Nayla adalah mahasiswa yang ingin kuliah dengan baik, tanpa ada hambatan apapun. Urusan cinta, tidak dipikirkan sebelum kuliahnya selesai. Annisa memiliki sifat yang sedikit sembrono dan pelupa. Tidak ada pikiran sebelumnya jika dia akhirnya bisa menikah dengan kakaknya sendiri. Hingga terbongkarnya sebuah kenyataan merubah tatanan kehidupannya termasuk rumah tangga yang baru seumur jagung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mawar Merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fahmi Menyusul
Lamaran diakhiri dengan do’ad dan makan bersama. Kami disuguhkan dengan berbagai menu makanan yang menggugah selera. Sejenak aku lupa dengan masalah yang aku tinggala di rumah ayah.
Kami kembali ke rumah setelah sholat magrib. Kami memilih pulang setelah melaksanakan sholat magrib karena acara selesai tepat azan magrib di kumandangkan jadi para laki-laki memutuskan untuk sholat di mesjid dekat rumah Andin.
Saat mobil memasuki lorong menuju rumah, kami di kagetkan dengan kerumunan orang di teras disalah satu pos yang ada di samping lorong. Kami yang ada dalam mobil saling tanya tapi jelas saja tidak ada yang tau.
Kak Ardi menghentikan mobil hingga kami yang ada dalam mobil keluar untuk menghilangkan rasa penasaran.
“Alhamdulillah… akhirnya kalian datang juga.” Ucap pak Tio ketika melihat kami menghampiri kerumunan itu.
“Ini ada apa pak?” Tanya bapak pada pak Tio.
“Itu pak, ada orang yang mencari alamat rumah bapak. Dia sangat pucat pak, kayanya kelaparan deh. Penampilannya memprihatinkan pak.” Jelas pak Tio.
“Siapa pak? Memprihatinkan gimana maksud bapak?” Tanya bapak lagi.
“Kurang tau pak. Dia mirip orang gila pak, bajunya sobek-sobek, ada sedikit luka di keningnya tapi sudah kering. Sebelum pingsan, dia juga mengaku menantu bapak, suami dari Nayla makanya kami kira dia orang gila. Soalnya setau kami, Nayla kan belum menikah dan orang itu mengaku suami Nayla.” Jelas pak Tio. Spontan aku menerobos kerumunan warga.
“Kak Fahmi…” Panggilku berjongkok di depannya. Aku menatap iba pada sosok yang terbaring lemah tak sadarkan diri. Dia kak Fahmi, sosok yang telah melukai hatiku melalui kata-katanya.
“Kamu kenal Nay?” Tanya bu Sumi tetangga rumahku.
“Iya bu, suamiku.” Ucapku spontan. Entah kenapa aku reflek mengucapkan kata suami.
“Maksud kamu Nay?” Tanya pak Pras yang juga ada disitu.
“Iya pak, aku sudah menikah dan ini suamiku.” Ucapku menjelaskan.
“Astaghfirullah nak Fahmi..” Ucap ibu ikut berjonggok di sampingku diikuti bapak dan kak Ardi.
“Ardi, tolong bantu bapak membawa Fahmi ke mobil. Kita harus membawanya ke rumah, mukanya sudah sangat pucat.” Ucap bapak berusaha mengangkat kak Fahmi.
Dengan di bantu oleh warga yang ada di situ, kak Fahmi berhasil dibawah masuk dalam mobil. Sebelum masuk dalam mobil, aku melihat muka penasaran dari semua warga yang berkumpul.
Kak Fahmi langsung di baringkan di atas kasur yang ada di kamarku. Tubuhnya lemas, penampilannya berantakan entah apa yang sudah terjadi padanya. Sekilas aku iba padanya, tapi bayangan kejadian semalam terlintas di pikiranku.
“Pah, kok dibaringin di sini sih nanti aku tidurnya dimana?” Tanyaku tak terima.
“Hus, kamu ada masalah apa sih Nay? Suami sendiri kena musibah bukannya di perhatiin malah tidak peduli.” Kak Ardi angkat bicara.
“Dia itu nyesal nikah sama aku kak, pah, ma. Dia hanya terpaksa nikahin aku, dia juga menyalahkan aku atas kematian orang tuanya..hiks.”
Bapak dan kakak memintaku untuk menjelaskan semua yang terjadi dengan detail, semntara mama berusaha menyadarkan kak Fahmi dengan minyak kayu putih. Aku menjelaskan semua apa yang telah aku pendam seharian dengan penuh emosi dan derai air mata.
