Hulya Millicent harus terjebak dalam obsesi cinta seorang bos mafia. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya telah dinikahi oleh sang mafia semenjak usianya baru 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Permainan Paksa
...•••Selamat Membaca•••...
Dexter keluar apartemen mencari sarapan, dia bertemu dengan Hulya dan Marchel yang kini akan pergi ke butik. Hulya tersenyum ramah seperti biasa pada Dexter, senyuman yang mampu menyihir Dexter hingga lupa diri.
Marchel memeluk pinggang Hulya dengan posesif, Dexter tak memperhatikan hal itu, pandangannya justru tertuju pada wajah Hulya. Wajah yang dia jadikan fantasi ketika berhubungan dengan Tifani semalam.
“Mau ke butik?” tanya Dexter untuk membuka sapaan pagi ini pada Hulya.
“Iya, kamu sendiri mau ke mana?” tanya Hulya kembali, dia tidak menyadari kalau Marchel cemburu.
“Nyari sarapan, karna pagi ini aku tidak bisa sarapan denganmu,” canda Dexter yang dibalas senyuman oleh Hulya, hal itu hampir menyulut emosi Marchel.
“Kami duluan Dexter,” timpal Marchel lalu memasuki lift terlebih dahulu, suasana menjadi tegang antara Hulya dan Marchel di dalam lift.
“Kamu itu tidak bisa ya, biasa saja pada Dexter? Apa harus semanis dan selembut itu?” Hulya mengerutkan dahinya menatap Marchel.
“Mau biasa bagaimana lagi? Aku udah biasa sama Dexter, kamu saja yang berlebihan.”
“Aku tidak berlebihan, aku bisa lihat kalau dia suka sama kamu.”
“Stop Marchel, aku tidak pernah berpikir begitu, Dexter baik padaku karena dia memang baik, bukan berarti dia suka.”
“Kamu itu jangan terlalu polos begini Hulya.”
“Sudahlah Marchel, aku lelah debat denganmu kamu, tidak ada ujungnya.” Hulya melangkah lebih dulu keluar dari lift dan diikuti oleh Marchel.
Di dalam mobil, Hulya sibuk dengan ponselnya sedangkan Marchel masih meredam emosi, mengingat bagaimana tatapan Dexter pada Hulya tadi, sebagai pria yang sangat mencintai Hulya, dia sangat tahu arti tatapan Dexter tadi.
“Sibuk sekali kamu dari tadi? Chattingan dengan Dexter ya?” tuduh Marchel, Hulya mendengus kesal.
“Nih lihat, aku hanya scroll sosmed saja, tidak chattingan sama siapa pun, kamu ini kenapa?”
“Aku cemburu Hulya, aku benci jika ada pria lain yang menatapmu begitu.”
“Terus aku harus bagaimana? Ini bukan salahku.”
“Iya aku tahu ini bukan salah kamu, tapi apa tidak bisa kamu untuk merespon biasa saja?”
“Aku sudah biasa Marchel, aku bahkan tidak kecentilan sama Dexter.”
“Kamu itu terlalu ramah sama dia, Hulya.”
“Jadi? Kamu mau aku ketus gitu sama dia? Emang kamu pikir aku ini gila? Orang tidak punya salah malah aku jutekin?”
“Jangan-jangan kamu suka ya sama Dexter?” Hulya mengepalkan tangannya karena terus dituduh oleh Marchel.
“Jangan membuat suasana hatiku rusak Marchel, aku tidak suka memulai hari dengan mood yang berantakan.”
“Terserah kamu.”
Hulya sibuk dengan pekerjaannya, dia bahkan menghindari percakapan intens dengan Marchel, baginya, jika sudah bicara dengan Marchel, pasti ujung-ujungnya bertengkar dan salah paham.
“Hulya, ini sudah malam, ayo pulang, mau sampai jam berapa kamu di butik ini?” Hulya masih berkutat dengan kertas desain yang ada di depannya.
“Kalau kamu mau pulang ya silakan Marchel, aku masih sibuk.” jawab Hulya mencoba mengabaikan Marchel.
“Kau juga butuh istirahat, jangan kerja sampai begini juga.”
“Aku tidak suka diatur sama kamu, lagian kamu ini cerewet sekali dari tadi. Aku lelah, baru sehari kamu sama aku, tapi aku udah jengah dan risih.”
“Hah? Jadi bagimu aku ini pengganggu?”
“Kau pikir saja sendiri.”
“Ayo pulang sebelum aku bakar tokomu ini.”
“Kebiasaan mengancam itu tak pernah hilang darimu ya? Kau pikir aku takut? Ya sudah bakar saja.” Hulya mengemasi barangnya dan keluar dari sana, dia membiarkan orang kepercayaannya untuk menutup butik.
“Hulya, mau ke mana?” tanya Marchel saat Hulya tidak menaiki mobilnya.
