Mencintai akan di sakiti.
Di cintai akan menyakiti.
Saling mencintai akan tersakiti
Sang anak Athena bersinar bak surya.
Merubah konsonan takdir dunia.
Kekasih takdir yang saling memberontak.
Membuat jurang kebodohan.
Sang anak Athena yang terus merintih sakit.
Yang melihatnya adalah saksi-saksi kekejaman takdir.
Sinopsis: Seorang dara yang masuk ke dalam sebuah novel Dektektif dengan segudang misteri. Namun tidak pernah terpikirkan bahwa dia memiliki peran di bawah pena takdir.
Terbagi menjadi pikiran dan emosi, sang jiwa luntang-luntung mencari jiwa yang asli. Paus yang bertemu putri duyung di pinggir laut lepas, serta sang Dewi yang terus mencari sang dara.
Mengikat janji di bawah lembayung biru bumantara dan berkeliaran di dunia yang menurutnya fiksi. Sang dara yang terus mencari apakah ia pikiran atau emosi, sampai ia mengetahui ekspresinya adalah 'kebohongan'.
—BLUE ROSE—
Tak peduli bahwa ia merubah takdir, takdir tetaplah takdir. Ia tidak akan bisa menebus semua dosanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon olivia junia f., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18: Jika Kau Tak Berusaha, Apa Yang Kau Dapatkan? (2)
Kawaikute Gomen—HoneyWorks
00:08 ————————————— • ——————01:06
⏭ ▶ ⏮
“**Seseorang yang tidak bisa menghargai apa yang orang lain miliki, lebih baik mati saja.” —Fujitsu Simioka**.
♪♣
**Brug**!?
Suara itu membuat semua atensi tertuju pada salah satu dari tiga gadis di meja seberang—yang terlihat lebih mencolok. Mulut gadis itu mengeluarkan busa, membuat dua gadis yang kita yakini temannya berteriak histeris.
Dua gadis itu saling berpelukan. Noe menghampiri mereka dan membawa mereka ke tempat aman. Walau Noe tau apa yang terjadi, ia tetaplah anggota Dektektif SevenSix.
Akami memeriksa mayat gadis yang terkapar di lantai. Matanya membulat sempurna, terkejut dengan apa yang ia periksa.
Alisnya tertekuk, “Ini sianida ...” ucapnya saat melihat pil di bekas kopi milik gadis itu.
Semuanya menegang dan menatap satu sama lain. Noe menghampiri Akami dan melihat pil itu.
“Benar, ini sianida. Pelaku yang bisa menaruhnya ada tiga. Dua temannya dan Uzumaki-San ...” ucap Noe dengan tatapan serius.
Uzumaki hanya tersenyum tipis, “Baiklah, aku mengerti.”
Polisi yang di panggil menutup jalur Cafe agar aman. Para Dektektif menginterogasi tersangka. Di ketahui korban bernama—Sasaki Mino.
Kedua temannya bernama—Himawari Ochaka dan Narima Kirara. Noe, Akami, dan Fujitsu sedang meminta kesaksian mereka.
“Jadi? Bisa beri kesaksian pada kami?” tanya Fujitsu.
Himawari mengangguk, “Saat aku memesan kopi, Sasaki-Chan pergi keluar untuk foto dan di kirim ke media sosialnya. Yang berada di meja kami hanya Narima-Chan,”
“Kau menuduhku? Walaupun hanya tersisa aku yang menunggu di meja, bukan berarti aku yang menaruh pilnya!?” seru Narima tidak terima.
“Sudah jelas, bukankah itu kau? Kenapa kau membentakku!” seru Himawari tidak kalah sengit.
Noe melerai pertengkaran mereka, “Baiklah, kami terima kesaksian kalian.”
Mereka kembali tenang, walau masih bertatapan sinis. Akami sibuk mencatat di buku kecilnya, sedangkan Fujitsu beranjak pergi ke arah mayat korban bergabung dengan Yoriku twins dan mengeceknya.