Kak Fahmi siuman setelah aku selesai menjelaskan semuanya pada keluargaku. Mama menyuapkan roti pada kak Fahmi sementara aku masih sibuk dengan tangisanku. Aku kembali rapuh ketika mengingat kejadian yang menimpaku.
Bapak dan kak Ardi sudah keluar menuju mesjid untuk melaksanakan sholat isa karena azan sudah di kumandangkan.
“Nayla tolong bantu ambilkan nasi untuk Fahmi, sekalian kamu suapi dia makan.” Perintah mama namun aku masih diam.
“Nayla, mama tau kamu lagi sakit hati tapi kamu juga harus sadar jika kamu itu seorang istri.” Jelas mama menasehatiku.
“Iya ma.” Jawabku melangkah menuju dapur untuk mengambil nasi serta lauk pauk untuk kak Fahmi.
Aku menyuapi kak Fahmi dalam diam, begitu juga kak Fahmi yang hanya diam tanpa memandangku. Aku tau dia masih menyalahkanku atas apa yang menimpanya tapi aku tidak tau kenapa dia bisa sampai disini. Ingin bertanya tapi aku urungkan melihat kondisi tidak memungkinkan.
Pada suapan ke lima, kak Fahmi menolak.
“Sudah, aku sudah kenyang.” Ucapnya.
Aku tidak menanggapi dan langsung melahap habis sisa nasi yang ada di piring karena sejak kecil kami diajarkan untuk tidak mubazir. Sekilas aku melihat kak Fahmi menatapku heran tapi aku tidak peduli.
“Kak Fahmi ngapain kesini? Bukannya aku biang masalah bagi kak Fahmi.” Tanyaku tidak tahan.
Namun yang ditanya malah memejamkan mata seolah tak mendengar pertanyaanku.
“Kak… Kak Fahmi dengar tidak sih.” Bentakku.
“Eh Nay, kenapa kamu bentak suami kamu begitu? Ntar kamu kualat loh sama suami” Tanya kak Ardi yang tiba-tiba masuk.
“Belain aja terus. Kak Ardi sebenarnya sayang tidak sih sama aku, dari tadi aku terus yang disalahin. Tidak di Jakarta, disini sama saja aku terus yang salah tau gini aku pergi ditempat lain aja.” Ucapku dengan deraian air mata kembali mengalir.
“Ada apaan sih nih ribut-ribut.” Ayah masuk bersaan dengan ibu.
“Nay, kamu jangan gitu nak, kasian Fahmi sudah jauh-jauh datang nyusul kamu.” Ucap bapak juga membela kak Fahmi.
“Kalin belain aja terus kak Fahmi biar aku pergi saja.” Ucapku bangkit hendak keluar kamar. Mama memegang tanganku dengan lembut dan menuntunku duduk di kursi yang terdapat di ruang tamu.
“Nayla, boleh mama berpendapat?” Tanya mama lembut dan aku hanya diam.
“Nayla, mama tau kamu kecewa tapi mama harap kamu tetap bertindak dewasa sayang. Cobalah meredakan emosimu terlebih dahulu lalu selesaikan baik-baik masalah antara kamu dengan suamimu. Pernikahan kalian masih tergolong sangat muda wajar jika ada masalah apalagi kalian menikah dengan keadaan mendadak. Tapi percayalah ini sudah jalan Tuhan untuk menjodohkan kalian.” Jelas mama.
“Sekarang buang simpanlah dulu rasa kecewamu, rawatlah suamimu dengan baik. Mama ingin kamu jadi istri yang berbakti pada suami, itu adalah harapan mama pada kamu dan adikmu. Kamu mau kan mewujudkan harapan mama?” Lanjut mama yang aku jawab dengan anggukan.
Entah mengapa setiap mendengar nasehat dari mama, rasanya hati langsung adem.
“Nah , sekarang kamu masuk dan bersikap baiklah pada suamimu. Biarkan Tuhan yang menentukan kehidupan rumah tangga kalian. Kalian cukup berdoa dan berusaha yang terbaik.” Lanjut mama.
Aku berdiri dan kembali ke kamar disusul oleh mama di belakangku. Saat aku tiba di kamar, aku mendapati kak Fahmi sedang menjelaskan perihal apa yang membuat penampilannya berantakan bak orang yang tidak waras serta penyebab luka yang ada di keningnya.
Ternyata kak Fahmi di copet saat menanyakan alamat rumahku pada sekumpulan orang yang nongkrong di pos dekat bandara. Dia berusaha membela diri namun kalah dengan mereka yang berjumlah empat orang. Semua barang berharganya hilang termasuk HP.
Setelah mendengar penjelasan dari kak Fahmi, bapak dan mama serta kak Ardi meninggalkan kamarku.