“Aku mau naik taksi, aku lelah sama kamu Marchel.”
“Kamu jangan seperti anak kecil Hulya, ayo ke mobil.”
“Aku tidak mau, aku mau pulang sendiri.”
Marchel mencengkeram tangan Hulya dan menariknya, Hulya meringis, tangannya perih digenggam kuat oleh Marchel begitu.
“Lepas Marchel, kau itu apa-apaan?” Hulya berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Marchel.
“Kau itu bisa menurut padaku tidak? Jangan pancing emosiku Hulya.”
“Selama ini aku selalu menurut padamu, bahkan sampai detik di mana kau menceraikan aku, apa kau lupa? Selama menjadi istrimu, aku tidak pernah membantah mu kan, sekarang kau bukan siapa-siapaku, lepaskan aku Marchel.”
“Aku tidak suka kau bicara begitu Hulya, ayo kita rujuk dan semua ini akan kembali seperti biasa.”
“Aku tidak mau, rujuk denganmu sama saja menghancurkan hidupku, kau terlalu obsesif dan posesif, aku tidak nyaman begitu.”
Karena keras kepala Hulya tak bisa dikontrol oleh Marchel, pria itu menggendong Hulya dan memasukkannya ke dalam mobil.
Hulya tidak dibawa ke apartemen, melainkan dibawa kembali ke New York oleh Marchel, pria itu sudah mengatur perjalanannya dengan Hulya malam ini. Marchel bahkan tidak peduli dengan perlawanan Hulya sampai dia membius Hulya agar tidak berisik lagi.
...***...
Marchel terlihat santai saat mendengarkan amarah Hulya, dia bahkan tidak peduli dengan perkataan Hulya yang terus mengumpatnya.
“Apa tidak ada lagi kata-kata yang bisa kau keluarkan?” tanya Marchel saat Hulya diam, wanita itu merasa lelah karena sudah bicara tanpa henti sejak tadi tapi tidak di tanggapi oleh Marchel.
“Aku haus, mana minum?” pinta Hulya, Marchel tersenyum lalu memberikan segelas air putih pada Hulya.
“Bebaskan aku Marchel, aku tidak mau tinggal bersama denganmu lagi.” Nada bicara Hulya mulai melunak, berharap Marchel luluh.
“Awalnya aku pikir kita bisa menjalin hubungan dengan baik kembali Hulya, aku membiarkan kau bebas tapi ternyata aku tidak bisa. Aku tidak mau jika ada pria lain yang menyukaimu dan kau akan berpaling dariku.”
“Marchel, pernikahan itu tidak bisa dipaksakan, kita masih bisa menjalin hubungan dengan baik tanpa harus menikah, bukan.”
“Aku tidak mau begitu, aku ingin memiliki dirimu sepenuhnya. Aku tidak rela jika ada pria lain yang mencintai dirimu selain aku.”
“Lalu? Kau pikir aku akan menerima semua ini, dengan kau menyekap aku begini, tidak akan menyelesaikan masalah.”
“Ya setidaknya aku bisa memantau dirimu dan tidak akan ada pria lain yang bisa mendekatimu kecuali aku.”
“Kau itu sudah keterlaluan Marchel, aku tidak mau begini.”
“Lalu apa yang kau mau?”
“Aku hanya mau hidup tenang tanpa dirimu, sudah cukup aku menderita karna kamu Marchel.”
“Aku tidak mau begitu, aku mau kau hidup bersamaku selamanya, aku tidak akan membuatmu menderita.”
“Dasar gila kamu.”
“Besok kita akan pulang ke rumah kita Hulya, kita akan mulai kehidupan baru kembali dan membina rumah tangga yang indah seperti impianmu.” Hulya mengerutkan keningnya, mereka saat ini menginap di sebuah hotel yang dekat dengan markas Marchel, karena Marchel ada urusan penting.
“Kau sudah tidak waras.” Hulya berjalan menuju pintu keluar, Marchel langsung mencekal tangan Hulya dengan kuat.
“Lepas Marchel, kau ini sudah gila. Aku bukan istrimu lagi, kau yang sudah menceraikan aku, kau mencampakkan aku dan sekarang kau ingin aku kembali begitu saja padamu? Kau ini sakit jiwa ya?” teriak Hulya sambil berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Marchel.
“Aku sadar akan kesalahanku Hulya, aku ingin menebus kesalahanku itu.”
“Aku tidak mau kembali padamu lagi, lepaskan aku Marchel.” Marchel tersenyum dengan raut wajah mengerikan, suaranya terdengar dingin dan mematikan.
“Aku selalu mendapatkan apa yang aku mau Hulya. Kau akan tetap menjadi milikku, hanya milikku. Apapun itu, aku sudah menetapkan takdir hidupku bersama denganmu. Jika kau tidak mau ikut secara suka rela denganku, maka aku akan membawamu secara paksa,” kata Marchel penuh penekanan, sorot matanya begitu tajam.