Di sisi Hashira dan Tarasama, mereka sedang mendengar kesaksian Uzumaki. Hashira yang mencatat dan Tarasama yang mendengarkan lebih cermat.
“Aku hanya membuat kopi seperti biasa dan menggunakan bahan-bahan kopi seperti biasa.” ucap Uzumaki dengan senyum tipis.
Hashira mengangguk pelan, “Terimakasih atas kesaksiannya Uzumaki-San.”
Uzumaki hanya mengangguk, sementara itu Noe dan Akami yang sudah selesai menghampiri Hashira dan Tarasama.
Noe berkacak pinggang, “Bagaimana?”
“Tidak ada yang mencurigakan, semua bahan kopinya normal.” ucap Tarasama sambil menghembuskan nafas pelan.
Akami membenarkan letak kacamatanya, “Haruskah kita panggil Hiro?”
“Hiro sedang melaksanakan tugas di kepolisian Yokohama.” ucap Fujitsu yang datang dan berdiri di samping Noe, “Masih banyak pekerjaannya di sana.” lanjutnya.
Yoriku twins juga bergabung, namun mereka membawa foto dimana tiga gelas Cappucino milik tiga gadis itu masih utuh belum di minum.
“Darimana kalian berdua dapat itu?” tanya Hiro penasaran.
“Dari ponsel korban, katanya niatnya mau di posting ke media sosial.” ucap Romino.
Fujitsu menaikkan salah satu alisnya, “Dia terkenal?”
Judy mengangguk sebagai tanda 'ya'. Noe memandang foto di ponsel tadi. Tiga gelas Cappucino, namun anehnya dua Cappucino yang lain bentuk hatinya sudah sedikit jelek—hanya sedikit.
“Sang korban meminum Cappucino yang ada di tengah. Jadi bagaimana bisa pelaku tau bahwa korban akan meminum Cappucino yang tengah?” tanya Hashira bingung.
Noe mengambil ponsel miliknya di saku, “Bagaimana kalau melihat media sosial korban?”
Noe mencari media sosial milik Sasaki dan ajaibnya ketemu. Fujitsu mengintip dari balik bahu Noe, ikut melihat layar ponsel Noe.
Noe melihat media sosial Sasaki, lalu mengerutkan kening. Di kebanyakan foto, Sasaki selalu berada di tengah dan terlihat lebih mencolok di bandingkan dua temannya
Fujitsu dan Noe saling berpandangan lalu melihat ke jari Himawari. Kuku jari Himawari terlihat panjang namun rapi. Sebuah lampu imajiner berada di atas kepala Noe dan Fujitsu.
Tapi suatu fakta, Noe hanya akting. Ia sudah tahu, hanya saja panggung kali ini milik Fujitsu.
“Begitu ... Aku mengerti.” ucap mereka berdua bersamaan.
Anggota yang lain bingung, “Bagitu? Noe-San dan Fuji-San sudah tahu pelakunya?” tanya Hashira kaget.
Fujitsu tersenyum tipis, “Ini mudah ...”
.
.
.
.
.
Mereka semua berkumpul, lengkap dengan para tersangka dan polisi. Fujitsu berdiri di tengah-tengah mereka. Noe sebenarnya di paksa Fujitsu untuk ikut tapi Noe menolak.
Fujitsu tersenyum, “Aku sudah tahu pelakunya ...”
Semuanya menegang, kecuali Noe. Ia sudah tahu apa yang akan terjadi. Fujitsu mengarahkan telunjuk tangannya ke arah gadis bertopi di depannya.
“Kau pelakunya, Himawari-San ...” ucapnya dengan tatapan datar.
Himawari tersentak kaget, “Hah? Ah, kenapa aku? aku tidak melakukan apapun. Mana mungkin aku tahu kalau Sasaki-Chan memilih gelas yang berada di tengah.”
