Dimas yang duduk di atas ranjang. Ponselnya menempel di telinga sebelah kirinya. Laki-laki itu sedang menelpon. Mungkinkah dengan Sherin?
Perasaan Reyna menjadi tidak enak. Air muka Dimas pun sedikit berubah. Dimas menempelkan telunjuk di bibirnya, sebagai tanda menyuruhnya untuk diam. Reyna pun mengucapkan maaf tanpa suara, hanya bibirnya saja yang bergerak. Menghampiri Dimas dan duduk di sampingnya dengan sepelan mungkin.
["Siapa?"] Dimas bertanya dengan mengerutkan alisnya.
["....."]
["Oh.... Itu. Aku sedang sarapan di luar. Mungkin suara orang di sebelah mejaku yang kamu dengar."]
["....."]
["Aku nggak bohong, Sherin!"] Dimas berkata lembut. Rasa perih menjalari sudut hati Reyna. Dia cemburu. Cemburu pada istri sah dari kekasihnya. Reyna pun meringis dalam diam.
["Hati-hati, aku menunggumu di rumah!"] Dimas mengakhiri percakapan telponnya dan beralih memeluk Reyna yang duduk tidak bersuara di sampingnya.
"Kenapa mendung begitu? Padahal di luar cerah lho!" Dimas tertawa menggoda. Reyna yakin jika Dimas tahu dirinya sedang cemburu. Reyna pun tersenyum hambar.
"Kita sarapan dulu, lalu berkemas pulang!"
"Mas...." panggil Reyna lirih. Dimas menatapnya dengan tatapan bertanya. "Kita pulang pagi ini? Kenapa nggak sore saja? Aku masih ingin bersamamu."
Dimas semakin mengeratkan pelukannya. "Sherin dan Mama sudah bersiap untuk pulang, Rey. Aku nggak mau kalau mereka bertanya-tanya kalau aku nggak ada di rumah, dan akhirnya membuat mereka mengetahui hubungan kita. Mungkin Sherin nggak akan curiga, tapi Mama? Beliau pasti banyak bertanya dan curiga seperti waktu kamu mengantar Vania pulang dan kita tidak sengaja bertemu."
"Mas, nggak bisakah kita bersama tanpa memikirkan semua itu?" sisi egois dalam diri Reyna tiba-tiba muncul.
"Reyna....!"
"Aku lelah sembunyi-sembunyi terus, Mas!"
Dimas menggeleng lemah. "Dulu aku sudah siap akan memperjuangkan kamu, memperjuangkan hubungan kita apapun resikonya. Tapi kamu nggak mau dan memilih pergi. Sekarang kamu bilang lelah dengan hubungan seperti ini. Lalu aku harus bagaimana, Rey?"
Kata-kata Reyna itu tidak seharusnya ia ucapkan. Biar bagaimanapun posisi Reyna hanyalah sebagai wanita ketiga saat ini dalam kehidupan rumah tangga Dimas dan Sherin. Seharusnya Dimas lebih menerima, karena memang begitulah konsekuensinya menjadi yang ke dua. Menjadi bayang-bayang. Disembunyikan dan tidak diakui. Reyna harus terima itu, karena dia sendiri yang telah memilihnya.
"Maaf, Mas. Aku nggak bermaksud...."
"Aku mencintaimu, Rey! Dan selaku akan terus begitu. Aku minta kamu bersabar dengan keadaan sekarang ini. Aku hanya butuh waktu dan aku harap kamu mau menunggu."
Reyna mengangguk menerima penjelasan Dimas. Tapi jauh di lubuk hatinya ia merasa sangat kecewa. Reyna ingin sekali saja Dimas lebih mementingkan dia dari segalanya. Dari mereka yang dari dulu memang tidak menginginkan mereka untuk bersama.
Reyna.... Reyna!!
Dengan jalan memilih menjadi orang ketiga, berarti dia harus siap jika dirinya tidak pernah menjadi prioritas.
Banyak yang berpikir menjadi orang ketiga seperti yang dilakukan Reyna itu sangat menyenangkan. Banyak kesenanga yang didapatkan karena selalu diutamakan dan dibahagiakan oleh pasangannya itu.
Padahal perasaan yang didapatkan tidak melulu tentang bahagia saja. Justru lebih banyak hal yang tidak menyenangkan, sakit hati dan kekecewaan juga dirasakan.
Selain itu menjadi orang ketiga, tentunya posisinya selalu dirahasiakan. Jangan sampai dirinya sampai ketahuan oleh orang lain. Karena jika ketahuan, maka semuanya akan menjadi berantakan dan hubungan gelap yang dijalani otomatis akan berakhir.
Tidak heran jika menjadi orang ketiga dituntut untuk menjadi sosok yang selalu menunggu. Harus tahan banting saat pasangannya lebih memilih hubungan sahnya dibanding dirinya. Dia harus tetap menunggu, begitupun dengan keputusan yang diambil dalam hubungan.
Jadi, sebenarnya dalam hubungan gelap perselingkuhan yang paling tersakiti itu adalah sosok orang ketiga atau pelakor. Mengapa?
Karena dialah yang kehadirannya hanya ada saat dibutuhkan saja. Dia harus tahan jika tidak diprioritaskan, bahkan mungkin tidak dihubungi dalam beberapa hari dan juga berminggu-minggu lamanya.
Rasa cinta yang besar membuatnya memilih menjadi orang ketiga seperti Reyna. Tapi sebenarnya itu tidak akan membuatnya bahagia sama sekali.
Sudah tahu 'kan, apa saja hal buruk yang dirasakan oleh orang ketiga?
Tidak melulu tentang kebahagiaan saja, tapi lebih banyak kecewanya. Belum lagi jika nanti dia mendapat anggapan buruk dari semua orang, termasuk orang-orang di sekelilingnya.