“Kau tidak bisa memaksakan kehendak seperti ini selamanya Marchel, kau harus belajar merelakan.”
“Aku tidak suka merelakan sesuatu yang aku cintai, termasuk dirimu.”
“Kalau seperti ini, aku benar-benar membencimu, aku tidak akan pernah mau kembali padamu lagi, camkan itu.”
“Oh ya, seberapa keras kau akan menolak diriku?”
“Sekeras kau memaksa aku untuk bersama denganmu.”
“Bagaimana jika aku membuat kau tidak akan pernah bisa lepas dariku lagi?”
“Apa maksudmu?”
“Aku akan menghamilimu, dengan begitu, kau tidak akan pernah menjadi milik siapapun selain aku.” Marchel menarik Hulya lalu menghempaskan wanita itu ke atas kasur.
Marchel mengikat kedua tangan Hulya dengan dasinya dan membuka baju mantan istrinya hingga tubuh indah itu terlihat sempurna.
“Jangan Marchel, kau tidak boleh melakukan ini padaku,” tangis Hulya tapi tidak dipedulikan oleh Marchel, dia justru semakin membuka seluruh pakaian Hulya dan juga pakaiannya.
Marchel mulai menindih Hulya dan mencumbu istrinya dengan liar, menyalurkan hasratnya.
“Jangan Marchel, aku tidak mau begini.”
Marchel menerkam bibir Hulya, suara wanita itu teredam dengan mulutnya. Marchel mulai menggerayangi tubuh Hulya lalu menusukkan junior nya ke dalam milik Hulya hingga sempurna, tak peduli kalau wanita itu mengerang kesakitan karena miliknya masih kering.
Marchel memberikan dorongan sedang hingga kuat pada Hulya sehingga tubuh Hulya tersentak. Tak ada desahan nikmat yang keluar dari bibir Hulya, yang ada hanya erangan kesakitan serta merasa terhina karena diperkosa oleh mantan suaminya sendiri.
“Aku benar-benar merindukan hal ini darimu Hulya, kau sangat sempit, aku suka sayang,” desis Marchel di tengah gempurannya.
Dua puluh menit menghujam Hulya, Marchel membuang begitu banyak cairannya di dalam rahimnya, bahkan dia menaruh guling di pinggul Hulya agar cairan itu mengendap lebih lama di dalam sana, berharap jika nanti hal itu membuahkan hasil.
Setelah puas meruda paksa Hulya, Marchel membuka ikatan tangannya dan mendekatkan wajahnya pada wajah Hulya.
“Kenapa kau tidak menikmati permainanku hm? Tenang saja, lama kelamaan, kau akan menikmatinya, selamat datang di kehidupan barumu Hulya, kau itu milikku dan tidak akan pernah menjadi milik siapapun.” Hulya memalingkan wajahnya ketika Marchel hendak mencium bibirnya kembali.
Marchel tersenyum lalu mengecup pipi Hulya, dia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sedangkan Hulya merapatkan selimut di tubuhnya dan menangis. Hulya tidak menyangka kalau Marchel akan segila ini padanya.
“Tau begini, aku lebih baik menerima tawaran Dexter untuk sembunyi di apartemennya,” lirih Hulya dengan air mata yang telah membasahi bantal.
Marchel kembali dengan handuk di pinggangnya, dia menarik Hulya ke kamar mandi.
“Apa-apaan kamu Marchel? Sakit, lepas.” Tangan Hulya bahkan sampai merah.
“Aku rindu menusuk milikmu di dalam kamar mandi sayang.”
“Jangan gila Marchel, aku tidak mau, sudah cukup semua ini.”
“Bagiku belum cukup.” Marchel membalikkan tubuh Hulya dan menusuk miliknya hingga mentok di dalam liang hangat dan nikmat itu.
Marchel memenuhi fantasinya bercinta di dalam kamar mandi dengan Hulya, dia mendorong miliknya dengan kuat sambil meremas kedua paha Hulya. Tak ada kenikmatan sama sekali yang Hulya rasakan, dia benar-benar tersakiti oleh Marchel dalam hubungan badan itu.
Setelah mendapatkan pelepasannya, Marchel membantu Hulya untuk mandi dan melilitkan handuk di tubuh Hulya.
Marchel langsung mengenakan pakaiannya sedangkan Hulya tidak memiliki pakaian ganti.
“Tunggu di sini, aku cari pakaian ganti untukmu, jangan berpikir untuk kabur karena orang-orangku tersebar di mana-mana, mengerti.” Hulya diam tak merespon.
Saat pintu tertutup, Hulya menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Hulya merasakan area bawahnya begitu perih, kedua pahanya juga biru akibat kuatnya cengkeraman Marchel saat bercinta tadi.
...•••BERSAMBUNG•••...