Himawari terkekeh kikuk, namun Fujitsu tetap menatap datar. Ia muak dengan semua akting baik di dunia.
“Justru kau memanfaatkan otakmu itu, kan?Sasaki selalu ingin terlihat mencolok daripada kalian berdua ...” ucap Fujitsu dengan nada jengkel, “Kau merusak gambar hati di kedua kopi yang lain dengan kukumu dan pasti korban akan memilih yang berada di tengah. Karena gambarnya lebih cantik.” lanjutnya.
Himawari menggertakkan gigi, “Tidak! Tidak mungkin!”
Fujitsu mengepalkan tangannya, “Tidak mungkin? Tidakkah kau sadar kukumu itu bisa sebagai bukti!” bentak Fujitsu di akhir.
Himawari terperangah panik dan langsung melihat kukunya, “Tidak, tidak mungkin ... Bukan aku ...” Gumamnya dengan pelan.
Lalu tubuh Himawari terduduk di lantai, ia tidak kuasa menahan getaran kakinya. Noe yang melihat itu diam-diam tersenyum miring, di depannya ini ciri-ciri cewek pickme.
“Sasaki selalu lebih mencolok, selalu ingin menjadi pribadi yang lebih cantik dari kami berdua ... Aku tidak terima ... Dia selalu memuji dirinya sendiri dengan sombong ...” ucap Himawari pelan dengan tangisnya dan mengacak surainya frustasi.
Temannya—Narima—menggeleng pelan, ia tidak menyangka bahwa Himawari memiliki dendam pada Sasaki. Narima berjalan mundur perlahan sampai menabrak Hashira.
Hashira memegang bahu Narima saat gadis itu oleng. Tangisan Himawari semakin pecah, lalu dia menatap Fujitsu.
“Dia selalu lebih baik dariku! Dia selalu sempurna! Dia selalu mendapatkan perhatian lebih! Bahkan pacarku putus denganku karena Sasaki sudah merebut pacarku!?” teriakan Himawari menggema di Cafe.
Fujitsu sudah menundukkan kepala, membuat poninya menutup raut wajahnya. Namun perlahan-lahan tangan Fujitsu menunjuk sebuah teko yang ujungnya runcing.
“Seseorang yang tidak bisa menghargai apa yang orang lain miliki, lebih baik mati saja.” ucap Fujitsu dengan tatapan kosong, menatap ke arah mata Himawari.
Himawari membeku, “Hah? Apa?”
“Bleid: Lantunan Pikiran Kosong.” gumam Fujitsu.
Seketika mata Himawari berubah menjadi merah darah. Himawari mengangguk pelan dengan tatapan kosong, otaknya sudah di kendalikan. Himawari berjalan ke arah teko yang di tunjuk Fujitsu, sebentar lagi ia akan membernturkan kepalanya ke ujung runcing teko.
“Fuji! Sadar!” seru Noe saat ia menggoyangkan bahu Fujitsu, membuat lelaki itu sadar.
“Hah?” bingung Fujitsu saat ia sudah sadar.
Himawari sudah bersiap, ia tidak bisa mengendalikan pikirannya. Semuanya menegang, namun Judy dengan cepat mengaktifkan Bleidnya.
“Bleid: Neko!”
Judy berlari cepat lalu mendorong Himawari dan membatnya menghentikan aksi gila itu. Mereka berdua terjatuh lalu di bantu Akami dan Romino berdiri.
Himawari tersadar, ia linglung tidak tahu apapun. Fujitsu memegang kepalanya yang terasa sakit. Noe membantu menenangkannya.
“Terjadi lagi, gomen ... Aku terlalu emosional ...” gumamnya.
Noe memeluknya, “Daijobou ...” gumam Noe pelan.
“Noe-San ... Daisuki ...” gumam Fujitsu lagi, sambil menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Noe.
'Masih sempat-sempatnya ni bocah, tahan ... jangan di lempar.' batin Noe greget.
... Satu kata yang sulit untuk manusia.